Arsent
Mungkin ini adalah jalan terbaik yang dapat aku tempuh saat ini. Setidaknya pikiranku masih mengetahui mana yang baik atau yang jahat. Dengan menemui Sekretaris Surga yang dikenal sebagai 'hakim', pasti bisa menimbang apa yang telah aku lakukan."Heiiii, melamun aja, Pak?" tepuk Hana dari belakang.
"Eh, kamu Hana. Aku kaget loh,"
"Maaf, Pak."
"Sudah bagaimana kabar temanmu itu?"
"Oh, sudah mulai baikan. Hari ini dia sudah boleh kembali ke rumah. Oh, ya, kebetulan Bapak dicari sama Pobre,"
"Oh, ya?"
"Iya, jadi saya ingin ajak Bapak untuk ke rumah nanti sore,"
"Saya tidak janji, ya, Hana. Karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan."
"Oh, ga apa-apa kalau begitu, Pak. Kalau memang ada waktu, datang ke rumah, ya. Pobre mencari anda."
"Kamu sudah tidak sungkan lagi untuk mengajak saya ke rumah kamu,"
"Untuk apa harus merasa sungkan? Pobre juga mempercayai anda, walaupun dia membenci anda, jadi bagaimana lagi dengan saya?"
"Okelah kalau begitu. Kalau saya ada waktu, ya."
"Ok, Pak! Ditunggu!"
"Ok!!"
Apa laki-laki itu sudah mengetahui bahwa aku sudah bekerja sama dengan rekannya? Secepat inikah gosip beredar? Rasanya tidak mungkin.
Malaikat 194
"Tolong pelan-pelan Hana, kepala dan kakiku masih sakit,""Iya, iya, bawel deh."
Kepalaku masih diperban, begitu juga dengan kakiku. Bahkan aku harus dibantu kurk agar bisa menopang kakiku yang diperban. Risih sekali.
"Oh, ya, Pobre. Begini.."
Ada apa dengan Hana? Tiba-tiba malu begitu. Tidak seperti biasanya.
"Ada apa?"
"Erm, kamarmu kan ada di atas. Sepertinya terlalu repot jika kamu harus ke atas saat ini. Jika kamu di atas, aku tidak bisa cepat merespon apa yang kamu butuhkan,"
"Oh, aku mengerti Hana. Baiklah, aku juga tidak ingin merepotkanmu. Aku tidur di sini saja," kataku sambil menunjuk sofa yang pertama kali aku gunakan untuk tidur di rumah Hana.
"Bukan itu maksudku. Kamu bisa tidur di kamarku sementara,"
"Hah?"
"Jangan kaget gitu dong! Aku sedang melakukan hal yang baik!"
Aku kaget. Terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Hana. Aku tidak menyangka saja.
"Kamu serius Hana? Tapi, sebaiknya aku di sini. kamu akan tidur di mana jika aku tidur di kamarmu?"
"Hahaha, kamu memikirkan aku tidur di mana? Aku bisa tidur di sini!" kata Hana sambil menunjuk sofa legendaris itu.
"Tidak bisa! Mana bisa seorang gadis tidur di sini! Tidur di sofa ruang tamu? Ohoo, tidak bisa!"
"Sudah, sudah! Jangan bawel. Sekarang ikuti aku! Jangan membantah!"
"Baiklah, Nona Hana." kataku pasrah.
Mau bagaimana lagi, aku dipaksa. Lagipula, jika kutolak pun, dia pasti akan selalu memaksaku. Memang sih, selama ini semua yang diperintahnya, bagus untukku.
Hap, aku terduduk di ranjang Hana yang empuk. Ini yang kedua kalinya aku masuk ke kamarnya setelah kejadian malam itu.
"Hana, apa kamu sudah menemui Arsent?" tanyaku pada Hana yang sibuk merapikan barang dari rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana & Malaikat 194
Fantasia• TAMAT • "Aku bukanlah laki-laki kuat seperti yang kau pikirkan. Aku bukanlah laki-laki sempurna yang bisa melindungi mu setiap saat. Tapi aku adalah laki-laki yang selalu berusaha untuk tetap ada untuk seseorang yang aku sayangi seperti kamu. Aku...