32. I Need You

2.6K 313 98
                                        

Prilly melangkah dengan buru-buru hingga ia tidak menyadari bahwa ada orang di depannya dan benar saja ia tidak sengaja menubruk salah satu di antara mereka. Hal itu membuat minuman di tangan orang itu tumpah dan mengenai baju keduanya.

Prilly mendongakkan kepalanya sambil mengumpat dalam hati, "Sorry banget."

Matanya sedikit terkejut ketika bertemu pandang dengan orang tersebut, "Gue tadi lagi buru-buru. Baju lo jadi basah." Prilly menatap orang tersebut dengan raut bersalah.

Orang tersebut tersenyum kecil, "Gapapa, dikit doang kok."

"Kayaknya kita butuh bicara," imbuh orang yang sama, yang tak lain dan tak bukan adalah Gritte.

Mimik wajah Prilly terlihat sendu, "Lo benar, kita harus meluruskan semua kesalahpahaman yang terjadi."

Kemudian, Gritte dan Prilly berjalan menuju halaman belakang sekolah. Tempat yang sangat cocok untuk bertukar pikiran karena tidak terlalu banyak manusia yang berlalu lalang disana.

"Gue harus mulai dari mana?" Tanya Gritte.

"Gue yang harus memulainya dengan kata maaf, karena gue selalu menyulitkan lo dan menyakiti lo dengan keegoisan gue." Balas Prilly.

"Gue juga mau minta maaf, karena gue meninggalkan lo disaat lo butuhin gue," lanjut Gritte.

Prilly tersenyum formal, "Kenapa semuanya jadi canggung ya?"

Gritte mengendikkan bahunya tidak tahu, "Bisa nggak kita berteman kayak dulu lagi?"

Prilly mengangguk semangat, "Tentu aja! Lo bahkan selalu menjadi sahabat terbaik gue. Dan, gue kangen banget sama lo."

"Gue juga sama, Pril, kangen banget sama sifat keras kepala lo." Gritte tertawa jenaka, "Terus gimana ceritanya lo bisa berhenti ngejar-ngejar Ali?"

"Lo tau?" Prilly bertanya dengan tidak sabaran.

"Semua orang juga tau, Pril, kalo lo udah gak seagresif dulu lagi. Bahkan lo udah jarang kelihatan berinteraksi sama Ali," ujar Gritte terkekeh.

Prilly ikutan terkekeh, "Benar kata lo, gue gak bisa terus-terusan egois dan menyakiti Ghina. Untuk itu, gue memilih mundur."

"Oh iya, gimana keadaan lo selama ini? Apakah lo baik-baik aja?" Tanya Prilly.

Gritte menghela napasnya, "Ya begitulah, Pril. Beberapa kali gue notis kalo ada hal-hal yang kurang dalam hidup gue."

Prilly menatap Gritte dengan tatapan yang sulit diartikan, "Gue juga merasakan hal yang sama, Te. Sebenarnya, gue gak terlalu paham sama masalah yang terjadi diantara kita, kenapa sih bisa sampe diam-diaman selama lima bulan."

"Iya, Pril. Kita harus ngabisin banyak waktu bersama, untuk menebus waktu yang kita sia-siakan." Ujar Gritte.

"Cerita panjang apa yang udah gue lewatkan?" Tanya Gritte yang membuat Prilly terkekeh.

"Gue ngelakuin dosa besar, gue kayaknya bener-bener masuk ke dalam perangkap sendiri," cicit Prilly membuat Gritte kebingungan.

"Tentang?"

"Setelah gue mutusin untuk berhenti ngejar-ngejar Ali, sikap dia ke gue berubah total." Ucap Prilly dengan nada menggebu-gebu. Satu hal yang Gritte sadari, Prillynya masih sama, selalu berapi-api dan berbinar saat menyebut nama Ali.

"Berubah? Makin jahat?" Tanya Gritte.

Prilly menggeleng keras, "Bukan! Tapi, kayaknya dia mulai ada rasa ke gue. Ini serius, Te, gue gak halu atau kebaperan doang!"

"Dia beberapa kali nganterin gue pulang, bahkan dia jadi guru private TOEFL karena gue gak lulus kemarin. Bahkan dia ngomongnya mulai pake aku-kamuan. Terakhir, dia bilang dia mau ngasih kepastian buat gue. Dia mau ngeyakinin dirinya sendiri, untuk milih Ghina atau gue," bahkan lengkungan sempurna di bibir Prilly tidak dapat ia sembunyikan.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang