Shevanya Davira Adriana

91.1K 6.9K 1.3K
                                    


Jangan lupa tinggalkan jejaknya berupa vote dan komentar di setiap paragrafnya ♥️

***

NEW VERSI, DISARANKAN UNTUK BACA ULANG

***

"Ibarat warna, hidupku adalah abu-abu. Terlalu datar, semu dan sulit ditebak akan maknanya."
—Shevanya—

🦄

"ANYAA! Tolong ambil jemuran di depan! Bentar lagi hujan!" Sang pemilik nama hanya bergumam malas sambil memainkan hago di ponselnya.

"ANYAA!"

"NANTI MAH! TANGGUNG NIH AKU LAGI PERANG!" teriaknya kesal-- merasa terganggu.

"Perang-perang gundulmu! Mana ada perang di kasur. Udah cepet sana angkat jemurannya! Jangan jadi orang pemalas!"

"Ihh nanti aja kenapa sih. Belum hujan juga.”

Nani-- mamahnya Sheva, hanya bisa menghela nafasnya panjang. Menghadapi si Shevanya sang anak sulung itu membutuhkan kekuatan yang super ekstra. Apalagi dengan sifatnya yang super mager.

"Lebih cepat lebih baik Anya!"

"Kenapa gak suruh Danis si anak kesayangan mamah aja si!"

"Danis itu masih kecil. Kamu yang sudah SMA, harusnya bisa menjadi contoh kakak yang baik. Bukannya malah jadi pemalas dan suka menentang!"

"Bener kata mamah kamu Anya. Semakin besar, seharusnya kamu harus bisa bersikap lebih dewasa. Bukannya masih bersifat kekanak-kanakan! Kurangin sifat malesnya itu! Kamu lihat si Citra, dia jus ...."

Mulai deh ...

"Udah, stop. Anya itu emang masih kecil! Jangan banding-bandingin Anya sama Citra. Setiap anak itu punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing! Anya gak suka kalau mamah sama papah selalu ngebandingin Anya sama Citra!" Sheva kesal. Dirinya paling tidak suka  dibandingkan dengan orang lain. Sisi sensitifnya muncul ketika orang membicarakannya termasuk orang tuanya sendiri. Sheva, termasuk gadis yang keras kepala dan sangat sensitif pada sesuatu hal yang terlihat mengganggunya. Sedikit info, Citra itu tetangganya yang super ngalim.

Sedari dulu, Sheva sering diperlakukan beda dan tidak adil oleh keluarga dari Nani, terutama budhenya. Tapi karena saat itu Sheva masih kecil, dia tidak terlalu mempedulikannya. Pikirnya, kakek neneknya sering memanjakannya dan menuruti apa yang dia mau. Jadi, dia tidak terlalu bersedih dan memikirkan hal itu. Tapi semenjak ada Danis, semuanya berubah.

"Kamu ini! Dibilangin hal bener malah ngebantah. Mau jadi anak durhaka kamu?! Kami menyekolahkan kamu itu bukan untuk ngebantah ucapan kami! Apa yang guru ajarkan kepada kamu di sekolah sampai-sampai kamu jadi berani sama orang tua?!" ucap Ayahnya tegas.

Astaga. Rasanya Sheva ingin menangis. Selalu seperti ini. Dia selalu salah di hadapan orang tuanya. Memangnya kurang apa dengan prestasi membanggakan yang dirinya raih di sekolah untuk membuat orang tuanya merasa berhasil mendidiknya? Karena memang hanya lewat prestasi akademik lah yang bisa dia lakukan untuk kedua orang tuanya. Soal fisik? Sheva lemah.

"Terserah deh. Anya cape karena selalu salah dihadapan kalian! Anya mau tidur aja, ngantuk!" Dengan sekali hentakan, pintu kamarnya tertutup rapat hingga menimbulkan bunyi debuman.

SHERENA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang