28

3.5K 162 4
                                    

I need another story
Something to get off my chest
My life gets kinda boring
Need something that I can confess
-Secret, One Republic

"Kalo lo terlalu takut melangkah sendirian, gue bakal ikut melangkah di samping lo."

Kalimat yang diucapkannya masih terus terngiang di kepala Asa sampai Asa tiba di rumah. Sudah satu jam berlalu sejak Asa berbaring memperhatikan langit-langit kamar hanya dengan memikirkannya. Kalimat yang beberapa jam yang lalu mudah diucapkan, tapi sekarang jadi berat ia rasakan.

Sekarang Asa jadi paham bagaimana perasaan gadis itu meski tidak secara gamblang. Bukan pada Reki, tapi pada Rivia hati Mika terpaut.

Cowok itu tersenyum sinis pada dirinya sendiri, yang tiba-tiba saja merasa dirinya sendiri sangat bodoh telah berkata seperti itu pada Mika. Bohong kalau Asa bilang dirinya baik-baik saja setelah mengetahui masa lalu Mika. Bohong kalau Asa bilang tidak iri pada Rivia yang masih berada di pikiran dan hati Mika meski sekian lama berpisah. Nyatanya, Asa merasa sakit. Sebab, Asa telah jatuh hati pada Mika.

"Mas, makan malam udah siap. Udah ditungguin sama Tuan, sama Nyonya, sama Mas—" Suara Bu De terdengar dari balik pintu kamar Asa.

"Belum laper, Bu De." potong Asa tanpa membukakan pintu kamar. Jawaban yang selalu sama ia ucapkan.

Bu De yang hafal betul tabiat Asa, segera kembali menuju ruang makan. Melaporkan hal yang tidak pernah berubah itu. Nyonyanya, yang bernama Lily hanya bisa menghela nafas pelan sambil menatap seorang anak laki-laki yang sedang menikmati makan malamnya tanpa terpengaruh informasi yang Bu De sampaikan.

Makan malam yang dihadiri oleh sepasang suami istri dan seorang anak laki-laki remaja itu selesai sekitar dua puluh menit kemudian. Setelahnya, si suami yang bernama Brama itu naik ke lantai dua untuk menemui putranya yang lain.

Asa sedang bermain dengan Lev begitu Brama masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Anak laki-laki pecinta kucing itu hanya menoleh, tanpa bertanya apa pun.

"Kamu ini tiap makan sukanya telat. Kalo nggak, ya absen makan. Bisa sakit kamu nanti." Kata Brama sambil duduk di tepi ranjang Asa.

"Nggak kok." Sahut Asa sambil bergumul dengan Lev di karpet bulu yang melapisi lantai kamar.

Brama menghela nafas berat. Sudah hampir dua tahun ia dan Asa tinggal bersama, namun Asa masih saja seperti ini. Tidak ada yang berubah dari sejak pertama kali ia datang ke rumah ini. "Wajah kamu kenapa?" tanya Brama kemudian dengan cepat begitu menyadari luka-luka di wajah Asa akibat guling di jalan menyelamatkan Mika yang nyaris tertabrak mobil beberapa saat lalu. Brama sampai berjongkok, menghampiri Asa lebih dekat dan memperhatikannya dengan lekat sambil meraih wajah sang putra.

"Nggak papa." Jawab Asa bohong sambil menepis pelan tangan Brama.

"Ini juga, tangan kamu, kenapa luka-luka begini?" Brama menemukan luka lain di tubuh Asa.

"Cuma jatuh."

"Kamu ini kenapa sering jatuh? Kamu nggak ada masalah sama tubuh kamu kan?" tanya Brama khawatir.

"Pa, Asa mau belajar. Papa bisa keluar?" kelit Asa enggan membahas lukanya.

"Jawab pertanyaan Papa dulu, Asa." tuntut Brama.

"Asa nggak papa. Asa cuma kurang hati-hati." lagi-lagi Asa mengarang jawaban.

Tampaknya Brama tidak puas dengan jawaban Asa. Tetapi ia juga tidak bisa memaksa Asa bicara lebih banyak. "Ya sudah, kamu belajar yang pintar ya?" ditepuk-tepuknya kepala Asa dengan pelan.

MIKAELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang