29. Perasaan Tidak Berdaya

2.3K 294 92
                                    

Ciiiittt....

Brrraakkk....

Bahkan belum ada satu menit sejak kepergian Ali meninggalkan garis start. Namun, suara khas terbenturnya benda keras memenuhi indra pendengaran setiap manusia di sana.

Jantung Prilly seolah berhenti berpacu, semua penonton bersorak penasaran. Prilly melirik ke arah Bimo yang tidak kalah tegang. Bibirnya yang bergetar hebat ia gunakan untuk memanggil Bimo, "Bim?"

Bimo menggenggam tangan Prilly, "Seharusnya, Ali baik-baik aja." Prilly menangkap dengan jelas nada keraguan di dalam suara Bimo.

Prilly menghempaskan genggaman tangan Bimo, ia berlari sekuat tenaga menyusuri jalanan tempat Ali bertanding. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir, jika terjadi sesuatu kepada Ali mungkin Prilly tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Prilly benci kepada Ali, Ali selalu berbohong kepadanya. Jelas-jelas tadi Ali berjanji kepadanya untuk kembali dalam keadaan yang selamat. Ali berjanji untuk baik-baik saja. Ali berjanji untuk tidak membuatnya khawatir.

Tetapi, Prilly sadar...

Bahwa sedari dulu, Ali selalu berbohong dan membodohinya dengan janji-janji palsu.

Bahkan, untuk berdoa lebih kepada Tuhan saja rasanya Prilly tidak sanggup. Mencintai Ali ternyata sepahit dan sesakit ini.

Dengan mata yang dipenuhi embun air, Prilly melihat ada orang yang terkulai lemah di aspal jalanan. Dalam kegelapan malam, tangan orang tersebut melambai bebas seolah memberi signal bahwa ia membutuhkan pertolongan.

Ali, kamu harus bertahan!

Hati Prilly mencelos ketika melihat orang memakai hoodie kesayangannya terduduk di jalanan, ia mengusap keras air matanya. Mempercepat lariannya untuk menghampiri Ali yang terseret hingga ujung jalanan.

"Aliando!" Pekik Prilly kencang.

Ali menolehkan kepalanya, "Prilly, tolongin gue!"

Mata Prilly membulat ketika mendengar panggilan Ali, "Iya, aku disini."

"Eh?"

"Jadi, bukan kamu yang kecelakaan?" Prilly menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ali tersenyum kecil, "Aku baik-baik aja. Arman yang gak sengaja nabrak pembatas jalanan."

Prilly mengangguk kecil lalu membantu Ali berdiri, kemudian Ali membantu Arman untuk memberdirikan motornya yang meniban tubuhnya.

"Kamu buat aku takut," Prilly mengelap kasar air matanya.

"Aku udah janji sama kamu, untuk kembali dalam keadaan selamat," Ali berbisik kepada Prilly.

Arman berdengus melihat adegan roman picisan di hadapannya, "Bukannya bantuin gue, malah pacaran disono."

Prilly terlihat gelagapan, ia buru-buru mengulurkan tangannya kepada Arman. Namun tangannya ditepis oleh Ali, Ali yang menarik tubuh Arman untuk berdiri.

"Thanks, Li. Keberuntungan gue selalu nguap gitu aja ketika berhadapan sama lo," ujar Arman membuat Ali terkekeh.

"Lo Arman 'kan?!" Tanya Prilly sambil mendelik.

Arman terlihat mengangguk kecil, "Lo siapa?"

"Gue Prilly, sahabatnya Maxime," balas Prilly ketus.

"Gimana keadaan Maxime?" Tanya Arman sambil membersihkan sisa pasir di tubuhnya.

Prilly memukul lengan Arman, "Lo masih bisa nanya keadaannya? Lo apain sahabat gue hah?!"

Arman mengaduh kesakitan, "Ternyata bener kata Bani, lo bar-bar kayak Rassya!"

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang