Mereka semua duduk mengelilingi botol bekas yang entah dari mana datangnya. Berhubung ini adalah malam terakhir mereka melakukan camping, maka Maxime mengusulkan agar acara mereka ditutup dengan hal-hal yang menyenangkan seperti bermain truth or dare.
"Oke, oke, gue mulai putar ya," ujar Maxime sambil menantikan jawaban satu-persatu dari teman-temannya.
"Gas aja, Max," celetuk Bani.
Ujung botol tanpa tutup tersebut mulai berputar sebelum akhirnya melambat dan mengarah ke tempat Rassya, "Kok gue sih?!"
"Udah buruan, truth or dare?" Tanya Prilly dengan tidak sabaran.
"Truth deh gue," balas Rassya sedikit ragu.
"Oke, kalau gitu ungkapin perasaan lo sejujur-jujurnya. Sesuai dengan cerita lo kemarin ke gue," Fathar yang tidak banyak bicara akhirnya buka suara.
Prilly menjatuhkan pandangannya ke arah Rassya, "Ungkapan perasaan apa nih?! Kok gue gak tau."
Bimo mengelus rambut Prilly, "Mungkin dia masih belum yakin sama perasaannya, Pril."
Rassya menggeleng, "Males ah, kalau gitu gue ganti dare."
"Yaelah, cupu banget sih. Ini kesempatan brilian banget, Sya! Buruan," ujar Maxime.
"Gue gak mau ngerusak suasana ih," tolak Rassya sekali lagi.
"Enggak bakal, Sya, santai aja kali. Lagian apa sih, lo buat gue penasaran," ungkap Prilly.
"Oke, oke, gue ngaku. Hmmm," Rassya terlihat kebingungan harus memulai kalimatnya dari mana, "Gue kayaknya mau mulai ngejar Indah."
Indah yang awalnya sibuk melirik ke kanan dan ke kiri langsung membulatkan mulutnya, "Maksud lo?"
"Iya, ya gitu, gue merasa tertarik sama lo. Dan gue memutuskan untuk berjuang buat dapetin cinta lo. Lo bisa 'kan ngasih gue kesempatan?" Tanya Rassya dengan tatapan penuh harap.
"Maksud gue tuh, kenapa harus gue? Masih banyak cewek di luar sana, lagian gue juga enggak terlalu tertarik sama dunia percintaan. Gue gak mau ngerusak hubungan pertemanan kita," ujar Indah jujur.
"Gue tau, In. Justru karena gue merasa lo berbeda dan lo orang yang tepat untuk gue perjuangin, gue gapapa. Gue siap untuk menunggu dan satu lagi, kalau pada akhirnya kita emang gak berjodoh, enggak akan ada pertemanan yang rusak gitu loh," balas Rassya menjelaskan.
"Jangan nungguin gue, Sya. Lo tau 'kan gue orangnya gak suka dikejar sama sesuatu? Kalau gue mau, ya gue yang akan memulai. Tanpa lo harus gapai pun, gue yang akan maju dan menyerahkan diri. Gue juga tau, seorang Rassya itu benci menunggu."
"Kenapa sih kita harus mencoba melakukan sesuatu yang jelas-jelas enggak kita suka hanya untuk hal-hal yang gak pasti?" Tanya Indah.
Atmosfer disana terasa semakin dingin, tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya seolah tenggelam dalam drama yang dimainkan oleh Rassya dan Indah.
"Karena gue mau coba keluar dari zona nyaman, In. Emangnya lo gak bisa kasih gue sedikit celah ya?" Tanya Rassya kembali.
"Bukan gak bisa, tapi gue yang gak mau. Gue udah anggap lo sebagai sahabat, gue gak mau nantinya gue kehilangan seorang pacar dan sahabat sekaligus. Sorry, Sya," balas Indah.
"Satu lagi, Sya, jangan coba-coba untuk jadiin gue sebagai pelampiasan buat keluar dari zona nyaman. Karena itu akan berdampak buruk di kemudian hari, bisa aja lo berhasil keluar dari zona itu tapi malah gue yang terjebak di dalamnya. Mendingan jangan dicoba, Sya, gue benci patah hati," imbuh Indah sambil memalingkan wajah setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fiksi Penggemar⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...