16

3.4K 157 0
                                    

In my place, in my place
Were lines that I couldn't change
I was lost, yeah
-In My Place, Coldplay

Reki sudah salah perhitungan. Ia pikir hanya karena ia cowok nomor wahid di SMA Adhyaksa, maka tidak akan ada cowok lain yang berani mengincar Mika. Ternyata ia malah kecolongan, bahkan tertinggal satu langkah dari Asa. Untuk itu, Reki berinisiatif mengungguli langkah Asa, yakni dengan tidak akan membiarkan Mika sendirian dan akan selalu ada di tempat Mika berada jika memang memungkinkan!

Jika istirahat tiba, entah bagaimana ceritanya cowok itu pasti sudah selalu ada di depan kelas Mika. Lalu dengan paksa ia mengajak Mika ke kantin untuk makan bersama. Ketika bel pulang, cowok itu juga sudah berdiri di ambang pintu, siap memaksa Mika untuk pulang bersama. Dan gara-gara itu, Reki jadi tau rumah Mika dan otomatis setiap pagi akan menjemputnya ke sekolah. Dan masih gara-gara itu, sekarang Reki jadi kenal dengan mama Mika!

Bukannya Mika menerima perlakuan itu dengan senang hati, gadis itu hanya tidak bisa menolak sebab Reki tidak pernah sekali pun memberinya kesempatan untuk berbicara. Reki yang seperti ini—padahal belum jadi apa-apanya—justru makin membuat Mika makin ingin menjauh darinya.

"Ka, mau kemana lagi? Baru juga sampe kelas?" tanya Sera prihatin melihat Mika yang baru saja kembali dari kantin diantar Reki, sekarang keluar kelas lagi. Orang lain mungkin menilai Mika beruntung. Hanya Sera yang bisa menilai dengan benar apa yang sebetulnya Mika rasakan.

"Toilet, Ser." jawab Mika sambil berlalu.

Begitu keluar dari toilet, tanpa sengaja Mika mendengar suara seseorang yang sedang mengerang kesakitan dan suara bug-bug yang tidak sekali, dua kali. Suara itu sepertinya berasal dari toilet cowok yang bersebelahan dengan toilet cewek. Awalnya Mika pikir ia hanya salah dengar. Namun ketika ia melintas di depan toilet cowok yang pintunya sedikit terbuka, ia segera sadar kalau ia tidak salah dengar!

Mata gadis itu segera membelalak lebar melihat apa yang sedang terjadi. Seseorang sedang dipukuli oleh seseorang lainnya di dalam toilet. Lebih membelalak lagi, ketika seseorang yang memukuli seseorang yang lain itu menyadari keberadaannya.

Mika terkesiap. Wajahnya mendadak pucat. Tiba-tiba ia juga tidak bisa menggerakkan tubuh ketika seseorang yang memukuli seseorang yang lain itu berjalan mendekat padanya.

"Apa yang lo lakuin disini?" tanya seseorang menyeramkan itu dengan suara dan nada bicara yang juga menyeramkan.

Mika tidak bisa menjawab. Terlalu takut sekaligus terkejut mengetahui bahwa seseorang itu adalah Gavin, ketua OSIS SMA Adhyaksa yang berprestasi dan berwibawa! Tidak berani ia menatap mata Gavin lama-lama. Segera ia alihkan pandangannya. Dan lagi-lagi ia terkejut bukan main melihat Asa babak belur melalui celah pintu yang tidak tertutup rapat sepenuhnya.

"Asa?!" refleks Mika segera bekerja. Ia langsung bisa berbicara bahkan langsung bisa bergerak. Tanpa sadar ia melangkah maju. Namun langkahnya langsung dihadang oleh Gavin.

"Lo jangan ikut campur!" desis Gavin mengerikan.

"K-Kak... Kak Gavin... A-apa yang barusan Kak Gavin lakuin ke Asa?" tanya Mika terbata.

Mata Gavin yang tajam dan dingin segera tertujua pada Mika. Rasanya amat sangat penuh intimidasi dan menusuk. "Gue nggak ngelakuin apa-apa ke dia."

Mana mungkin? Mika tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari apa yang sudah Gavin lakukan pada Asa. Lihat saja baju Gavin yang berantakan serta noda darah di kemeja dan tangannya.

"Gue nggak ngelakuin apa-apa ke dia. Itu yang harus lo camkan baik-baik kalo lo pengen hidup lo tenang." Lanjut Gavin tidak main-main.

Mika tau betul maksud perkataan Gavin. Itu bukan sebuah pengelakkan. Itu adalah sebuah ancaman yang punya konsekuensi besar.

Setelah memberikan ancaman pada Mika, Gavin pun pergi dengan langkah dan mata yang waspada namun juga cepat.

Mika yang mematung selama beberapa detik sepeninggal Gavin akhirnya tersadar ketika mendengar Asa batuk. Tanpa pikir panjang, Mika segera masuk ke toilet cowok. Semakin dekat ia melihat Asa, semakin ia terkejut dengan keadaan Asa.

Asa tengah bersandar lemah di dinding toilet dengan punggungnya yang tidak sempurna. Kedua kakinya menempel lurus di atas lantai. Wajahnya babak belur, bajunya lusuh dan sobek di beberapa bagian. Tangannya memegang perut, tampak sekali tengah berusaha menahan sakit.

"Sa, lo nggak papa, Sa?" Mika segera berjongkok di samping Asa. Tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan. Baru pertama dalam hidupnya, ia melihat seseorang dipukuli hingga separah ini.

Asa tidak segera menjawab. Mulutnya terus meringis, menahan nyeri dan sakit luar biasa.

"Sa, kita perlu ke rumah sakit, Sa. Gue nggak yakin penanganan UKS cukup buat lo." Ujar Mika menyentuh lengan Asa.

Asa menggeleng. Dengan suara yang parau, akhirnya ia bersuara, "Gue nggak papa."

"Nggak papa apanya, Sa? Lo separah ini!" seru Mika tanpa sadar.

Asa terkejut. Tidak percaya Mika terlihat semarah dan sekhawatir ini padanya.

"Ayo, sebelum terlambat." Bahkan Mika berusaha membantu Asa berdiri dengan cara merangkul bahunya.

Kalau saja Asa begini bukan karena Gavin, pasti Asa akan merelakan dirinya diperlakukan Mika seperti ini. Namun karena ini karena Gavin, terpaksa Asa tidak bisa. Dengan pelan, Asa menepis tangan Mika.

"Sa, gue udah bilang sama lo, lo masih kelas 10, jangan bandel dulu!" Mika sedikit marah dengan tindakan Asa.

"Anggep lo nggak pernah liat kejadian ini." kata Asa serius.

Kening Mika berkerut. "Sekarang bukan waktu yang tepat buat bahas itu. Keselamatan lo le—"

"Tolong." Potong Asa lebih serius. Bahkan matanya menatap lurus-lurus kedua mata Mika.

Membuat Mika tidak punya pilihan lain, "Oke. Tapi kita harus pergi berobat sekarang."

Asa menggeleng. "Ambilin kotak P3K aja di UKS."

"Itu nggak cukup, Sa."

"Sebelum terlambat." Kata Asa meniru kata-kata Mika sebelumnya.

Mika menghembuskan nafas cepat. "Oke, gue ambilin. Tapi setelah itu lo harus dibawa ke rumah sakit."

Kali ini Asa mengangguk.

Tidak sampai lima menit, Mika sudah kembali sampai di toilet. Akan tetapi, Asa sudah tidak ada di tempat itu. Toilet sepi, sama sekali Mika kira tidak ada orang. Sampai salah satu bilik tiba-tiba terbuka dan memunculkan Nantes disana. "Kak... Nantes?" lidah Mika rasanya kelu. Setelah tadi berhadapan dengan Gavin yang menyeramkan, sekarang ia harus kembali berhadapan dengan orang yang menyeramkan.

Cowok itu dengan sorot dinginnya menatap Mika.

"Kak Nantes kok, di-disini?" tanya Mika gugup.

"Aneh liat cowok ada di toilet cowok?" Nantes membalikkan pertanyaan Mika.

Mika makin gugup. Rasa takutnya mulai menjalar lagi. Pikirannya juga jadi tidak-tidak. Kak Nantes di sini? Di toilet? Sejak kapan?

Perlahan Nantes berjalan mendekat ke arah Mika yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. "Kalo Reki yang ada di posisi anak tadi, apa lo juga bakal sekhawatir ini?" sindir Nantes sebelum keluar dari toilet.

Sudah pasti! Ini sudah pasti Nantes ada di toilet sejak Mika masuk ke toilet ini. Atau mungkin bisa jadi Nantes juga sudah ada di toilet sebelum Mika masuk.

MIKAELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang