13. Obsesi Yang Disalah-Artikan

5.1K 608 127
                                    

"In, lo nampak Ali gak?" Indah mengernyitkan dahinya sambil menggeleng.

"Enggak, emangnya kenapa?" Prilly menghela napasnya.

"Kira-kira, dia lagi dimana ya?" Tanya Prilly lagi.

Indah mengetukkan jari di dahinya, "Coba cari di perpus gih, siapa tau aja dia lagi ngambil buku paket?"

Wajah Prilly yang tadinya suram pun mendadak ceria, "Bener juga kata lo! Kalo gitu gue nyamperin dia dulu ya!" Belum sempat Indah bertanya lebih lanjut, tapi Prilly sudah meninggalkannya. Indah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan ajaib Prilly.

Prilly yang hendak menuruni tangga, tetapi berpapasan dengan Ali yang sedang menenteng buku.

"Eh, ada pangeran kesayangannya aku nih." Sapa Prilly sambil tersenyum ceria. Ali hanya mengangkat alisnya sebelah, hendak melanjutkan perjalanannya yang terhadang oleh Prilly.

Namun, dengan sigap Prilly menahan dan mencengkram tangan Ali. "Kamu udah makan? Kalo belum, temenin aku yuk!" Ajak Prilly dengan nada memaksa.

"Lepasin tangan lo!" Desis Ali pelan.

"Pokoknya kamu gak boleh nolak! Kamu harus temenin aku makan! Ayuk," Prilly yang tak ingin dibantah pun terus-terusan menarik tangan Ali.

Ali menghempaskan tangan Prilly kuat, membuat tubuh Prilly sedikit terhuyung, untung saja tubuhnya tidak limbung dan jatuh mengenaskan di tangga.

"Mau lo itu apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali, membuat tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya.

Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "Lo tanya mau gue? Mau gue itu cuma hati lo."

"Murahan," ujar Ali sarkastik sambil menarik tubuhnya menjauh.

Prilly masih mempertahankan seringaiannya. "Gue gak bakal semurahan ini kalo lo gak jual mahal sama gue," balas Prilly berusaha memepetkan tubuhnya kepada Ali. Hal itu membuat Ali berdengus jijik enggan luluh dengan sikap Prilly.

"Cih, dasar jalang!" Prilly menatap tepat di bola mata Ali, ia memonyongkan bibirnya dan memajukan dirinya seperti ingin mencium Ali.

Tetapi, hal itu tentu hanya sebuah gertakan saja. "Gue gak bakal jadi jalang, kalo lo gak nolak cinta gue!" Prilly berteriak kencang tanpa memikirkan harga dirinya lagi.

"Tapi, gue udah punya pacar!" Ali berdesis sembari menatap tajam Prilly.

"Putusin pacar lo, terus jadian sama gue. Gampang 'kan?" Ucapan enteng Prilly membuat emosi Ali tersulut.

"Lo gak cinta sama gue tapi lo terobsesi buat milikin gue. Dan itu buat lo gila!"

Prilly berdecih, "Iya. Gue gila. Dan itu semua, karena lo!"

"Cinta itu rasional dan dewasa, lo harus bisa berpikir secara realistis dan terbuka. Dan lo belum sedewasa itu menanggapi perasaan lo buat gue, jadi gue harap lo bisa mengenal lebih jauh perasaan yang selama ini lo sebut sebagai cinta. Kalo lo emang cinta, seharusnya lo berpikir rasional karena sampai kapanpun lo gak bakal bisa milikin gue, apalagi hati gue." Ujar Ali.

"Sampai kapan gue harus terus-terusan berpikir rasional kalo gue gak bisa dapetin hati lo? Pada dasarnya, cinta itu butuh perjuangan. Dan bagi gue, cinta yang rasional akan hadir ketika lo memperjuangkan perasaan lo kepada seseorang," balas Prilly.

Ali mengangguk dengan terpaksa, "Oke, kalo emang itu yang lo sebut sebagai cinta yang rasional. Teruskan itu, karena pada dasarnya cinta itu emang butuh perjuangan. Meskipun lo udah tau akhirnya perjuangan lo itu, uhm, sia-sia. Dan satu lagi, gue ingatin bahkan gue tegasin sama lo supaya lo berjuang secara dewasa juga, jangan terlalu kekanakan dan murahan. Jatuhnya, lo akan dipandang rendah sama semua cowok."

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang