8. Kado Yang Tertukar

4.3K 565 63
                                    

"Selamat ulang tahun, Li!" Prilly melebarkan senyumannya sambil mengulurkan tangannya.

"Makasih," ujar Ali tersenyum dan menjabat tangan Prilly sebentar.

"Ini kado dari gue, nasi gorengnya dimakan ya! Kado yang satu lagi, dibukanya di rumah aja," ujar Prilly.

Ali hanya mengangguk dan berlalu dari hadapan Prilly. Prilly mengekori langkah Ali, "Oh iya, Li. Doa gue buat tahun ini dan seterusnya itu cuma satu, semoga kita makin langgeng! Semoga umur lo panjang, biar kita bisa nenghabiskan hari tua bersama."

"Aku cinta sama kamu!" Seru Prilly lagi. Tidak ada respon dari Ali, ah tidak, bahkan lirikan saja tidak ada.

"Li, lo dengerin gue gak sih?" Tanya Prilly kesal.

Langkah Ali tiba-tiba berhenti, ia membalikkan badannya sambil menatap Prilly tajam. "Makasih karena doa lo bakal jadi kebalikan, jangan buat mood gue hancur di hari spesial gue," balas Ali sarkas.

"Hancur? Bukannya gue mewarnai masa SMA lo?" Tanya Prilly.

Ia tertawa kecil mendengar ucapan Ali, karena baginya Ali adalah moodboosternya.

"Lo mewarnai hari-hari gue dengan tingkah norak lo! Kelam," ungkap Ali sadis.

"Kalo gitu gue akan mewarnai hari lo dengan warna cerah, gimana?" Tanya Prilly terkekeh kecil.

"In your dream," ketus Ali.

"Kalo itu cuma mimpi, tolong jangan bangunin gue," balas Prilly.

"Kalo perlu gak usah bangun lagi selamanya," balas Ali sarkas.

"Entar kalo lo rindu sama gue gimana dong? Kata Dilan, rindu itu berat."

Prilly memajukan langkah berusaha menggapai lengan Ali. Untung saja Ali lebih sigap, ia dengan tangkas memundurkan dirinya.

"Jangan pernah nyentuh gue! Najis tau gak?" Ali melirik sinis Prilly.

"Gue cinta sama lo! Kapan lo sadarnya sih?" Tanya Prilly dengan kesal.

"Lo tanya kapan gue sadarnya? Bahkan gue udah sadar sejak tingkah murahan lo itu semakin menjadi-jadi! Cowok itu banyak, bukan cuma gue! Jangan jadiin seolah-olah gue orang jahat dalam hidup lo, karena lo yang menyakiti diri lo sendiri. Lo harus sadar akan hal itu." Ujar Ali dingin.

"Lo gak bisa sekali doang kasih gue kesempatan? Kasih gue ruang di dalam hati lo? Cuma sekali, Li," pinta Prilly sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Kalo gue ngasih satu kesempatan buat lo, bukankah gue jadi lebih jahat lagi? Lo makin berharap dan lo makin tersakiti. Karena seharusnya lo udah tau jawabannya, kalo gue gak bisa, Pril." Prilly mengangguk lesu.

"Maaf karena gue udah hancurin hari spesial lo," ujar Prilly sedih.

"Lo cuma perlu minta maaf sama diri lo sendiri, karena lo udah terlalu maksain hati lo untuk hal-hal yang melebihi batas kemampuannya. Lo akan lebih-lebih tersakiti lagi kalo masih harepin gue," balas Ali dengan nada melunak.

"Ijinin gue untuk berjuang, Li," bisik Prilly lirih.

Ali menghela napasnya kasar, selalu saja Prilly seperti ini, sudah ditolak masih saja ingin berjuang.

"Sampai kapan lo mau nyakitin diri lo sendiri?" Tanya Ali.

"Dua tahun yang lalu, lo pernah bilang sama gue kalo lo bakal memprioritaskan orang yang cinta sama lo. Terus kenapa lo gak prioritasin gue? Tapi lo malah nganggep gue itu seolah sampah, dan gak layak buat nerima cinta lo." Balas Prilly dengan balik bertanya.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang