17. Kebiasaan Akan Tersakiti

3.2K 463 70
                                    

"Ali, ini aku bawain sandwich isi cinta," ujar Prilly sambil tersenyum sangat manis. Ali hanya berdehem sebentar, namun ia tetap tidak melirik ke arah Prilly.

"Yakin enggak mau nerima? Ini dibuat pake hati, isinya cinta, ngasihnya pake rasa sayang loh," ujar Prilly belum menyerah. Ali masih belum bergeming dari tempat duduknya. Bukan Prilly namanya kalau menyerah secepat itu, ia pun menarik kursi di sebelah Ali.

Ali hanya bisa menahan rasa kesalnya dalam-dalam. "Li, kali ini doang diterima, please." Ujar Prilly dengan nada memelas. Ali tetap pada pendiriannya, ia menggeleng keras.

"Lo takut Ghina marah? Gue pastiin dia enggak bakal marah," imbuh Prilly lagi.

"Astaga, Pril, hati lo itu terbuat dari apa sih? Batu banget jadi cewek," ujar Ali kesal, namun tangannya mengambil kotak makan dari tangan Prilly.

Senyuman Prilly yang tadinya melebar, kini semakin membesar. Harapan yang setelah sekian lama hilang, muncul dan naik ke permukaan. Kehidupan yang selama ini ia pikir menyengsarakan telah berbuah menjadi kebahagiaan.

"Udah gue terima. Puas?!" Tanya Ali kesal. Prilly mengangguk malu-malu, ia menggembungkan pipinya berusaha meredam teriakan bahagia.

"Semoga lo suka," bisik Prilly sebelum bangkit dan pergi.

Tanpa Prilly sadari bahwa orang yang baru saja menerima makanannya adalah Ali, orang yang sudah sering kali mengombang-ambingkan hatinya. Prilly tidak pernah belajar dari yang namanya pengalaman.

Karena pada akhirnya, Ali memberikan makanan yang kata Prilly berisi cinta itu kepada Bimo. Ali tetaplah Ali, tidak ada yang bisa menebak bagaimana isi hati Ali sejatinya.

* * *

"Sya, menurut lo kalo ada cewek yang setelah sekian lama enggak pernah nerima pemberian lo tapi hari ini dia mendadak nerima pemberian dari lo. Apa dia udah mulai punya rasa?" Tanya Prilly sambil tertawa sendiri.

"Mungkin aja. Tapi tergantung orangnya juga sih," balas Rassya.

"Jangan bilang orang yang lo maksud itu Ali?!" Tanya Rassya.

Prilly mengangguk antusias. sambil menggulung-gulung bagian bawah rambutnya, "Mungkin enggak sih, Ali mulai punya rasa ke gue?"

"Lo orang terhebat menurut gue, Pril. Bahkan lo enggak pernah belajar dari pengalaman pahit yang sering terjadi diantara lo sama Ali. Apa kebejatan dia selama ini enggak berhasil membuat lo terluka dan memilih berhenti?" Tanya Rassya dengan nada pasrah.

"Sya, lo tau 'kan bahwa gue penganut paham cinta butuh perjuangan. Ya, gue akan bertaruh bahwa gue bakal perjuangin Ali sejauh mana gue mampu," balas Prilly.

"Prilly, lo ngerti maksud dari kata mampu? Gue bahkan enggak bisa nebak konteks mampu dalam kalimat lo barusan. Lo bahkan udah berjuang terlalu jauh dari batas kemampuan lo. Lo terlalu memaksakan diri untuk dicintai oleh Ali. Apa sikap buruknya selama ini enggak membuat lo sadar bahwa lo sulit untuk memiliki dia?" Tanya Rassya frustasi.

"Gue paham betul dengan konteks mampu yang barusan gue bilang, Sya. Gue masih sanggup mencintai segala kebejatan Ali sama gue. Karena gue yakin, semua ini akan berakhir indah. Kalo belum indah, tandanya belum berakhir."

"Meskipun lo tau nantinya akhir indah lo itu enggak bakal sama dia?"

Prilly menggeleng, "Enggak ada yang tahu akhir bahagia gue nantinya bakal sama siapa."

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang