Malaikat 194
Tidak ada yang abadi. Mungkin itu hanya berlaku di dunia manusia. Tapi di sini, semuanya abadi. Semua dewa di sini tidak menua sedikitpun. Ingin rasanya bertanya, apakah dewa dapat mati juga? Apakah utusan-utusan yang tak terlihat di mata manusia dapat mati juga? Berapa kali kah seseorang mati?Entah sudah berapa kali aku melihat kematian manusia. Mungkin sudah beribu kali setelah aku masuk ke dunia baru ini. Namun tak ada satu pun yang aku kenal di sini ketika aku mengajak mereka untuk meninggalkan dunia mereka. Apakah mereka ke neraka atau ke surga? Atau memang sama sepertiku, namun di tempat lain? Seandainya ini dunia manusia, aku pasti sudah mencari tahu semua pertanyaan yang selalu membuatku penasaran.
Jika ini dunia manusia, maka sudah 7 tahun 11 bulan aku di sini. Rasanya begitu membosankan untuk 'memanggil' mereka untuk menghadap 'Dia'. Ternyata ada begitu banyak manusia di bumi, dengan berbagai watak.
Aku ingat sekali ketika aku ditugaskan untuk memanggil seseorang ketika ia sedang mengobati pasien. Kalau tidak salah namanya dr. Harry Chandra (34). Dia seorang dokter umum di rumah sakit. Karena terlalu bersemangat untuk mengobati para pasien nya, dia sampai lupa untuk mengurus dirinya. Untuk makan pun dia tidak sempat. Dia 'dipanggil' karena kelelahan dalam bekerja. Padahal, dia bisa mengobati dan menasihati orang lain, namun tidak dengan dirinya. Dia dipacu oleh sumpah dokter yang dulu pernah ia ikrarkan ketika ia meraih jubah dokter. Dengan perasaan menyesal terhadap dirinya sendiri, ia hanya bisa melihat raga nya tergeletak di samping pasien yang hendak ia obati hanya dengan memakai alas kaki sebelah kiri.
Aku paling tidak sanggup ketika aku harus memanggil anak bayi. Mengapa anak sekecil itu harus menghadap Dia secepat itu? Untuk apa Dia menciptakan anak sekecil itu jika Dia datang ke dunia hanya untuk dipanggil kembali. Bahkan aku pernah kebingungan bagaimana aku harus mengajaknya. Namun, Dia pasti tahu, bahwa memanggil anak bayi adalah hal paling sulit. Jadi Dia selalu memberi kemudahan dengan selalu memberi senyuman di wajahku dan di wajah bayi itu.
Belum lagi dengan jiwa yang hilang, yang membuat daftar pekerjaanku semakin panjang dan lama. Sudahlah, mungkin jika ku ceritakan bagaimana pengalamanku untuk bertugas, tidak akan ada habisnya. Yang terpenting, tinggal sebulan lagi aku melakukan tugas yang membosankan ini. Setelah ini aku akan dapat liburan untuk menikmati kehidupanku sebagai manusia, walaupun dengan keadaan tidak terlihat dan hanya dalam jangka waktu satu bulan.
"Aku telah menyelesaikan tugasku hari ini. Ini laporan yang telah aku selesaikan hari ini," kataku.
"Mengapa cepat sekali? Ini masih pukul 5," kata Tao, teman sebayaku sekaligus atasanku.
"Aku ingin cepat menyelesaikan tugasku untuk mendapat liburan tahun depan," kataku sambil tersenyum kecil.
"Aaa, rumor 8 tahun. Apa kamu percaya dengan hal itu?" tiba-tiba Tao membuat hatiku menciut.
"Jika aku percaya, mungkin itu akan terjadi!" kataku memberi semangat kepada diriku sendiri.
"Baiklah, aku tidak akan menghalangi imajinasi mu," katanya sambil menepuk bahuku.
Apaaaaaa, rumor 8 tahun? Itu hanya rumor? Aku harap itu bukan rumor, namun kenyataan!!
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan teman!" katanya sambil membuyarkan pikiranku.
"Apa! Kamu sok tahu!"
Aku pergi menjauh. Dia memang atasanku, tapi apa salahnya dia mengajukan rumor tersebut ke Sekretaris Surga supaya dikabulkan. Sampai saat ini aku tidak percaya, bahwa temanku ini adalah atasanku. Mengapa sampai saat ini tidak ada kemajuan dalam kepemimpinan dia dalam mensejahterakan bawahannya?
Tao
"Akh, pekerjaanku menumpuk! Semuanya hanya laporan di mejaku. Kenapa Malaikat 194 itu tidak pernah peka terhadapku! Bukan salahku jika aku sebagai atasannya di sini. Ini salah Dia!" (Tiba-tiba suara gemuruh terdengar)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana & Malaikat 194
Fantasy• TAMAT • "Aku bukanlah laki-laki kuat seperti yang kau pikirkan. Aku bukanlah laki-laki sempurna yang bisa melindungi mu setiap saat. Tapi aku adalah laki-laki yang selalu berusaha untuk tetap ada untuk seseorang yang aku sayangi seperti kamu. Aku...