SPECIAL PART : GHINA'S BIRTHDAY

4K 518 85
                                    

"Pril, lo ikut patungan Ghina gak?" Tanya Indah setengah berbisik. Pasalnya, kini mereka sedang pelajaran wali kelas. Prilly mengendikkan bahunya acuh, meskipun dalam hatinya mengiyakan ajakan Indah.

"Kalo lo gak mau ikut, entar biar gue bilangin sama Ali, jadi bagian lo gak usah dihitung," imbuh Indah lagi. Prilly hanya mengangguk malas, berpartisipasi atau tidaknya Prilly dalam rangka hari spesial Ghina, toh tidak membuat Ali melihatnya lebih.

Setelah itu, keadaan pun hening. Indah tahu pasti mood Prilly menurun akibat semua orang terlihat antusias menyambut hari ulang tahun Ghina 3 hari lagi. Prilly pun enggan merespon lebih selain menguap, lalu menelungkupkan wajahnya dalam lipatan tangan. Ia butuh tidur. Tidak peduli kepada wali kelasnya yang selalu ditakuti oleh penghuni kelas lainnya.

Prilly mengucek matanya saat melihat keadaan kelas kosong, hanya tersisa beberapa orang. Orang-orang yang cuek dan tidak peduli dengan sekitarnya. Namun, manik mata Prilly menangkap kehadiran Ali yang sepertinya sibuk dengan kertas-kertas putih di tangannya.

Mungkin hasil ulangan kemarin, pikir Prilly. Ia juga tidak ingin ambil pusing, hendak keluar kelas karena merasa bosan hanya berdiam diri di kelas.

Langkahnya terhenti seiring suara Ali yang memanggil namanya berdengung. "Prilly!" Prilly tersenyum kecil, menoleh ke arah Ali dengan wajah yang antusias. Ia bahkan berjalan lebih cepat dari biasanya hanya untuk menghampiri Ali.

"Kamu kangen sama aku?" Tawa Prilly berderai, pipinya ikutan memerah. Memang panggilan Ali berdampak sedahsyat itu terhadap Prilly. Ali berdecak, lalu menggeleng pelan.

"Gue cuma mau bilang makasih sama es lo kemaren, sekaligus gue mau bilang kalo Ghina ngundang lo ke acara ulang tahunnya. Dia gak berani ngundang lo langsung karena dia pikir lo gak bakalan mau dateng kalo dia yang ngundang langsung. Gue harap lo mau datang, karena dia udah berbaik hati untuk ngundang lo," ujar Ali panjang lebar.

Prilly mengerjapkan matanya pelan. Ini seperti durian runtuh baginya. Ali memanggilnya, berterima kasih kepadanya, lalu menyampaikan undangan Ghina dengan nada yang lembut. Bukankah ini sebuah kemajuan pesat?

"Uhm...gue pasti datang kok! Apalagi yang ngundang itu lo, gimana pun dia pernah jadi sahabat gue 'kan?" Sebenarnya, Prilly sedikit canggung saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Ia yakin, wajahnya bukan hanya memerah karena tersipu, malu, tapi ia juga terharu.

Ali hanya mengangguk pelan, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah kertas-kertasnya. Prilly yang tidak ingin mengusik Ali pun, keluar dari kelas sambil tersenyum kecil. Senyuman yang selalu bisa membuat hati terdalam diri Prilly berdentang keras, dan membuatnya semakin sulit untuk. Ekhem, menjauh.

* * *

"In, lo udah bilang ke Ali perihal gue gak ikut patungan Ghina?" Indah mengangguk. Prilly menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa bingung dan tidak enak.

"Padahal soal itu, gue bercanda doang." Indah membolakan matanya sambil menelisik wajah Prilly dengan tatapan serius.

"Yang bener? Terus gimana dong?" Prilly pun ikut panik dibuat Indah.

"Mungkin entar gue bilang ke Ali aja, kalo lo ternyata ikut patungan Ghina." Prilly menggeleng. Ia tidak ingin terlihat lebih buruk lagi di mata Ali, bisa saja Ali berpikir bahwa Prilly memang tidak berniat ikut patungan Ghina.

"Gak usah, In. Biar gue yang bilang jujur aja ke Ali, santai oke? Biar sekarang gue bilang ke dia," ujar Prilly dengan tersenyum lebar. Indah pun ikut tersenyum. Ia mengangguk.

Prilly menghampiri Ali yang sedang berkumpul dengan Bimo dan Fadil. "Li, aku mau bicara bentar," ujar Prilly. Ali mengangguk sambil menaikkan alisnya.

"Bicara aja sekarang, ada apa? Oh, gue tau. Soal lo yang gak mau ikut patungan Ghina? Gue harap lo bisa ngerti, Pril. Karena ini sweet seventeen dia juga, kita kekurangan dana. Untuk kali ini, gue anggap lo sebagai teman. Gue memohon sebagai teman supaya lo mau ikut patungan teman sekelas lo," ujar Ali terlihat sedikit memelas.

Prilly meneguk ludahnya kasar, bibirnya terasa kelu dan kaku untuk digerakkan. Bukankah ucapan Ali terdengar sangat pedas? Bahkan mampu menyayat hati terdalam Prilly.

Prilly mengangguk sambil tersenyum, "Tenang, Li. Gue pasti ikut patungan Ghina kok. Lo gak perlu menganggap gue sebagai teman kalo cuma terpaksa, apalagi hanya untuk kali ini. Gue cukup sadar, kalo selama ini gue bukan temen lo. Dan gue semakin mengerti karena lo hanya mau berteman dengan gue, atas dasar patungan Ghina."

Ia menarik napasnya lebih dalam, "Lawan dari cinta bukanlah rasa benci, Li. Tapi sebuah rasa ketidak-pedulian. Karena kalo lo benci sama gue, gue yakin suatu hari nanti rasa itu akan berangsur hilang. Berbeda dengan rasa ketidak-pedulian. Sekali saja lo memutuskan untuk tidak peduli, maka lo akan memerintahkan semua nadi dan syaraf lo untuk tidak peduli sama gue. Ketika lo membenci, nadi dan syaraf tidak akan ikut membenci, Li."

Prilly memundurkan langkahnya, berbalik membelakangi Ali. Ia tersenyum getir, bahkan rasa malunya sudah putus hanya untuk sekedar melirik orang-orang di sekitarnya.

* * *

Semua orang terlihat antusias menyambut hari ini, Ali sudah menyiapkan kue tar yang lumayan besar, berbentuk hati pula. Sering kali Prilly berimajinasi berada di posisi Ghina, tak jarang pula imajinasinya dipatahkan oleh realita yang jauh lebih pahit.

"Bahkan gue selalu kebingungan untuk ngelupain rasa sakit ini, tapi kenapa dia selalu punya alasan untuk membuat rasa sakit ini semakin bertambah?" Tanya Prilly. Indah melirik Prilly dengan pandangan simpati.

"Lo udah ngucapin selamat ulang tahun ke Ghina?" Prilly menggeleng pelan. Sorot matanya terlihat sendu dan sayu.

"Kenapa?" Tanya Indah lagi. Lagi, lagi, Prilly menggeleng.

"Rasanya gue terlalu iri sama Ghina, dia punya semua kebahagiaan yang gak gue punya. Dia gak punya celah untuk disebut gak sempurna. Dia baik, dia ramah, dia cantik, dia pintar, dan dia bisa memiliki hati Ali." Indah mengelus pundak Prilly pelan.

"Bahkan sangking irinya gue sama dia, gue gak punya muka lagi untuk bicara sama dia." Indah memeluk tubuh Prilly yang terlihat bergetar.

"Lo pasti punya kelebihan yang Ghina gak punya, Ghina adalah orang yang baik. Kalo dia gak baik, kenapa Ali mau sama dia? Baik dia atau lo, kalian adalah orang-orang yang baik. Jangan pernah merasa iri dan kecil hati." Prilly mengangguk membenarkan ucapan Indah.

Selamat ulang tahun, Ghina. Sahabatku.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang