37. Seandainya Yang Tidak Berlaku Lagi

2.6K 360 80
                                    

Pintu rumah Prilly digedor dengan keras, membuat Prilly menggerutu sebal.

"Siapa sih?!"

Dan sosok pertama yang muncul di Minggu paginya adalah manusia yang paling ia hindari, Aliando Syarief.

Prilly hendak menutup pintu rumahnya kembali, namun tangan Ali menahan pintu tersebut.

"Pril," panggil Ali.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Prilly ketus.

"Gue butuh bicara sama lo," ujar Ali.

"Gue sibuk," ujar Prilly ketus.

"Lo harus belajar TOEFL," Ali kembali mendorong pintu rumah Prilly.

Prilly melirik Ali sinis, "Bukan urusan lo."

"Prilly, gue minta maaf," lanjut Ali.

"Lo ngerti bahasa manusia gak sih?!" Tanya Prilly emosi.

"Gue udah bilang berhenti minta maaf, berhenti sok baik sama gue, dan berhenti muncul di hadapan gue. Cuma itu, apa susahnya sih!" Ujarnya keras.

Mimik wajah Ali menunjukkan bahwa ia terluka oleh ucapan Prilly, "Gue mohon kasih gue kesempatan sekali lagi, Pril. Kali ini gak ada kata pura-pura lagi, kemarin gue cuma lepas kendali. Gue gak nyangka lo bakal dengerin semua itu."

"Seandainya gue gak ada disana hari itu, mungkin lo bakal terus membodohi gue dengan sikap manis lo. Lo jahat. Jelas-jelas lo membiarkan gue nungguin jawaban dari lo. Sayangnya, Tuhan lebih sayang sama gue." Gantian, sekarang raut wajah Prilly yang terluka.

"Pril, lo beneran harus dengerin semua penjelasan gue. Kita butuh bicara. Tapi bukan dengan keadaan lo masih marah sama gue, kita harus menyelesaikan semua ini dengan kepala dingin," bujuk Ali.

"Gue bukan gak mau dengerin penjelasan lo, tapi gue gak bisa percaya lagi sama lo. Gue juga gak bisa pastiin semua yang lo paparin adalah kebenaran. Bukan sekali atau dua kali lo nyakitin gue, udah berulang kali. Gue juga gak mau berurusan sama lo lagi, jadi sekarang lo tau 'kan apa yang harus lo lakuin?"

"Ada satu hal yang harus lo pahami, ketika seseorang marah tanpa lo berbuat banyak pun dia akan tetap maafin lo. Beda halnya sama gue, gue kecewa sama lo. Dan mungkin lo gak perlu wasting your energy untuk dapetin maaf dari gue."

Prilly menarik napasnya dalam, "Gue cuma mau lo pergi sekarang juga, pergi dari hidup gue."

Wajah Ali terlihat pias, "Bukannya lo bilang kalau gue adalah sumber kebahagiaan lo?"

"Itu dulu, sebelum gue tau bahwa selama ini gue mencintai orang yang salah. Jelas-jelas lo adalah alasan kenapa gue menderita, bodohnya gue malah menganggap lo sumber kebahagiaan. Jangan terlalu percaya diri karena waktu dapat membolak-balikkan perasaan seseorang," Prilly langsung menutup pintu rumahnya dengan keras.

Ia bersandar di belakang pintu sambil melihat ke langit-langit, apakah ia terlalu jahat kepada Ali? Bukankah ia sudah terbiasa dengan Ali yang selalu menyakitinya? Tetapi, mengapa kali ini ia tidak dapat memaafkan Ali?

* * *

"Kamu lagi di mana? Kenapa gak ngabarin aku?" Tanya Ghina dari seberang sana.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang