Seungcheol - Comfort Zone Pt. 1

7.2K 624 84
                                    

I decided to make a Seungcheol series. Karena di chapter sebelum ini, Hoshi menang 26 votes, Seungcheol 22 votes. But, beberapa dari kalian double vote. Aku hitung per orang dan hasilnya Seungcheol 22 votes, Hoshi 17 votes. Clear? 😋 Next series can be Hoshi's—okay! ❤️ Enjoy this one first. Xoxo 😘

______

Gue pacaran sama Seungcheol bukan cuma satu atau dua bulan. Seharusnya, gue ngerti kalau dia adalah orang sibuk yang hampir seluruh hidupnya didedikasikan buat kepentingan organisasi kampus. Tapi entah kenapa, hari ini gue bener-bener sakit hati.

"Mbak, lo ngapain masih di situ?" tanya Minghao—junior gue di UKM Jurnalistik yang barusan dateng sambil nenteng satu cup es cokelat dan kentang goreng. "Udah kelar kan ya edit artikelnya? Soalnya komputer mau gue pakai buat edit info grafis."

"Pakai aja, Hao," jawab gue sambil berdiri dari kursi dan nenteng ransel hitam yang tadi gue taroh di deket rak buku. "Gue nungguin hujan reda tadi."

"Hujannya udah reda dari tadi." Minghao ketawa.

Mau nggak mau gue ikut ketawa menyadari betapa klise dan anehnya alasan gue barusan. Minghao ada di basecamp dari tiga jam yang lalu, bareng gue karena sama-sama nungguin hujan kelar. Dia pamit ke McDonalds begitu hujan reda, 30 menit lalu, buat beli kentang goreng dan es cokelat. "Lo galauin Mas Seungcheol ya?"

"Ih, apaan," sanggah gue cepat. "Seungcheol sibuk nyiapin acara Open House acara BEM kali, Hao."

"Ya itu yang bikin lo galau, Mbak." Minghao mengambil alih kursi komputer, membuka kentang gorengnya, sementara gue duduk di kursi sebelah. "Makan nih, lo pucet banget mukanya. Jadi takut, gue."

"Makasih, Hao," kata gue sambil nyomot dua kentang goreng dari paper bag-nya. Minghao mulai asyik bikin desain info grafis soal sejarah UKM Jurnalistik buat konten Instagram, sementara gue asyik ngabisin kentang goreng doi. Sesekali ngeliat hape, berharap Seungcheol nelpon—atau at least ngechat buat minta maaf, mungkin?

__________

Tadi pagi, gue hampir telat masuk kelas pertama jam 7.30 karena Seungcheol nggak ada kabar. Kalau nggak bisa jemput, biasanya dia ngabarin dari malem sebelumnya jadi gue bisa bilang ke abang minta anter. Atau nelpon Sejeong minta tebengan. Tapi semalam nggak ada kabar sama sekali jadi gue anggap dia kesiangan dan udah otw rumah gue.

Nyatanya, sampai jam 7.20 belum ada tanda-tanda. Akhirnya gue mutusin buat naik taksi karena Joshua udah berangkat duluan dan Sejeong udah sampe kampus. Gue ngabarin Seungcheol kalo udah di dalem taksi jadi dia bisa langsung ke kampus.

Apa yang gue dapat?

Choi Seungcheol
Aku lupa ngabarin, maaf.
Aku baru balik dari basecamp BEM jam 2 pagi tadi dan barusan bangun.
Nanti sore balik sendiri juga, ya.
Aku ada rapat persiapan Open House.
8.39am read

(Gue)
Yah, bukannya kamu udah janji mau nganterin aku ke toko buku juga nanti sore?
Mau cari literatur buat tugas mata kuliah Kajian Media, kan 😟
9.21am read

Choi Seungcheol
Sendiri dulu bisa, kan?
Jangan tergantung sama aku terus, Sayang.
Ok? Jangan manja 👍
10.14am read

Dan gue cukup sakit hati ngeliat jawaban Seungcheol meski kelihatan banget nggak ada niat dari dia sengaja bikin gue gondok. Terbukti dengan kata 'Sayang' yang dia cantumkan di sana. Tapi ...

Tergantung sama aku terus?

Jangan manja?

Please, gue nggak ketergantungan sama dia. Gue bisa kemana-mana sendiri dan gue nggak manja. Ini bukan soal ketergantungan atau manja-manjaan. Ini soal janji, dear Seungcheol. :))

Tadinya, Sejeong ngajakin gue buat nyari literatur ini barengan. Tapi gue inget kalau hari ini Seungcheol ngajakin jalan, dan dia okay aja kalau sekalian mampir toko buku.

But it turns out like this.

Sejeong pasti udah pergi duluan. Dan gue akhirnya jalan sendirian.

__________

Setelah sukses ngosongin paper bag kentang goreng Minghao dan nyolong-nyolong dikit es cokelatnya, gue pamit balik. Nggak beneran balik, sih, pesen taksi online ke Great Mall karena mau cari literatur, kan.

Menghabiskan 40 menit perjalanan karena macet, gue sampai juga.

Buru-buru gue masuk ke dalam Great Mall dan menuju lantai 3, tempat toko bukunya. Lumayan sepi, jadi gue bisa leluasa nyari literatur tentang buku. Yes, nyari buku tentang buku. Bisa bayangin? Susah banget, hiks. Tadinya kalo gue sama Seungcheol kan bisa mencar biar lebih cepet tapi ternyata pacar gue—

Bugh.

Gue nabrak orang pas belok dari rak nomor 2 ke rak nomor 3. Untungnya, orang tadi nggak kenapa-kenapa.

Tapi gue yang jatoh.

Mampus, malu banget jatoh gelangsar di toko buku ini. Ah ... hidup gue hari ini rada kenapa sih.

"Sorry, gue nggak lihat tadi ada ..."

Gue nggak bermaksud motong kalimatnya. Gue cuma ngedangak dan nerima uluran tangannya yang mau bantuin gue berdiri. Tapi dia kaget ngeliat gue dan sedetik kemudian gue tahu alasannya.

Dia adalah Wen Junhui, mantan pacar waktu SMA yang mutusin gue karena mau ngelanjutin kuliah di Tiongkok.

Kenapa lagi sekarang ini orang ada di sini?!

__________

So, here we go—Seventeen Imagine's new series! I'm tryin' da new style of Imagine writing. More like novel, huh? 😂

Kindly drop your votes and comments, dear Readers! Love ya!

Xoxo, N.

Seventeen Imagine 1.0 [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang