BAB 46

82 2 0
                                    

Sekretaris Surga
"Apaaaa???" aku membelalak mengetahui sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

"Maafkan saya. Saya lalai."

"Ya Tuhan! Kamu tahu seberapa penting amplop itu? Sekarang kamu laporkan kejadian rinci! Saya tidak mau tahu, saya tunggu 20 menit dari sekarang!"

"Baik."

Untuk pertama kalinya ada amplop kematian yang hilang dari area kekuasaanku!

Hanya orang gila yang berani menghadapi kemurkaanku dan Dia! Hanya orang gila?

Tabed?
Tabed??

Benarkah Tabed?

Tunggu, jangan sampai aku salah menerka. Sebaiknya aku menunggu rincian dari penjaga.

"Tao, amplop kematian anak itu hilang!"

Aku menghampiri Tao di aulanya, tidak ingin rasanya menyimpan masalah besar ini sendirian.

"Apa kamu sudah benar benar mencarinya?" jawab Tao tenang.

"Sudah Tao."

"Apakah kamu memikirkan satu nama yang sama denganku?"

"Tabed," aku dan Tao menyerukan nama itu.

"Namun saat ini aku tidak ingin memusatkan semua alibiku yang belum jelas ini terhadapnya."

"Bagus Mona. Kamu harus mencari tahu, siapa kaki tangan yang mencuri amplop kematian itu."

Tok.. Tok.. Tok..

"Masuk," suruh Tao.

"Permisi, saya hanya ingin memberikan laporan ini kepada Sekretaris Surga."

Laporan yang kuminta telah berada di tanganku. Jika benar Tabed, entah bagaimana caraku untuk menghadapi dia.

Hana
Aku tertegun. Entah apa yang aku pikirkan saat ini. Kosong.

"Hana, kamu terlalu banyak mengoleskan selai!" teriak Pobre dari depan TV.

"...."

"Ga denger ya?" kata Pobre pelan.

Aku masih terpaku.

"Hana!!! Mana rotiku??!!"

"Eh, sorry sorry.." kataku terkejut.

"Mikirin apa sih?" kata Pobre sambil menghampiriku.

"Eh, enggak. Ya udah, kamu makan aja dulu. Aku mau ke kamar sebentar."

"Kamu kenapa? Wooyy!!"

Aku segera berlari ke kamar. Mengapa rasanya malu sekali untuk bertemu dengannya.

Aku mnegintip dari balik pintu sedikit. Ah, senang sekali. Walaupun dia tampak mengeluh, karena aku terlalu banyak mengoleskan selai, dia tetap saja memakannya. Hihihi

"Kalo besok kamu bikin selai sebanyak ini, dipastikan aku akan terkena diabetes, Hana!" kata Pobre masih ngomel-ngomel, tapi dia tetap memakannya.

Apakah Pobre tidak merasa canggung untuk bertemu denganku karena kejadian kemarin? Dia menciumku.

"Hana, aku akan berangkat kerja."

"Tunggu," aku segera beranjak dari kamar.

Aku segera berlari dan memeluk Pobre dari belakang.

"Hari ini hari Sabtu. Aku libur."

"Lalu?"

"Bolehlah kamu lebih cepat pulang hari ini?"

Hana & Malaikat 194Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang