6. Perjuangan, Bukan Ekspetasi

4.3K 529 53
                                    

"Morning my baby honey Ali," sapa Prilly riang.

Seperti biasa, Ali tidak melirik Prilly sedikit pun.

"Lo bawa speaker buat apaan dah?" Tanya Prilly kepada Karina yang sedang mengotak-atik benda berbentuk persegi panjang miliknya.

Karina mendongak, "Buat keperluan project inggris."

Prilly membulatkan matanya, "Hah?! Emangnya hari ini? Bahkan gue belom ada kelompok." Prilly hanya bisa menepuk jidatnya sambil tersenyum cengengesan.

"Yaudah, ditunda aja sampe minggu depan, Pril." Ujar Karina.

Prilly mengangguk membenarkan, "Boleh juga sih. Eh, ngomong-ngomong gue mau pinjem speaker lo ya?"

Karina mengangkat alisnya sebelah, "Buat apaan emang?"

Prilly hanya tersenyum sambil menjentikkan jarinya. "Lo santai aja. Duduk yang bener dan nikmatin, karena speaker lo bakal aman di tangan gue. Oke?" Karina hanya bisa mengangguk pasrah.

"Guys, mau buka lagu apa nih?" Tanya Prilly lagi.

"Pergi dari hatiku," celetuk salah satu teman sekelas Prilly.

Kemudian, Prilly mengaktifkan speaker tersebut dan mengconnect dengan bluetooth. Lagu Pergi Dari Hatiku mengalun dengan pelan, membuat siapa saja yang mendengar pasti terbawa suasana.

Tiba-tiba Rassya berteriak girang sambil mengangkat selembar karton berbentuk hati berwarna merah pekat.

Prilly buru-buru merampas karton hati itu dari tangan Rassya. Ia tersenyum manis sambil berjalan ke arah Ali yang hanya diam mengamati suasana kelas.

Karton hati tersebut ia sodorkan ke wajah Ali, "Hari ini gue cuma bisa nyerahin karton hati ini secara gamblang di hadapan lo. Tapi, suatu saat nanti, lo bakal nerima hati gue yang asli." Teman-temannya bersorak mendengar ucapan Prilly yang terdengar puitis.

Ali enggan mengambil, tetapi Prilly tetap tidak menyerah. "Nih, ambil," ulang Prilly. Ali mengambilnya dengan ragu sambil menyunggingkan senyuman kikuk.

Kemudian, Prilly merampas kembali hati itu dari tangan Ali. "Woi! Puterin lagu Akad dong," perintah Prilly.  Lagu Akad yang sedang naik daun pun mengalun sempurna, memenuhi setiap sudut di ruangan kelas ini.

Namun, bila kau ingin sendiri. Cepat-cepatlah sampaikan kepadaku. Agarku tak berharap dan buat kau bersedih.

Pintu kelas terbuka, menampilkan sosok Ghina yang baru saja datang. Tetapi, tidak ada yang menyambut kedatangannya, selain tatapan mata Ali. Semua terfokus pada Prilly yang mengibaskan rambutnya ke belakang. Berjalan dengan anggun sambil menenteng karton hati di tangannya. Prilly hendak berjongkok di hadapan Ali, hanya saja ia mengurungkan niat mengingat roknya yang terlalu pendek.

Bila saatnya telah tiba, kuingin kau menjadi istriku.

"Gue rasa saatnya udah tiba, gue mau lo jadi suami gue, gimana?" Tanya Prilly sambil menyodor ulang karton berbentuk hati di tangannya.

Ali tidak mengambil karton Prilly lagi, bahkan ia tidak melirik Prilly sedikit pun. Yang ada malah ia beranjak pergi ke meja Ghina, meninggalkan Prilly dan karton hatinya. Prilly merasa sangat malu dan terhina, tetapi teman-temannya hanya bersorak dan tertawa, mau tak mau Prilly menahan rasa malunya dan terpaksa ikut menertawakan penolakan Ali untuknya.

"Yah, ditolak lagi sama Ali," ujar Fadil dengan tawa berderai.

"Tenang, tenang, Ali emang nolak tindakan gue, tapi dia udah nerima hati gue kok," ujar Prilly dengan tawa yang dibuat-buat.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang