"El," panggil Ezra saat mereka berdua sudah di tengah perjalanan menuju supermarket yang jaraknya lumayan jauh dari rumah El.
"Hm?" tanggap El setengah malas. Saat ini saja cewek itu sedang bersandar antara kursi mobil dan jendela samping dengan mata yang terpejam.
"Lo gak tanya kenapa gue ke rumah lo tadi?" tanya Ezra melirik sekilas kepada El.
"Gak," jawab El singkat.
Ezra malah terkekeh kecil sebelum kemudian menganggukkan kepala beberapa kali. "Gue disuruh Rafa nemenin lo, katanya lo kalo gak ada Rafa bakal gila stadium tingkat tinggi. Gue awalnya gak percaya, tapi sekarang gue yakin ucapan Rafa emang benar," jelas Ezra tanpa diminta.
El membuka matanya dan menatap cowok itu bingung. Siapa juga yang menyuruhnya bercerita semua itu padanya. El sama sekali tidak penasaran tentang kedatangan cowok itu di rumahnya.
"Sekalian gue juga mau minta daftar kriteria buat pemain cewek klub basket," tambah Ezra lagi.
"Gue gak tanya," balas El singkat sambil kembali mengarahkan pandangannya ke depan.
"Gue juga gak peduli lo mau tanya apa enggak," balas Ezra balik.
Jawaban itu membuat El lagi-lagi menahan jengkel setengah mati. Bisa-bisanya cowok itu membuatnya marah seharian ini. Lalu El mencoba bersikap acuh dengan ucapan Ezra barusan. Ia berulang kali menghembuskan napas pelan, mencoba untuk tenang, sebelum mobil ini hancur karenanya.
Sementara Ezra malah tersenyum tipis karena mengetahui apa yang membuat cewek di sebelahnya itu menarik napas berulang-ulang kali. Entah berawal sejak kapan, tapi ini menyenangkan bagi Ezra.
"Gue gak pernah tahu, si Rafa punya sepupu cowok selain adik dari tante ipar nya," ucap El di saat suasana benar-benar hening.
Kemudian hening kembali.
El yang dari tadi menunggu jawaban dari Ezra, kini mulai menarik nafas dengan tarikan panjang dan menghembuskannya dengan kuat. Sepertinya El setelah ini akan mencari dukun agar bisa menyantet cowok songong itu. Sikap cowok itu seakan-akan tidak menanggapi ucapannya, bahkan mungkin tak menganggap El ada disana.
Namun tiba-tiba Ezra tertawa, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan El.
"Ngapain ketawa?" tanya El ketus.
"Kenapa? Emang ada larangan ketawa?" tanya Ezra balik dengan santai tanpa memperdulikan kekesalan cewek itu yang semakin meningkat padanya.
Mulut El tertutup rapat. Sumpah demi apapun ia ingin menggulung cowok itu dan mencincangnya untuk dijadikan makanan singa sekalian.
"Gue emang cuma sekali ketemu sama Rafa sebelum ini. Itu juga udah lama banget, kira-kira 4 atau 5 tahun yang lalu saat keluarganya datang ke Sumatera barat buat kunjungi keluarga gue sekalian liburan," ujar Ezra bercerita tiba-tiba.
El yang kembali menatap Ezra, mulai mengingat kembali di waktu yang di sebutkan Ezra barusan. Si Rafa memang pernah sempat pergi ke Sumatera ketika tahun baru tiba. Mungkin sekitar satu minggu Rafa berada di sana. Kemudian tanpa sadar El mengangguk, seakan ia membenarkan pernyataan tersebut.
"Lo asli dari Sumatera?"
"Iya," jawab Ezra. "Lo sendiri udah kenal Rafa berapa lama?" tanyanya balik.
"Hm, sepuluh tahun mungkin. Gue kenal dia dari SD," jawab El.
Ezra mengangguk kecil, sudah menduga hal itu. Terlihat sekali dari sikap mereka berdua, jika mereka sudah mengenal dalam satu sama lain.
"Kalo suka? Udah berapa lama?" lanjut Ezra.
"Jangan sok tau! Gue tuh benci kalo ada yang bilang gue suka sama Rafa," balas El yang tersinggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elvina [COMPLETED]
Teen Fiction-Elvina Allya Cewek tomboy yang biasa dipanggil El sedang menghadapi kasus friendzone. Dia selalu mengorbankan apapun demi kedua sahabatnya yang saling suka. Meskipun itu membuatnya berkali-kali menangis seorang diri dikamar. - • - "Lo pi...