26

2.9K 152 1
                                    

Never fear, never fall
Never giving up till you give me what I came for
I'm through with all the time I've wasted
Battle stations
-One Man Army, Sleeping With Sirens

Kegelapan yang Mika lihat perlahan sirna seiring dengan matanya yang terbuka. Mika tidak begitu ingat dengan apa yang telah terjadi, sampai ia melihat sosok laki-laki dengan mata terpejam tergeletak di dekatnya. Bibir Mika bergetar. Tangan dan tubuhnya gemetaran hebat. Dengan gerakan terbata, Mika berusaha bangkit dari posisi terjatuh tengkurap di atas aspal.

Di samping tubuh laki-laki yang terdiam, Mika duduk dengan mata membelalak lebar dan jantung yang berdecak kencang. Tenggorokannya yang tercekat membuat ia merasakan sakit sekaligus membuat susah untuk berbicara. "A-sa..."

Tangan Mika yang masih gemetaran menyentuh kedua pipi Asa yang terasa dingin. Mika benar-benar ketakutan sampai wajahnya pucat seperti mayat hidup. Mika menepuk-nepuk kedua pipi Asa. "A-sa..." suaranya serak dan lirih. Masih kesusahan untuk berbicara. "Ba-bangun, A-sa..." lanjutnya dengan volume yang makin lirih. Suara Mika terdengar makin serak dan makin lirih.

Laki-laki itu masih diam tidak berdaya.

Rasa takut Mika meningkat pesat. Air matanya tak mungkin tak menetes. "Asa... Bangun..." kali ini bicaranya sudah lebih lancar, tapi tetap saja terdengar serak dan lirih.

Kedua mata Asa masih menutup.

Orang-orang di sekitar TKP segera menghampiri. Ada yang heboh sendiri, ada yang dengan tidak sopannya malah mengambil foto, tetapi ada pula yang dengan cekatan menelepon ambulance tanpa Mika minta.

"Sa, bangun, Sa! Sa!" gugah Mika untuk kesekian kali. Namun lagi-lagi Asa tidak bergerak. Darah yang menetes dari dahi Asa membuat Mika makin-makin takut. "Asa, bangun! Lo nggak bisa kayak gini, Sa! Asaaa!" Mika mengguncang dada Asa seperti kesetanan. Karena tak kunjung berhasil membangunkan Asa, sekarang Mika hanya bisa menangis sambil menundukkan kepala hingga menempel di dada Asa. Ia frustasi. Ia menyesal. Lagi-lagi Asa mendapat masalah karenanya. Kali ini bahkan lebih fatal

Uhuk!

Mika yang sekarang larut dalam kesedihan, tidak menyadari suara itu.

"Tolong bangun, Sa! Gue mohon! Jangan pergi! Asa!" kata Mika masih dalam posisi yang sama. Tangannya mengepal erat di atas dada Asa, di samping kepalanya. Jika ada yang harus disalahkan dalam peristiwa, sudah pasti ia yang salah! Mika yang berjalan menerobos jalan raya dengan ceroboh sampai ada sebuah mobil melintas lalu datang Asa menolongnya. Menggantikan dirinya yang seharusnya mengalami apa yang Asa alami saat ini.

Sebuah tangan tiba-tiba mendarat di kepala Mika. Lalu menepuk-nepuknya pelan. Sontak Mika terdiam dan tanpa sadar menahan nafas. Siapa yang saat ini tengah menepuk-nepuk kepalanya? Mika pun mengangkat wajahnya perlahan, menatap wajah Asa yang berada cukup dekat dengan wajahnya.

Asa telah membuka matanya!

"A-sa?" Mika tidak bisa terlalu jelas melihat Asa yang saat ini tengah tersenyum padanya dikarenakan matanya sudah dipenuhi air mata. Tak bisa Mika gambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Ia hanya mampu menunjukkannya dengan sebuah tindakan. Memeluk Asa dengan erat.

*

"Mau nemenin gue minum sebentar?" itu adalah kata-kata yang pertama Mika dengar setelah Asa keluar dari ruang pemeriksaan dokter. Setelah mengalami kecelakaan, Asa dibawa menggunakan ambulance bersama Mika ke rumah sakit terdekat. Di rumah sakit, Asa menjalani serangkaian pemeriksaan untuk memastikan keadaannya. Bersyukur, Asa tidak ada masalah serius di tubuhnya selain luka lecet di dahi dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Sekarang kedua remaja itu sudah berada di kantin yang ada di rumah sakit ini. Duduk di kursi yang tersedia. Asa membeli dua botol air mineral. Satu untuknya, satu lagi ia beri pada Mika.

Sebelum menerima botol air itu, Mika memperhatikan wajah Asa dengan mata yang berkaca. Ia masih belum percaya sepenuhnya bahwa Asa bisa seperti ini karena dirinya.

"Jangan nangis lagi." kata Asa lembut.

Mika pun menunduk. Berusaha menahan tangis yang kembali ingin pecah. "Maafin gue, Sa. Maaf. Gue bener-bener minta maaf." ucap gadis itu penuh penyesalan.

"Apa cuma itu yang mau lo bilang ke gue?" tanya Asa.

Mika menggigit bibir bawah. Sepertinya ia akan gagal menahan tangis. "Maaf—"

"Berhenti bersikap dingin ke gue." Potong Asa cepat.

Mika terdiam seketika.

"Kalo lo nyesel ngerasa udah bawa masalah di hidup gue, jangan lari." Kata Asa lagi dengan menatap kedua mata Mika lekat.

Mika masih terdiam.

"Ketika lo lari, masalah yang gue hadapi jadi kerasa makin berat."

Kedua mata Mika melebar. Air matanya benar-benar menetes. Ia kembali menangis. Penyesalan yang ia rasa kian jadi. Menyesakkan dada.

Untuk beberapa saat, Asa membiarkan gadis itu seperti itu. Kadang membiarkan orang menangis menjadi salah satu jalan yang baik baginya melepas beban maupun perasaan yang ia rasa.

"Makasih, Sa." Setelah beberapa saat yang ternyata cukup lama, akhirnya Mika sudah selesai menangis. Ia sudah berani mengangkat wajah. Dan dengan sisa-sisa tangis di pipi serta mata yang sembab, ia tersenyum pada Asa. Benar, setelah puas menangis, kini perasaannya jadi lebih baik.

"Udah? Niatnya tadi gue mau bantu-bantu bersihin rumah sakit selagi lo nangis." Ujar Asa membuat Mika tertawa kecil yang menurut Asa sangat manis. Setelahnya, Asa kembali mengangsurkan botol air mineral yang tadi belum Mika terima.

"Thanks." Gadis itu menerima botol minuman yang sebelumnya sudah Asa bukakan tutupnya sehingga Mika bisa langsung menenggaknya.

Hati-hati Asa melirik gadis itu, memperhatikannya.

"Hm, kenapa?" tanya Mika yang rupanya sadar kalau sedang Asa perhatikan.

"Tadi itu bukan percobaan bunuh diri kan?"

MIKAELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang