*Kelsey’s POV*
Aku menatap seorang perempuan yang sedang berdiri di depanku dalam pantulan cermin. Dengan gaun putih yang ditambahkan dengan sentuhan warna merah muda pucat, perempuan itu terlihat sungguh cantik. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan beberapa kepangan diatasnya. Wajahnya terlihat begitu anggun walau hanya dengan polesan bedak, lipstick berwarna merah muda yang tidak mencolok dan hiasan mascara hitam pada bulu matanya.
Perempuan di depanku itu bukan seperti diriku.
Dia terlihat begitu cantik.
Aku membawa tanganku kebawah, memegang gaun yang kemarin malam baru di berikan oleh Mama. Gaun ini sungguh cantik, riasan wajahku, juga semua dekorasi pernikahan Mama juga sudah sempurna. Tetapi entah kenapa aku sama sekali tidak merasa senang.
Hari ini, hari pernikahan Mama dengan Dimas.
Well, apa aku harus memanggilnya Om Dimas?
Atau bahkan…Papa Dimas?
Aku menggelengkan wajah, menggidik ngeri ketika membayangkan aku memanggilnya dengan sebutan Papa.
Jadi apa sebutan yang harus aku berikan padanya nanti? Papa? Om? Entahlah.
Tapi kurasa aku lebih suka memanggilnya dengan nama saja. Dimas. Laki-laki itu sebentar lagi akan menjadi suami baru mama.
Laki-laki itu sebentar lagi akan menjadi salah satu dari keluargaku.
Dan sebentar lagi semua ketakutan terbesarku menjadi kenyataan.
Sejak kemarin malam di meja makan, aku sudah berusaha sekeras mungkin agar tidak menaruh pandanganku pada Mama dan Dimas. Tetapi semakin keras aku mencobanya, semakin ingin mata ini berkeinginan untuk menatap mereka.
Semuanya terasa salah juga aneh sekaligus.
Ketika melihat Mama, wanita yang seharusnya berdampingan dengan Papaku malah bermesraan dengan laki-laki lain. Itu benar-benar merupakan hal yang paling salah di mataku.
Syukurlah pertahananku baru runtuh semalam, ketika diriku sudah berada di dalam kamar. Ketika aku merebahkan tubuh mungilku pada ranjang, ketika aku menekuk lututku dan membawanya ke dada, memeluk diriku sendiri.
Sembari mendengarkan lagu-lagu mellow, tangisanku seketika pecah.
Aku meringkuk dalam kedinginan malam.
Sendirian.
Tidak ada yang mencoba untuk menenangkan semua perasaan yang bercampur di dada, yang sudah aku tahan sejak aku menginjakkan kakiku di Bali.
Tidak Papa, tidak juga Justin.
Hanya ada aku sendiri, yang tenggelam bersama perasaan juga emosi yang sudah aku tahan sejak lama.
Aku tidak tau apakah Papa merasakan perasaan sesak yang aku rasakan ketika ia melihat Mama bersama Dimas. Tapi yang jelas, aku merasakan perasaan itu. Perasaan itu seakan menggelantung pada hatiku, membuat semuanya menjadi berat.
Aku tidak ingin merasakan perasaan ini. Aku hanya ingin bersenang-senang selama pernikahan mama berlangsung nanti. Maksudku, hari ini adalah hari pernikahan Mama. Bukankah aku sebagai anaknya, harus menjadi dewasa dan hadapi semua ini dengan seulas senyum di bibir?
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
FanfictionHow it feels like if you happened to be Ryan Good's daughter? Yes, Ryan Good yang bekerja sebagai stylist dari seorang popstar yang selalu menjadi center of attention disemua penjuru dunia. And the worst, what it feels like to have to stay with Rya...