BAB 45

85 3 0
                                    

Tabed
Dia menolak tawaranku! Sial!
Baiklah, akan aku buat kalian tidak berkutik pada saat anak itu mati!

Sekretaris Surga
"Apakah ada yang mencurigakan?" tanyaku pada asistenku.

"Sampai saat ini tidak ada."

"Ini aneh. Mana mungkin."

Aku bingung. Tabed adalah tipe yang penuh rencana. Tidak mungkin dia tidak melakukan perlawanan setelah aku menolak tawarannya.

Malaikat 194
"Hana, tolong bangunkan aku nanti."

"Hmm."

Sebaiknya aku permisi ke Hana untuk tidur.

Apa yang ingin dikatakan Sekretaris Surga kepadaku?

"Permisi," kataku sambil membuka pintu sedikit.

"Silahkan lewat sini. Beliau ingin berbicara denganmu."

Tiba-tiba semua asisten yang ada di ruangan itu pergi keluar.

"Kamu datang? Silahkan duduk."

"Ya."

"Aku akan langsung saja. Ini."

"Apa ini? Aku sedang tidak bekerja sebagai malaikat maut."

"Silahkan dibuka."

Aku membuka amplop itu. Ada sedikit rasa penasaran tentang isinya.

"Hana?" mataku membelalak.

"Ya."

"Sebentar.."

Sekretaris Surga langsung menggenggam tanganku erat.

"Ya," jawabnya singkat sambil menganggukkan kepala.

Seakan terkena serangan jantung, aku segera tidak sadarkan diri.

Tao
"Sudah bagaimana?"

"Masih belum."

Aku memandang wajah Malaikat 194 nanar. Mungkin aku juga akan mengalami hal sama jika aku berada di posisinya.

"Kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Aku sangat tahu bagaimana perasaanmu saat ini.."

Tanpa terasa aku menitikkan air mata.

"... Aku tahu, bagaimana terkejutnya kamu mendengar hal ini. Aku minta maaf..."

Segera aku mengusap air mataku. Sudah jelas bahwa Malaikat 194 sudah memiliki emosi kini. Hatinya goyah.

"... Aku tidak bisa melakukan hal lain lagi untuk menolongmu. Semuanya sekarang di bawah kendali Sekretaris Surga dan kamu..."

Hana
Kenapa Pobre belum bangun juga? Aku khawatir kejadian dulu terulang kembali.

Cupp
" Pobre, bangun.."

Namun tak kunjung bangun juga.

Cupp
"Bangun Pobre. Kamu belum bangun dari kemarin.."

Cupp

Pobre tak bergerak sedikit pun.

"Dia mati?"

Segera aku memeriksa nafas dan denyut nadi nya. Masih ada namun lebih lambat.

"Pobre, bangun dong.."

Aku mulai menangis.

Langsung terngiang semua ulasan pertemuan ku dengan Pobre. Aku merindukan senyumnya. Aku tidak mau lagi dia meninggalkanku.

"Pobre.."

Tao
"Tuan, dia sudah sadar! Sudah sadar!"

Asistenku memberitahu ku dan aku segera berlari ke ruangan di mana Malaikat 194 tertidur.

Hana & Malaikat 194Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang