"Pril, hah, Pril, hah, Rassya hah," panggil teman sekelas Prilly dengan ngos-ngosan.
Jantung Prilly berdebar kencang, "Rassya kenapa?"
"Hah, di bawah, hah, berantem," tanpa mendengar penjelasan temannya lebih lanjut, Prilly langsung berlari ke bawah.
Mata Prilly dipenuhi dengan embun, perasaannya semakin tidak karuan saat melihat segerombolan orang sedang mengerubungi lapangan.
"Rassya!" Teriak Prilly dengan kencang.
Rassya dan seseorang yang tidak asing untuk Prilly, sedang saling memberi pukulan dengan brutal.
"Rassya, gue bilang stop!" Teriak Prilly sekali lagi sambil menerobos kerumunan orang-orang yang hanya bisa berseru dan bersorak tanpa berniat melerai.
"Rassya, lo apa-apaan sih? Lo udah gak sayang sama gue? Stop!" Prilly berdiri dengan berani di tengah-tengah dua orang laki-laki tersebut.
Keadaan Rassya jauh dari kata baik, ujung bibirnya mengeluarkan darah, tulang pipinya berwarna merah pekat khas tinjuan tangan seseorang.
Keadaan lawan Rassya tidak lebih baik darinya, malah pelipisnya berdarah serta pipi bagian kirinya terdapat luka cakaran.
"Biar gue kasih pelajaran ke dia," ujar Rassya sambil meludah ke lantai guna membuang darah kotor di ujung bibirnya.
"Lo udah enggak sayang sama gue, hah?! Lo gak tau seberapa khawatirnya gue saat denger lo kayak gini? Gue takut, Sya, gue takut," air mata Prilly sudah tidak dapat dibendung lagi.
Rassya bergeming di tempatnya, aura permusuhan antara mereka berdua masih terasa kental. Prilly menarik tangan Rassya untuk meninggalkan mimbar, namun Rassya menepis tangan Prilly. Hal itu, membuat tangisan Prilly semakin kencang.
"Biar gue selesaikan masalah ini sama bajingan di depan gue," ujar Rassya tegas.
Prilly menggeleng, "Jangan lagi, Sya, ayuk kita balik."
"Lo denger baik-baik perkataan gue, bangsat. Masalah kita belum selesai hari ini, berbahagialah karena Prilly dateng tepat waktu sebelum lo benar-benar terkapar tak bernyawa di lantai. Lo mau nyuruh satu sekolahan lo buat fight dengan gue? Ayok, gue tunggu dan gak akan lari," Rassya berdecih sesaat sambil menabrak bahu Bani kuat, lalu ia pergi meninggalkan lapangan.
Prilly melihat kepergian Rassya dengan raut sedikit lega, sekarang gantian ia menatap saudara tirinya dengan tajam.
"Lo ada masalah apa sama Rassya?" Tanya Prilly tanpa basa-basi.
Bani meringis kesakitan sambil menggeleng, "Gue gak ngerti juga."
Prilly melotot dengan garang, "Apanya yang gak ngerti? Jelas-jelas kalian saling adu jotos!"
"Dia yang mulai duluan! Gue cuma ngikutin alur," jawaban Bani sama sekali tidak membuat rasa penasaran Prilly terpenuhi.
"Jangan sampe ada kejadian kayak gini kedua kalinya lagi, apalagi lo sampe nyakitin Rassya! Sekalipun lo anak tiri bokap gue, lo tetap bukan siapa-siapa di hidup gue," ancam Prilly sambil mencubit lengan Bani.
Bani mengaduh kesakitan sambil melotot kesal, "Bar-bar banget sih jadi cewek!"
Prilly hanya menganggap cibiran Bani sebagai angin lalu. Ia memilih kembali ke kelas untuk menyusul Rassya.
Namun di tengah perjalanan, "Prilly!"
Prilly membalikkan kepalanya ke sumber suara yang menyerukan namanya.
"Gue denger tadi Rassya berantem sama anak sekolah lain, lo gapapa 'kan?" Tanya Ali.
"Kok jadi gue yang gapapa sih! Kan Rassya yang berantem," balas Prilly bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfiction⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...