Part 44: The End (Second Chances)

2.6K 80 3
                                    

Justin Bieber mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. Hal itulah yang sejak tadi ia lakukan, sejak ia melangkahkan kakinya keluar dari gazebo rumah Kelsey. Ia mengepalkan kedua tangannya keras-keras dan menahan rasa sesak yang berkecamuk di dadanya.

“Fuck this!” Ia menggerutu keras kemudian membuang setangkai mawar yang berada di tangan kanannya dengan asal ketika kakinya melewati ruang tengah rumah Kelsey.

Seberkas rasa marah dan perasaan kecewa bergelayut di dadanya. Menganggu pikirannya dan membuatnya menjadi tidak bisa berpikir jernih. Ia menggertakan rahangnya, dan mencoba menerima fakta bahwa Kelsey Wijaya baru saja menolaknya. Ya, perempuan yang sudah membuat pikirannya menjadi gila itu menolaknya mentah-mentah karena alasan yang cukup klise.

Perempuan itu terlihat sekali tidak ingin mencoba. Kelsey tidak ingin mencoba untuk memulai  hubungan mereka dari awal lagi dan kali ini memulainya dengan cara yang benar. Justin sudah memikirkannnya matang-matang dan detik ketika bibirnya mengucapkan kata maukah-kau-menjadi-pacarku ia sudah merelakan beberapa penggemarnya yang akan berhenti mensupportnya ketika mereka tahu bahwa Justin memiliki pacar baru.

Ia berencana untuk memulai semuanya dengan benar. Menjadikan Kelsey sebagai pacar dan memperkenalkan gadis itu kepada dunianya. Kepada para media, krunya, penggemarnya. Namun ternyata semua rencananya hanya akan selalu menjadi rencana yang tersimpan di dalam kepalanya. Karena semua harapan dan masa depan bersama Kelsey yang sudah ia bayangkan di dalam pikirannnya hancur detik ketika Kelsey menggeleng dan menolak Justin.

Justin memasukkan jari-jari tangannya ke dalam rambut dan mengacaknya kasar. Ketika matanya terjatuh pada mobil Ferrari miliknya yang terparkir rapi di jalanan yang tidak jauh dari rumah Kelsey, Justin segera mengambil langkah besar-besar lantas membuka pintu mobil dan membantingnya keras.

Ia memejamkan matanya lalu menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Ia melakukan hal yang sama, menghembuskan napas berat, mencoba menenangkan dirinya sekaligus berharap semua rasa sakit yang berada di hatinya segera hilang. Alisnya berkerut menakutkan dan raut wajahnya memancarkan aura gelap segelap langit di saat badai.

Ketika ia sadar hal yang ia lakukan malah membuat rasa pedih dihatinya semakin terasa, ia akhirnya membuka mata dan tangannya yang tadinya terkepal dengan cepat beralih ke dalam dasbor mobilnya. Ia merogoh dasbor mobilnya dengan kasar, mencari sesuatu yang ia rasa akan menjadi penenangnya malam ini.

Detik ketika Justin menemukan barang yang ia cari, ia segera membuka sebungkus kotak rokok yang berada di tangannya lantas mengambil satu batang rokok dari sana.

Terkejut?

Well, tidak juga.

Ini bukan pertama kalinya Justin merokok. Dan demi tuhan sebenarnya ia sama sekali tak ada niatan untuk merokok lagi, namun keadaannya begitu mendukung dan hal yang ia butuhkan sekarang adalah sesuatu yang bisa menenangkan pikirannya.

Justin menyelipkan sebatang rokok itu di antara bibirnya kemudian menyulutnya dengan sebuah pemantik. Ia menghirup rokok yang ujungnya sudah terbakar itu lantas asap putih berhembus keluar dari bibirnya. Ia memejamkan matanya lalu menyenderkan tubuhnya pada jok mobil, membiarkan bahan-bahan yang terkandung dalam rokok itu bereaksi di dalam tubuhnya dan membuatnya lupa akan semua rasa sakit dihatinya.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang