BAB 8

166 6 0
                                    

Malaikat 194
Aku dapat tidur di dalam ruangan. Akhirnya aku bisa masuk ke rumah ini. Aku harus segera menjumpai Tao.

"Tao, terimakasih telah mendatangkan hujan! Akhirnya rencanaku berhasil!" kataku sambil berjalan menuju meja Tao.

"Apakah kamu berhasil? Terimakasih sahabatku," kata Tao seraya memelukku.

"Tapi tolong bantu aku. Aku tidak akan meminta hal aneh yang dapat mengacaukan dunia manusia,"

"Aku tahu maksudmu, teman! Aku percaya padamu!"

Aku berbincang lama dengan Tao, karena teman Malaikat Maut lain yang biasa mengobrol denganku sedang liburan. Ah, enaknya mereka. Sedangkan aku sedang menjalankan perintah.

"Tao, ada yang ingin aku bilang kepadamu," Tao tiba-tiba serius.

"Katakan, Sayang," aku pun menegapkan badanku.

"Kau tidak perlu melaporkan apa yang kau lakukan di dunia manusia. Hanya saja setiap kau tertidur, kau harus menceritakan apa yang terjadi dan apa yang kau butuhkan. Waktumu untuk menyelesaikan perintah ini tidak ada batasan waktunya. Namun, tetap saja, aku yakin, aturan ini akan berubah di suatu saat nanti," jelas Tao panjang lebar.

"Baiklah. Bahkan aku akan menyelesaikan secepat mungkin,"

"Jangan terlalu percaya diri Malaikat 194. Tugas ini bukan tugas mudah."

Aku tertegun. Memang dari awal, tugas ini sudah susah.

Hana
"Permisi Pak, maaf mengganggu," aku menegur Pak Bantu yang sedang menyesap tehnya, sambil membaca koran.

"Oh, silahkan masuk. Pagi sekali datangnya," beliau melipat koran nya dan menegakkan duduknya.

"Saya Hana dari komplek 2. Maaf mengganggu weekend bapak," kataku sambil duduk.

"Tidak apa-apa Hana. Ada perlu apa kemari, mana tau ada yang bisa bapak bantu," ujarnya ramah sambil menuntunku untuk masuk ke ruang tamu nya.

"Begini Pak, saya langsung to the point aja ya, Pak," kataku sedikit menunduk.

"Baik Hana, katakan saja,"

"Begini Pak, bapak kan tahu kalau saya tinggal sendiri di rumah yang saya tempati sekarang. Kebetulan saya sedang berencana untuk menyewakan beberapa ruangan untuk dijadikan hunian sementara," aku menjelaskan dengan percaya diri.

"Oh, bagus itu Hana. Saya mendukungmu. Tapi apakah kamu memang sudah berniat untuk menyewakan ruanganmu? Bapak sangat kenal kedua orang tuamu dan kamu. Keluarga kalian adalah keluarga teladan waktu dahulu. Pasti banyak kenangan di dalam rumah itu. Apakah kamu sudah membulatkan rencanamu ini?" tanya beliau mencoba meyakinkan ku.

Akh, benar juga. Kenangan ku dengan kedua orang tuaku benar benar tertinggal di rumah itu. Tapi apa boleh buat! Lelaki aneh ini selalu saja mengikutiku dan bersih keras ingin menjadi penyewa di salah satu ruangan rumahku. Gara-gara dia aku harus repot seperti ini!! Padahal aku masih merencanakan. (╥_╥)

Aku menatap tajam lelaki di luar, yang katanya bernama, bernamaaaaaaaaa?? Siapa namanyaaa? Astaga, aku lupa!

"Pak, saya sudah sangat berniat untuk menyewakan beberapa ruangan di rumah saya," kataku mantap.

"Baiklah, jika begitu. Bapak rasa kamu sudah bisa mengambil keputusan ini karena kamu sudah dewasa. Tak terasa, padahal sepertinya baru kemaren kamu SMP," Pak Bantu tersenyum sambil menyesap tehnya.

"Terimakasih, Pak,"

"Loh, bapak yang harusnya berterimakasih kepada kamu. Kamu warga yang baik Hana. Bapak senang kamu adalah warga saya. Bapak akan mendukungmu. Jika perlu bantuan, segera hubungi bapak ya," katanya penuh perhatian.

"Baik, Pak! Terimakasih banyak!"

"Ngomong-ngomong, siapa laki-laki tampan di luar?"

Mati aku!

Malaikat 194
Mengapa Hana begitu lama? Menunggu memang salah satu pekerjaanku. Tapi mengapa ini begitu lama?! Ah, aku harus tetap bersikap baik. Tenangkan dirimu Malaikat 194. “ψ(`∇´)ψ

"Heh, kamu dipanggil Pak RT! Cepat sapa dia!" Hana datang. Aku senang. Namung mendengar cara berbicaranya ingin kupukul mulut pedasnya itu!

"Baik Nona Hana," kataku sambil tersenyum kecut.

Aku berjalan mengikuti Hana dari belakang. Hmm, pikiranku koq jadi aneh?

"Selamat pagi, Pak."

Dia mengamatiku dalam-dalam. Ada yang salah denganku? Aku memandang Hana kembali. Ingin memberi syarat, apakah ada yang aneh dengan penampilanku? Hmm, Sepertinya aku biasa saja. Tetap tampan seperti biasanya.

"Nama kamu siapa?" tanyanya agak tegas.

"Nama saya Mal, eh, maksud saya Faubrey, Pak." aduh, hampir saja aku keceplosan.

"Namamu unik. Faubrey. Asal kamu darimana?"

Uhh, aku bingung. Karena aku sedang berposisi sebagai manusia, aku menjadi mengerti dengan arti tatapan dan sikap tegasnya. Membuatku agak takut dan kebingungan. Padahal jika aku malaikat, aku tidak akan bersikap seperti ini.

Aku bingung. Tolong aku Hana!

"Maaf, Pak menyela. Ini teman saya Faubrey. Dia baru pindah dari luar negeri. Dia adalah calon penyewa pertama saya. Bagaimana pendapat bapak?"

Ouh, terimakasih Hana! Aku bersorak dalam hati.

"Sekilas, dia baik. (Aku memang baik, Pak)"

"Begini, Pak. Karena dia adalah calon penyewa pertama saya, dan dia pun laki-laki, makanya saya ingin meminta ijin kepada bapak. Saya tidak ingin ada berita aneh tentang saya ataupun tentang Faubrey karena kami tinggal satu atap. Saya yakin, bapak bisa menyelesaikannya dengan baik," kata Hana sambil tersenyum.

Hana, kamu sungguh bijak! Aku kembali bersorak dalam hati.

Mungkin untuk saat ini, aku akan selalu memuji kebaikan dan kebijaksanaan Hana dalam menyikapi masalah. Ah, aku salah menilainya dari awal pertemuan kami.

"Kamu cukup bijaksana Hana. Jika begitu, bapak tidak akan melarangmu. Namun jangan sempat terjadi apa-apa antara kamu dan para penyewa mu. Jika ada apa-apa, segera lapor bapak,"

"Terimakasih sekali lagi, Pak!"

"Baiklah! Semoga sukses, Hana!"

Kami saling bersalaman. Sambil meninggalkan rumah itu, aku mengerti dengan senyuman ketika dia membangunkan ku tadi pagi. Dia ingin melihatku kebingungan dan seperti orang bodoh di hadapan dia. Aarrrgggggg, Hana!!

Page 8 - Hana & Malaikat 194

Hana & Malaikat 194Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang