Prilly keluar dari rumahnya dengan langkah gontai, lagi-lagi ia harus mengalami perdebatan yang melelahkan dengan ibunya. Perdebatan dengan topik yang sama, yang tidak pernah memiliki jalan keluar. Selain teriakan dan ancaman dari mulut ibunya.
Sebuah telapak tangan menutup mata Prilly, "Sekarang, lo boleh nangis." Prilly kenal dengan suara ini, orang yang kembali menghantui hidupnya setelah ia memutuskan untuk menjauh.
Tubuh Prilly terlihat bergetar, Ali memeluk Prilly dari belakang. Berusaha menyalurkan rasa hangat dan nyaman. Sesekali ia mengecup puncak kepala Prilly, "Semuanya akan baik-baik aja, karena gue gak akan ngebiarin lo ngerasain sakit sendiri lagi."
"Ali," panggil Prilly pelan.
"Iya, gue disini, Pril. Gue gak akan pergi kemana-mana lagi. Sekalipun lo nyuruh gue pergi, gue akan tetap di sisi lo," balas Ali.
"Ali, kenapa harus gue?" Tanya Prilly dengan nada frustasi. Prilly menggenggam tangan Ali yang berada di perutnya, "Gue rasanya gak kuat ngehadapin semua ini sendirian, Li."
"Lo gak harus ngerasain sakit ini sendirian, Pril. Lo bisa bagi sakitnya ke gue. Gue janji, lo selalu bisa ngandelin gue, Pril. Sekarang lo mau lampiasin rasa sakit lo? Lo boleh pukul gue semau lo, lo boleh nampar gue, lo boleh tonjok gue, selama itu bisa ngurangin kesedihan lo. Gue gapapa, Pril." Ujar Ali sambil membalikkan tubuh Prilly.
Ia mengusap air mata di wajah Prilly, "Gue mau lo janji satu hal sama gue, Pril." Prilly menatap Ali dengan tatapan bingung.
Ali mengecup kelopak mata Prilly, "Lo bebas nangis dan ngeluarin kesedihan lo, tapi cuma di depan gue. Biarin tangan gue yang ngusap air mata lo dan bahu gue yang menjadi tempat saat lo mau nyembunyiin isakan lo."
Prilly mengulas senyum tipis, "Ali, gue banyak ragu. Gue takut gue gak bisa bahagia kalo milih lo."
Ali menatap tepat di bola mata Prilly, ia benar-benar serius dengan ucapannya, "Gue minta maaf karena udah nyakitin lo terlalu dalam. Gue bisa ngerti kok kalo lo masih ragu sama gue. Tapi, tolong biarin gue pelan-pelan ngasih lo kebahagiaan."
"Dunia mungkin jahat sama lo, tapi gue gak akan jahat lagi sama lo, Pril. Karena..."
"Karena, kali ini gue serius. Gue cinta sama lo." Imbuh Ali sambil mendekap Prilly dari depan.
Prilly awalnya ragu, tetapi ia juga membalas pelukan Ali. "Tolong, jangan tinggalin gue lagi ya? Buat gue percaya, kalo pilihan gue emang gak salah," bisik Prilly lirih.
Ali mengangguk dengan tegas, "I will stay with you. Gue janji, Pril, gue gak akan ninggalin lo lagi."
"Li," panggil Prilly dengan nada pelan. Ia telah melepaskan pelukan mereka, sekarang Prilly menatap Ali dengan wajah bersemu. Namun, Prilly rasa ini adalah waktu yang tepat.
"Aliando Syarief," panggil Prilly sekali lagi.
"Iya, Prilly Latuconsina?" Balas Ali meniru panggilan Prilly yang memakai nama lengkapnya.
"Gue mau kita mengulang semuanya dari awal. Dari awal perkenalan," balas Prilly.
Ali mengangguk, "Kalo gitu, kenalin nama gue Aliando Syarief. Gue jomblo dan akan tetap jomblo sampai perempuan di hadapan gue siap untuk membuka hatinya."
"Gue, Prilly Latuconsina. Dan gue udah siap membuka hati untuk laki-laki di hadapan gue," balas Prilly sambil tersenyum manis, sangat manis malah.
Ali termenung di tempatnya, apakah Prilly sedang mengodenya? Maksudnya, apakah Prilly sudah membuka hatinya kembali?
"Aliando Syarief, gue suka sama lo sejak tiga tahun lalu. Bahkan, rasa gue gak pernah berkurang sedikit pun buat lo. Kalo gitu..."
"Lo mau gak jadi pacar gue?" Tanya Prilly dengan nada secepat kilat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfiction⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...