21. Kekhawatiran Tidak Berdasar

2.6K 285 75
                                    

"Totalnya tujuh puluh tiga ribu, Kak." Ujar kasir di toko kue langganan Mama Prilly. Prilly mengangguk sejenak sambil merogoh isi tasnya, berusaha mencari dompet coklatnya. Ia bahkan menurunkan sebelah tali tasnya, namun ia masih tidak bisa menemukan dompetnya. Prilly menggigit bibirnya, berpikir keras di mana terakhir kali ia meletakkan dompetnya.

"Duh, di mana sih dompet gue," gerutu Prilly sambil terus mengobrak-abrik seluruh isi tasnya.

"Maaf ya, Kak, boleh geser sebentar gak, ya? Biar nanti saya input ulang orderan, Kakak." Prilly menundukkan badannya sambil berkata maaf kepada mbak kasir itu.

"Sialan! Ribet banget kalo punya otak pelupa kayak gue," Prilly menepuk jidatnya dengan keras.

Ia buru-buru mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan di grup kelas.

Prilly L.
Guys, siapa yg masih di sekolah??

Fathar Ganteng.
Gue lg piket pril
Lo mw bantu?

Prilly L.
Gue lagi urgent banget nih

Bimo Sebastian.
Ada problem apa pril?

Father Ganteng.
Lo dipalak preman?

Prilly L.
Lebih parah dari itu gila!!!

Ali Syrf.
Kenapa, Pril?
Gue masih di kelas.
Ada yang bisa dibantu?

Bimo Sebastian.
Cuit cuit
Dinotis sama pak ketua tuch

Prilly L.
No time buat making fun-.-

Rassya.
Lo lg dimana?
Biar gue jemput

Tak lama, ponsel Prilly berdering dan layarnya menampilkan panggilan suara dari unknown number. Prilly menekan tombol merah karena ia rasa sudah bukan waktunya lagi untuk menerima panggilan dari nomor tidak dikenal.

Namun, nomor tidak dikenal itu kembali menghubunginya, hal itu membuat Prilly menghembuskan napas kasar.

"Halo? Ini siapa sih? Salah sambung? Gue tutup, bye." Ujar Prilly hendak mengakhiri panggilan itu.

"Ini Aliando Syarief, Pril," mata Prilly terbelalak lebar.

Darah yang mengalir di tubuhnya seolah berhenti memompa, pendengarannya mulai hening hanya karena sebuah suara yang tidak lagi asing untuk Prilly.

"Halo, Pril? Lo baik-baik aja 'kan?" Prilly mencengkram erat ponselnya, mulutnya terasa kaku hanya untuk sekedar menjawab panggilan dari Ali.

"Gue Ali, Pril. Lo kedengaran suara gue, gak? Lo share location sekarang, biar gue kesana," lagi dan lagi Ali memborbardir Prilly dengan kalimat-kalimatnya, yang terdengar khawatir.

Prilly merasa asing dengan keadaan ini, ia hanya tidak pernah merasa sebahagia ini, ah maksudnya Prilly hanya bingung dan belum pernah berada di posisi seperti ini. Keadaan ini tidak pernah terlintas di otak Prilly, ini sangat mengejutkan dirinya.

"Prilly Latuconsina, tolong lo jawab gue. Jangan buat gue khawatir."

Prilly tersadar dari lamunannya, "Iya, gue denger, Li."

"Astaga, lo buat gue jantungan tau, gak? Terus, lo lagi di mana sekarang?" Terdengar suara helaan napas lega di seberang sana.

Prilly menggembung pipinya, berpikir tentang segala kemungkinan yang akan terjadi jika Ali benar-benar mendatanginya.

"Li," panggil Prilly pelan.

"Ya? Lo butuh bantuan apa, Pril? Cepat kasih tau gue," lagi dan lagi Ali membalas ucapan Prilly dengan tidak sabaran.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang