BAB 9

170 5 0
                                    

Hana
Udah sampe rumah. Bakal canggung nih. Tapi anak ini kayaknya biasa-biasa aja. Bahkan kalau dilihat-lihat, sepertinya dia kelewatan PD?? Bener ga sih?

"Heh, Pobre, kebetulan aku belum bersihin ruangan yang mau kamu pake," aku terhenti di depan pintu sambil mencari kunci di dalam tasku.

"Pobre? Namaku Faubrey!"

"Ah, ribet! Pobre kayaknya lebih enak,"

Ceklek

"Bantuin aku bersihin ruangan kamu!"

"Nona Hana yang cantik, aku penyewa. Tamu adalah raja. Aku ikut bersihin kamar bareng kamu? Aku mau, tapi kurangi harga sewa kamarku bulan ini," katanya sambil nyegir.

"Wow, perhitungan sekali anda!" kataku kaget. Bener-bener kaget. Padahal penampilannya lumayan.

"Oh, jelas!" katanya lugas.

Aduh, Aku hanya bisa mengelus dada. Menstimulasi otak untuk bersabar.

"Aku mau koq bantuin kamu. Kan aku yang maksa kamu untuk menyewakan salah satu ruanganmu kepadaku," kata Pobre dari luar rumah.

Apa dia masih takut diusir? Segera aku ambil peralatan dan memberikan semua kepadanya.

"Baiklah. Kebetulan rumah ini ada dua lantai. Karena tamu adalah raja, aku akan menunjukkan ruangan ruangan nya terlebih dahulu dan membatasi mana yang boleh dimasuki dan tidak," kataku lebih tegas dan percaya diri.

"Baik, Nona Hana, silahkan tunjukkan ," katanya.

Akh, sikapnya ini, semena-mena sekali. Ingin sekali aku memukul kepalanya!

Aku mengajaknya berkeliling. Untung saja rumah ini cukup bersih. Tapi itu hanya lantai satu saja. Aku tidak pernah ke lantai dua lagi belakangan ini. Aku hanya pergi ke sana jika aku ingin.

"Dahulu kamarku di lantai 2. Ini kamarku, dan di sebelahnya itu kamar kedua orangtuaku. Dahulu lantai 2 digunakan khusus untuk keluarga. Jadi semenjak kedua orang tuaku meninggal, aku hanya ke lantai dua jika aku ingin saja. Aku juga tidak membersihkannya dengan rutin. Untuk hal itu juga hanya jika aku ingin saja," kataku.

"Aku akan memilih kamar ini,"

Aku kaget. Mengapa dia memilih kamar ini? Padahal aku ingin dia memilih kamar yang pernah kupakai dahulu.

"Kamu yakin? Sebenarnya aku tidak ingin kamu memakai kamar ini," kataku lemah.

"Kenapa?"

Malaikat 194
Rumahnya indah. Semua barang di lantai 2 sangat tersusun dengan rapi. Mungkin pemiliknya ingin menjaga keaslian tata letak rumah ini. Aku sangat terpikat dengan ruangan berpintu ukiran bunga carnation ini. Sangat jarang aku lihat.

Aku mengambil peralatan kebersihan yang diberikan Hana kepadaku. Aku hanya tinggal membersihkan debunya dan mengepel nya hingga bisa layak dihuni.

Kamar ini cukup unik. Aku sangat suka dengan desain kamarnya. Bahkan di meja samping tempat tidur, aku masih bisa melihat foto keluarga dengan senyuman sangat indah di wajah mereka. Aku yakin mereka adalah keluarga Hana. Ah, aku jadi teringat kejadian tadi.

***
"Aku selalu teringat dengan kedua orang tuaku jika aku menginjak lantai dua. Aku tidak pernah berfikir aku akan ditinggalkan oleh mereka berdua ketika aku SMP dulu. Apa yang bisa dilakukan oleh anak berumur 14 tahun ketika ditinggal kedua orangtuanya untuk selama-lamanya? Bahkan sampai sekarang aku masih tidak sanggup untuk membuka pintu kamar ini," kata Hana dengan mata berkaca-kaca.

Aku melihat Hana sangat sedih. Aku mencoba menenangkannya dengan tidak menceritakan lebih lanjut apa yang terjadi dengan kedua orangtuanya.

"Nona Hana, jika kamu tidak ingin masuk dan membantuku, kamu ke bawah saja. Biar aku saja yang membersihkan seluruh ruangan di lantai 2 ini," kataku pelan sambil memegang pundaknya.

Oh, pundak nya bergetar hebat, tapi dia tidak menangis. Aku bingung! Apa yang harus kulakukan? Oh, ayolah Malaikat 194, cepat berfikir.

Aku buntu!! Sepertinya 8 tahun menjadi Malaikat Maut membuatku tidak punya pikiran seperti ini! Aish, aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi.

Aku segera pergi menjauh dari Hana dan melakukan teleportasi ke supermarket terdekat. Aku membeli boneka kecil untuk Hana. Akh, uangku!

"Permisi, mas datang dari mana?" tanya penjaga supermarket itu.

Apa lagi ini!! Aku lupa, kalau aku sekarang terlihat!!

"Aku datang dari sana, ini berapa ya harganya?" kataku basa basi sambil mengalihkan pembicaraan.

Tao
"Permisi Tuan Tao, anda menerima surat dari divisi informasi,"

"Bawa kemari!"

Begitu banyak tumpukan laporan di hadapan saat ini, bahkan aku tidak bisa melihat kurir yang hendak mengantar surat ini.

Arrgghh, Malaikat 194 telah melakukan satu kesalahan. Dia melakukan teleportasi dan itu membuat seorang manusia kebingungan. Aku harus segera memberitahu Malaikat 194 tentang hal ini. Bahkan konsekuensinya sangat mengganggu aktivitasnya untuk menjalankan perintah ini. Apa dia benar-benar harus jadi manusia? Kapan dia akan menyelesaikan perintah ini jika dia terkekang dengan berbagai kemampuan terbatasnya manusia?

Sepertinya aku harus menemui Sekretaris Surga untuk membicarakan hal ini. Aku harus, tidak, bahkan aku akan selalu melindungi Malaikat 194, apapun yang terjadi.

"Bisakah kamu menyampaikan pesanku kepada Dia? Tolonglah Mona, hanya kamu yang dapat membantuku,"

"Akan aku coba Tao, namun aku tidak janji. Kamu tahu, akhir-akhir ini aku susah menemuinya karena sedang ada masalah juga, dan itu juga menyangkut perintah yang sedang Malaikat 194 jalankan saat ini di dunia manusia," kata Sekretaris Surga serius.

"Masalah apa? Kamu harus memberitahu ku Mona," tukasku.

"Aku masih belum bisa memberitahu mu, karena beritanya masih simpang siur. Aku akan cerita kepadamu suatu saat nanti,"

"Janji?"

"Oh, ayolah Tao, kita bukan anak kecil lagi," katanya sambil sedikit merengek.

"Janji tidak?"

"Tao! Baiklah! Aku janji! Kamu sangat kekanakan sekali Tao!!"

Hana
Ah, sepertinya aku tertidur. Ini boneka siapa? Mengapa aku memeluknya?

"Hana, ini untukmu. Jika kamu merasa sedih, segera peluk boneka ini. Hmm, boneka ini tidak terlalu besar, jadi kamu bisa membawanya kemanapun kamu pergi. Ceritakan saja kepada dia apapun yang ingin kamu ceritakan. Kamu mengerti Hana?"

Akh, Pobre yang memberi boneka ini. Hmm, dia baik. Ugh, rasanya sangat sesak. Aku butuh minum.

"Pobre?"

Dia tertidur pulas di kursi yang ia tiduri kemarin malam. Apa ruangannya belum bersih? Ah, sudahlah. Biarkan dia seperti itu! Dia adalah lelaki menyebalkan yang memaksaku untuk menyewakan kamarku kepadanya!

Ah, apakah aku sanggup ke lantai 2? Aku ingin melihat apakah sudah bersih atau belum? Rasanya tidak enak meninggalkan perkerjaan yang seharusnya ku kerjakan.

Baiklah, yakinkan diri! Semangat!!

Aku naiki tangga pelan-pelan, satu demi satu anak tangga aku lewati. Ah, begitu beratnya langkah kakiku, namun aku ingin ke atas.

Haaaaaaaaa

Page 9 - Hana & Malaikat 194

Hana & Malaikat 194Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang