BAB 11

136 2 0
                                    

Hana
"Pobre, bangun! Ini sudah pagi!!!"

Aku terkaget melihat Pobre masih tidur di sofa dan masih dengan posisi tidur seperti itu. Aku bergidik ngeri melihatnya. Dia seperti mayat! Hooo, berarti dia belum makan dari semalam? Dia benar benar mayat!

"Pobre, banguunn! Ini sudah pagi! Aku harus berangkat kerja!" aku meneriakinya sambil memakai sepatu.

Uh, dia tidak bangun bangun juga! Ingin sekali aku mejitak dahinya sampai memerah!

"Pobree," aku memukul kakinya. Pelan.

Gawat, anak ini! Mengapa sangat susah untuk membangunkannya!?

Ah, aku terlambat! Aku ketiduran karena semalam aku tidur jam 23.30. Biarkan saja Pobre seperti itu! Yang penting aku sudah mematikan gas dan air. Begitu juga listrik yang tidak terpakai. Huh, aku berharap ketika aku pulang, dia sedang tidak pada posisi ini.

"Selamat pagi Ar, salah, maksud saya Bapak Security," sapa ku sambil tersenyum.

"Selamat pagi Hana," katanya membalas senyumku.

Uh, dia cukup manis ternyata. Sama sepertiku. Hihi

Sekretaris Surga
Siapa yang sedang meremehkan perintahNya? Aku tahu pasti hal ini akan bocor karena halaman yang hilang dari buku larangan itu. Bahkan sampai sekarang, aku tidak tahu siapa yang berani merobek halaman itu!

Pekerjaanku semakin banyak karena masalah ini. Untuk saat ini tidak ada yang mencurigakan di sekitar gadis itu. Keputusan Tao sudah sangat benar ketika memilih Malaikat 194 untuk menjaga gadis itu.

"Hei, kamu, tolong suruh Tuan Tao untuk menemui ku di tempat biasa,"

Aku gusar. Sepertinya perintah ini akan selesai dengan waktu yang lama.

"Tao, mungkin kamu harus mengetahui hal ini. Ada masalah dengan perintah yang sedang dijalankan oleh Malaikat 194," kataku sambil memegang tangan Tao.

Seakan aku sudah tahu Tao akan bersikap seperti apa, dan ternyata memang benar, Tao langsung shock karena aku tahu betapa besarnya rasa sayang Tao terhadap Malaikat 194.

"Ada masalah apa Mona? Aku harap ini bukan masalah besar,"

"Jadi begini," aku memegang tangan Tao erat. Tangan Tao dingin.

"Kamu masih ingat dengan cerita mengenai halaman yang hilang dari buku larangan?"

"Iya, aku masih ingat,"

Uh, aku harap dia bisa setenang ini ketika aku menceritakan masalah yang akan aku ceritakan berikutnya.

"Ternyata halaman yang hilang itu adalah mengenai arwah special. Arwah special tersebut adalah gadis yang sedang dijaga oleh Malaikat 194. Terakhir, arwah special muncul 468 tahun lalu, dan kini dia telah menetap di surga karena memilih jalan yang benar. Aku rasa kamu pasti sudah tahu apa yang akan terjadi jika arwah special memilih jalan yang salah. Masalahnya sekarang, mungkin ada yang sedang menyalahgunakan isinya dan mencoba untuk mengambil keuntungan dari arwah special tersebut,"

"Apakah yang kamu ceritakan ini benar? Apakah Malaikat 194 akan tetap selamat? Apa dia sanggup menjaga arwah special sendirian di dunia manusia?"  tangan Tao semakin dingin.

"Tao, tenangkan dirimu," aku semakin menggenggam erat tangan Tao.

"Tolong jawab pertanyaan ku, Mona,"

"Tao.."

"Jawab pertanyaan ku, Mona!!" Tao berteriak.

Aku tahu dia akan seperti ini. Memaksaku menjawab pertanyaan yang masih belum bisa terjawab. Sudah terbiasa. Namun kali ini dia terlihat berbeda.

"Tao, mari kita berusaha untuk menyelamatkan Malaikat 194. Tugas kita juga untuk menjaga gadis itu. Jika Malaikat 194 selamat, maka gadis itu juga akan selamat. Mereka sudah terikat kini. Jika kamu lihat dengan seksama, Dia tengah melindungi mereka berdua dengan membuat mereka semakin dekat, namun kita tidak tahu apakah itu akan berhasil atau tidak,"

"Mona, tolong bantu aku untuk menjaga mereka berdua! Jika tahu begini, aku sendiri yang akan menjalankan tugas ini," Tao bergetar.

Tao, kamu memang benar-benar seorang pimpinan. Dia tidak salah mengangkatmu langsung menjadi Tuan Tao dan memberi tanggung jawab untuk menjaga Aula Tao setelah kejadian Baremon yang mengacau waktu dahulu.

Aku memeluk Tao, berharap dia dapat berfikir jernih. Biasanya Tao akan segera tenang jika diberi pelukan dan pasti akan segera memikirkan cara jika terjadi masalah seperti ini. Ah, aku benci seperti ini! Ini adalah masalah yang sangat besar!

"Mona, tolong bantu aku. Aku ingin Malaikat 194 dan gadis itu selamat. Namun aku sendiri pun tidak bisa meninggalkan tanggung jawabku untuk menjaga semua pekerjaan berikut penghuninya,"

"Aku tahu, pekerjaanmu sendiri pun sudah berat. Hanya di aulamu yang memiliki penghuni paling banyak, dan hanya di aulamu yang benar-benar sejahtera. Aku akan selalu membantumu, Tao."

Malaikat 194
"Oh, jadi kamu baru datang kemarin?"

"Iya, apakah pekerjaan di sini berat?"

Aku berada di antara Malaikat Maut yang baru tiba kemarin. Haha, sudah saatnya aku memuji Tao di hadapan mereka.

"Kalian datang ke aula yang tepat! Selamat datang di Aula Tao!!"

Sepertinya hanya aku yang heboh di sini.

"Begini," aku kembali duduk.

"Tao adalah pimpinan yang sangat bertanggungjawab. Kalian tidak akan dibiarkan susah dan tidak akan dibuat tidak betah tinggal di sini. Kalian boleh koq membandingkannya dengan aula lain," kataku mantap.

"Apakah benar?"

"Silahkan di tanya ke yang lain kalau tidak percaya,"

Tao, lihat! Aku baik kan?

"Namamu Malaikat 194. Namamu begitu unik. Mengapa seperti itu?"

"Kalian mau dengar ceritanya?"

Mereka tengah mendongakkan kepala seperti sedang berunding secara rahasia.

"Begini ceritanyaaaaaaaaaaaaaaaaa"

Ah, sepertinya Hana telah berhasil membangunkan ku.

"Aku pergi dulu teman-teman, sepertinya seseorang telah membangunkan ku!"

Para malaikat maut yang baru tiba itu pun kebingungan dengan perilaku Malaikat 194 yang aneh.

Hana
"Pobre!" aku menjambak rambutnya.

Hari sudah mulai gelap, dan aku masih melihat Pobre masih dalam posisi ketika aku meninggalkan dia untuk bekerja! Aku kaget setengah mati!

"Pobre, bangun!! Kamu seperti mayat!"

Menjambak rambut tidak bangun. Bagaimana aku membangunkannya?

Aku bingung mencari akal. Eh, aku melihat secarik kertas yang terjatuh di dibawah sofanya. Apa ini? Apa tidak apa-apa aku membacanya?

Note:
Jika kamu ingin membangunkannya, kamu cukup mencium dahi Tao, maka dia akan segera terbangun.

Apa?
Sudah gila!
Untuk apa aku membaca note ini?
Siapa yang menulis kalimat gila ini?
Seketika pipiku, blush, memerah.

Ah, Pobre sialan! Aku tahu dia tampan, tapi kan tidak begini?!

Tapi jika di pikir-pikir, mengapa setelah aku menjambak rambutnya, memukul kaki dan pundaknya, dia tidak bangun? Padahal kemarin, sewaktu aku membangunkannya, cukup memukul pelan kakinya saja Pobre sudah terbangun?

Page 11 - Hana & Malaikat 194

Hana & Malaikat 194Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang