Sudah genap 40 hari, mata Ali terpejam. Prilly sudah sadar dari komanya sejak dua hari yang lalu. Ia masih syok dan enggan berinteraksi dengan siapapun. Tatapannya penuh dengan luka dan kesedihan.
"Ali," bisik Prilly lirih. Tangan Prilly mengalami patah tulang akibat memeluk dan menahan tubuh Ali pada saat itu. Kepalanya juga dipasang perban putih, karena benturan yang cukup kuat.
Sedangkan Ali, mengalami patah leher dan tulang belakangnya bergeser akibat terlempar dengan posisi yang cukup jauh dan keras.
"Pril?" Panggil Vika pelan.
"Mah...," akhirnya Prilly membalas panggilan Vika.
"Iya, Nak. Mama disini," balas Vika sambil menyeka air matanya.
"Mama, Ali—," Mata Prilly mengeluarkan air mata kekosongan.
"Ali, akan baik-baik aja, Sayang. Sekarang, kamu fokus sama kesembuhan kamu ya?" Bujuk Vika yang dibalas gelengan kepala oleh Prilly.
"A...aku, mau liat Ali," ujar Prilly lemah.
Vika menggeleng, "Belum boleh, Sayang. Alinya masih koma dan belum siuman, dia masih belum bisa dijenguk. Sekarang, kamu istirahat ya?"
Prilly menggeleng, "Pril...Ly, cuma mau liat Ali."
Bujukan demi bujukan dikerahkan oleh Vika, namun akhirnya ia menyerah dan mengambilkan kursi roda untuk Prilly. Ia mendorong pelan kursi roda itu menuju ruangan Ali yang hanya berada di seberang kamar Prilly.
Mata Prilly terlihat kosong. Pria di hadapannya terbaring kaku sambil menutup matanya. Wajahnya yang tampan mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Rahangnya mulai menirus. Keadaan itu membuat hati Prilly bagai ditikam ribuan jarum tak kasat mata.
"Ali," panggil Prilly saat mendekati ranjang Ali.
"Bangun, Sayang." Bisik Prilly yang terdengar begitu lelah dan tidak berdaya.
Isakannya lolos begitu saja, hatinya benar-benar sakit melihat orang yang ia cintai berbaring tak berdaya. Bukankah, ia baru saja merasakan bahagia?
Bukankah, Alinya berjanji untuk tidak akan meninggalkan dirinya?
Mengapa laki-laki itu menutup mata dan tidak membalas panggilannya?
Apa Ali kembali membohongi dirinya?
Membodohinya dengan kata-kata penuh cinta dan kembali membuatnya hancur berkeping-keping?
"Ka...kamu hiks bangun."
"Katanya, kamu yang bakalan ngusap air mata aku? Hiks kamu bohong?" Tanya Prilly lagi.
"Aku hiks sedih."
"Ali hiks tolong jangan tinggalin aku."
Isakan Prilly terdengar sangat pilu dan menyayat hati siapa saja. Prilly bahkan meracau dan meraung marah. Vika dan Resi yang berdiri di sana, hanya dapat menatap dengan sedih.
Tuhan, tolong jangan ambil Ali dari sisiku.
Tangan Prilly tidak dapat digerakkan dengan leluasa, ia hanya dapat membelai Ali dalam tangisannya. Kepalanya kembali berdenyut sakit, mungkin akibat dari menangisi Ali terlalu lama.
* * *
Sudah seminggu terhitung sejak Prilly siuman, Ali masih setia memejamkan matanya. Keadaan Ali semakin hari semakin menurun. Hal itu membuat Prilly dipenuhi rasa takut setengah mati. Ia bahkan tidak memiliki nafsu makan dan tidak pernah bisa tidur dengan pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfiction⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...