24. Perasaan Yang Cukup Tau Diri

2.4K 290 74
                                    

"Gue ketemu sama Bani," bisik Prilly kepada Rassya.

Rassya melirik dengan raut terkejut, "Di mana?"

"Dia lagi di sekolah kita," balas Prilly masih dengan volume suara kecil.

"Dia gak bilang apa-apa ke lo 'kan?" Prilly menggeleng seadanya.

"Bukannya dia udah tamat ya?" Tanya Rassya sekali lagi. Prilly mengendikkan bahunya, "Mungkin."

"Lo gapapa 'kan?" Prilly menggeleng dengan lesu, lagipula pertemuannya dengan Bani tidak berakhir dengan pertengkaran yang berarti.

"Dia cuma nanya kenapa gue gak mau ketemu sama bokap," balas Prilly.

"Gue gak suka dia ikut campur ke dalam masalah keluarga gue, lagian dia juga orang luar." Rassya mengangguk mendengar ucapan Prilly.

"Mungkin bokap lo kangen sama lo?" Duga Rassya yang membuat Prilly menghela napas, "Kemarin-kemarin sih, dia sempat ngecall mau ngajak makan malem bareng."

"Tuh, gue bilang juga apa. Yaudah, jangan terlalu dipikirin, Pril. Jalanin aja dulu, lagian niat Bani juga gak jahat," balas Rassya.

"Pril, Prilly! Dicariin si Ali tuh," teriak teman sekelas Prilly dari arah pintu.

Prilly melirik ke arah Rassya sebentar sambil menaikkan alis, Rassya mengendikkan bahunya pertanda tidak tahu. Setelah itu, ia berjalan ke arah pintu sambil menghampiri orang yang meneriakkan namanya.

"Ngapain dia nyariin gue?" Tanya Prilly yang dijawab dengan gelengan tidak tahu.

"Alinya di mana?" Tanya Prilly lagi.

"Di perpus, buruan gih," Prilly mengangguk lalu berjalan ke arah perpustakaan sekolah.

Dalam hati, Prilly terus merapalkan doa dan meminta kepada Tuhan untuk tidak memberikannya cobaan lagi. Berdekatan terlalu lama dengan Ali, membuat kesehatan jantung dan logikanya menurun.

Sesampainya di depan perpustakaan, Prilly melirik melalui pintu kaca dan mencari keberadaan Ali. Ia menangkap tubuh Ali dari belakang yang sedang menyusun beberapa buku paket di atas meja. Sebelum benar-benar mendorong pintu kacanya, Prilly merapikan rambutnya dan menarik napas panjang.

"Ali? Kenapa nyariin gue?" Prilly bertanya tanpa basa-basi.

"Eh, lo udah dateng, Pril. Kata Miss Jessie, lo remed TOEFL," ujar Ali membuat Prilly mendengus sebal.

"Cuma gue seorang?" Tanya Prilly penasaran.

Ali mengangguk, "Nilai lo kurang dikit doang padahal."

Wajah Prilly terlihat murung, "Padahal gue udah belajar mati-matian untuk TOEFL."

"Lo butuh bantuan gue gak?" Tanya Ali dengan nada lembut.

Prilly menggeleng, "Gak usah, Li. Gue gak mau ngerepotin lo."

"Enggak ngerepotin kok, udah tugas gue sebagai teman sekaligus ketua kelas." Jawaban Ali membuat Prilly mendesah lesu. Prilly tidak ingin munafik bahwa ia berharap Ali benar-benar mengajarinya, karena Prilly tahu Ali memang master dalam bahasa asing bertaraf internasional itu, bahasa inggris.

"Gapapa, Li. Gue bisa belajar dari Rassya atau Indah, ada Maxime, Fathar, dan Dino juga kok," ujar Prilly terdengar ragu.

"Nilai temen-temen lo semua pas-pasan, apalagi Dino. Dia lagi lucky aja mungkin," jawab Ali.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang