22. Waktu Bukanlah Jawaban

2.6K 298 38
                                    

"Mama tanya sekali lagi, kamu masih sayang sama dia?" Prilly menutup bibirnya rapat-rapat, tetapi matanya menyiratkan segalanya.

"Kamu masih tidak mengerti, Pril? Dia yang menghancurkan semuanya, dia yang menghancurkan keluarga kita, dia juga yang menghancurkan kehidupan kamu," pekik Mama Prilly keras.

Prilly menutup telinganya, dadanya bergemuruh kencang, air matanya mulai mengalir bebas melewati pipi gembilnya.

"Jawab Mama, Pril," ujar Mama Prilly, Vika, dengan penuh paksaan.

"Maafin Prilly, Ma," cicit Prilly menundukkan kepalanya.

"Kamu minta maaf untuk siapa, Pril? Dia yang salah, bukan kamu. Kamu gak perlu tangisin dia," Vika berkata dengan nada dingin.

"A..aku hanya tidak mau membuat kebencian kalian semakin hiks," Prilly menutup bibirnya menggunakan tangan, ia bahkan tidak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Kamu sayang 'kan sama Mama? Jadi, Mama mohon sekali ini, tolong jangan berhubungan lagi dengan dia dan keluarganya," ujar Vika dengan final.

"Ma, itu sudah berlalu," ujar Prilly lirih.

"Waktu mungkin sudah berlalu, tapi itu enggak berlaku untuk kesalahan yang udah dia lakuin ke kita," balas Vika sambil berusaha menggenggam tangan Prilly.

Prilly melepas paksa genggaman tangan Vika, "Luka Prilly udah sembuh sejak lama."

"Kamu bohong!" Teriak Vika marah.

Prilly terisak kencang, matanya menatap nanar ke arah Vika. Terdapat kekosongan, luka, kekecewaan, kesedihan, dan kemarahan yang terpancar di dalam bola matanya.

"Pokoknya Mama gak mau kamu berhubungan sama Papa kamu dan seluruh keluarganya lagi," Vika menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Prilly memalingkan wajahnya, mengusap kasar tetesan air yang tidak berhenti mengalir melalui kedua pelupuk matanya. Sudah beberapa bulan belakangan ini, mereka tidak pernah membicarakan topik yang cukup sensitif ini. Namun, Prilly sadar bahwa ia tidak bisa terus-terusan menghindari topik pembicaraan tentang ayah kandungnya.

"Prilly pamit ke sekolah, Ma." Prilly menarik napasnya panjang sebelum memutuskan untuk melangkah keluar dari kondisi mencekam yang terjadi.

* * *

"Pril, diem-diem bae, kesambet jin di perempatan mana lo?" Gurau Bimo yang berhasil menyadarkan atensi Prilly.

Prilly memutar bola matanya malas, "Kesambet penjaga lo!"

Ternyata ucapan sarkas yang dilontarkan Prilly tidak membuat Bimo gentar, "Butuh belaian Pak Ketua?"

Ali yang duduk di sebelah Bimo, buru-buru menyikut pergelangan tangan Bimo. Apa-apaan sih lo?! Mata Ali seolah menyampaikan kekesalan terhadap Bimo.

"Gue lagi gak mood buat bercanda ya, Bim," tekan Prilly tegas.

"Dih, ternyata mantan Pak Ketua lagi mode serius. Sorry, sorry, lagi ada masalah apa emangnya, Pril?" Tanya Bimo lagi.

"Kepo lu," balas Prilly sambil memeletkan lidahnya.

"Gue lagi nanya juga," Bimo bertingkah seolah ia tersakiti karena sikap jutek Prilly.

"Lo gak akan pernah ngerti, Bim. Masalah gue terlalu rumit." Prilly menghela napasnya lelah, ia menerawang jauh ke masa-masa ketenangannya, dulu.

"Bukannya Tuhan sengaja menciptakan banyak makhluk hidup untuk hidup saling berdampingan dan bergantung satu sama lain? Agar salah satu umat-Nya tidak menanggung beban sendirian," ujar Bimo yang berhasil membuat Prilly tertegun.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang