"Bim," panggil Ali. Bimo tidak melihat ke arah Ali sama sekali, ia tetap fokus dengan ponsel di genggamannya.
"Gue mau minta maaf sama Prilly," lanjut Ali. Bimo meletakkan ponselnya di meja dan beralih menatap Ali, namun matanya menajam dan rahangnya mengeras.
"Buat nyakitin dia lagi?" Tanya Bimo judes.
Ali menggelengkan kepalanya, "Kali ini gue bener-bener gak ada niat buat nyakitin dia lagi."
"Bullshit lo sejak dua tahun lalu belum berubah," balas Bimo.
"Kali ini gue serius, Bim. Gue nyesel udah nyakitin Prilly," ujar Ali lagi.
Bimo memutarkan bola matanya, "Lo punya lebih dari satu kesempatan, gue ralat, lo punya seribu kesempatan untuk menghargai ketulusan Prilly. Tapi, lo malah memilih untuk nyakitin Prilly beribu kali."
"Bim, gue mesti gimana?" Tanya Ali frustasi.
"Berhenti disana, jangan gangguin hidup Prilly lagi," balas Bimo dengan enteng.
"Gue gak bisa," tutur Ali.
"Kenapa sekarang lo baru bilang gak bisa? Kemana aja lo selama ini hah?! Bukannya ini sesuai sama rencana awal lo? Lo cuma pengen Prilly pergi dari hidup lo?" Tanya Bimo bertubi-tubi.
"Gue merasa nyaman sama dia, Bim," balas Ali.
"Tapi, dia udah gak nyaman sama lo," balas Bimo kembali.
"Gue udah gak punya kesempatan ya?" Tanya Ali.
"Tuh lo tau, jadi mendingan sekarang lo mundur dan berhenti buang-buang waktu lo," ujar Bimo jujur.
"Gue mau kita berakhir dengan baik-baik," ujar Ali.
"Lo udah nyakitin dia sebegitu kejinya dan lo berharap dia untuk baik-baik aja? Lo kehilangan akal, bro," balas Bimo.
Ali menggelengkan kepalanya, "Gue..." bahkan Ali kehabisan kata-kata untuk menjawab Bimo.
"Gue menyesal," Ali mengusap wajahnya kasar dan frustasi.
"Gue ingin menyampaikan satu hal, Li."
"Gue mau minta tolong sama lo sebagai orang yang mencintai Prilly, tolong jangan patahin hati dia lagi. Dia terlalu lemah untuk lo jatuhin berkali-kali, kalau lo gak bisa memberi dia kebahagiaan setidaknya berhenti untuk merampas paksa kebahagiaannya." Ujar Bimo sambil menepuk pundak Ali pelan.
Ali terdiam di tempatnya, semua yang terjadi sekarang diluar kendali dan ekspetasinya. Mengapa di hatinya terselip sebuah rasa tidak terima?
"Lo? Suka sama Prilly?" Tanya Ali terbata.
Bimo mengangguk mantap, "Meskipun dia belum suka sama gue. Setidaknya, gue gak akan menjadi bajingan kayak lo, yang cuma bisa nyakitin dia."
"Sejak kapan?" Tanya Ali kecewa.
"Kayaknya itu privasi, Li. Mendingan lo fokus sama kehidupan lo dan Ghina, genggam erat orang yang lo cinta dengan baik," pesan Bimo bijak.
Ali mengalihkan pandangannya ke arah tangannya yang kosong tidak menggenggam apapun, mungkin selama ini ia sedang menggenggam sebuah harapan kosong.
* * *
"Maxime Bouttier," absen Ali.
"Hadir!"
"Fatharino," panggil Ali.
"Disini."
"Indah Julia," panggil Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfiction⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...