Bimo mengajak Prilly ke mall guna menghalau kesedihan gadis di hadapannya. Sepanjang perjalanan Prilly terlihat tidak bersemangat, cenderung seperti tidak bernyawa.
"Lo udah makan?" Tanya Bimo yang dijawab gelengan oleh Prilly.
"Lo mau kemana?" Tanyanya lagi, Prilly hanya mengendikkan bahunya.
"Lo mau pulang?" Prilly menggelengkan kepalanya.
"Jadi?" Prilly mengendikkan bahunya.
"Ngomong, Pril, ngomong." Ujar Bimo dengan frustasi.
"Kita jalan aja," balas Prilly singkat.
Kemudian, mereka berjalan beriringan mengelilingi mall tanpa minat dan tujuan. Mereka berbelok ke arah kiri, "Lo mau makan gak?"
Prilly hanya melirik ke arah Bimo tanpa minat, "Terserah."
Kemudian, mereka hendak mengunjungi restoran fast food terdekat. Namun, pemandangan di depan sana membuat Prilly mematung. Ali dan Ghina sedang tertawa lebar sambil sesekali Ali menyuapi Ghina.
Tiba-tiba Prilly mengingat ucapan Ali yang hampir sepenuhnya berisi kebohongan. Gue lagi nemenin nyokap belanja, sejak kapan Bunda Ali berubah menjadi Ghina?
Ada hal yang lebih penting daripada masalah lo, mungkin kebahagiaan Ghina adalah prioritas untuk Ali. Sedangkan, kesedihannya bukanlah hal penting yang harus Ali khawatirkan.
"Pril?" Panggil Bimo, ia mengikuti arah pandang mata Prilly. Dan saat itu juga, Bimo tahu apa yang membuat Prilly membeku di tempatnya.
Sebuah tangan menutupi kedua mata Prilly, "Kalau sakit, jangan diteruskan lagi," bisik Bimo.
Prilly menggeleng sambil menurunkan tangan Bimo, "Gue baik-baik aja."
Ia menarik Prilly untuk menjauh, namun Prilly seolah tidak mau bergerak. Hingga manusia di seberang sana menangkap kehadiran Prilly. Tatapan Ali dan Prilly bertemu dan seolah beradu dalam dunia mereka.
Kemudian, Prilly mengalihkan pandangannya dan mengikuti langkah Bimo. Bahkan hati Prilly terlalu lelah hanya untuk sekedar menumpahkan air matanya. Yang ia rasakan sekarang hanyalah kosong dan hilang arah.
"Kita pulang ya?" Tawar Bimo yang kemudian dihadiahi anggukan oleh Prilly.
"Gue nginep di rumah lo ya?" Balas Prilly.
Bimo terlihat berpikir sebentar, "Lo lagi ada family problem ya?"
Prilly hanya menghela napasnya dan mengangguk, "Bukan masalah besar kok."
Mungkin Ali sudah memutuskan pilihannya, dan sayangnya pilihannya tidak jatuh kepada Prilly.
Tetapi, bukankah Ali berjanji untuk tidak membuat Prilly menunggu?
Ah, mungkin dia juga sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri, pikir Prilly.
Lagi pula yang dikatakan Ali benar, ada banyak hal yang lebih penting dibanding masalahnya. Untuk itu, masalahnya bukanlah hal yang besar.
Di sisi lain, Ali kembali melamun. Memikirkan tentang panggilan Prilly tadi, sepertinya Prilly dalam keadaan darurat dan sangat-sangat membutuhkan dirinya. Namun, lihatlah sekarang, ia malah enak-enakan bersama Ghina.
"Kok melamun lagi sih?! Kamu lagi mikirin apa sih? Suapin aku dong," ujar Ghina manja.
Ali hanya tertawa paksa, tangannya ia arahkan untuk menyuap Ghina dengan ogah-ogahan.
Saat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia menangkap siluet orang yang sedari tadi berkelana di dalam pikirannya. Hati Ali kembali berkecamuk hebat setelah melihat tatapan terluka Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfic⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...