57

2.9K 158 12
                                    

These wounds won't seem to heal
This pain is just too real
There's just too much that time cannot erase
-My Immortal, Evanescence

Semalaman Asa tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Ia yang menolak untuk tidur di kamar tamu rumah Tante Risa, lebih memilih untuk tidur di sofa yang menghadap pintu kamar Rivia yang Mika pakai untuk tidur. Tidak bisanya Asa tidur tentu karena ia khawatir pada Mika yang hingga detik ini sama sekali belum keluar dari kamar itu.

Asa yang menyerah karena tidak bisa tidur memikirkan Mika, beranjak dari sofa menuju pintu kamar itu. Di depan pintu, ia berdiri seperti orang bodoh. Mau mengetuk, tapi tidak cukup berani. Mau tidak mengetuk, tapi tangannya sudah ingin sekali bergerak. Biasanya, Asa selalu mampu melakukan sesuatu yang bisa menolong Mika. Tapi saat ini, Asa benar-benar bingung dan tidak tau harus berbuat apa. Ini sungguh jauh dari bayangan sebelumnya. Asa pikir, dengan dirinya menemani Mika untuk bertemu dengan Rivia kembali, yang akan tersakiti adalah dirinya. Namun justru Mika yang merasakan semua itu.

Karena buntu, cowok itu pun hanya bisa menghela nafas berat. Lalu duduk di lantai, bersandarkan pintu kamar Rivia yang terkunci rapat.

Belum lewat 24 jam sejak ia melihat Mika bertingkah bebas dan begitu ceria ketika mengajaknya berjalan-jalan menyusuri Malioboro, sekarang gadis itu sudah berubah drastis. Mika sangat terpukul. Sebegitu besarkah rasa suka Mika pada Rivia? Yang sehingga kehilangan Rivia membuatnya seperti kehilangan kehidupannya sendiri? Mungkin saja iya.

Terlalu larut memikirkan hal itu, lama kelamaan mampu membuat Asa—yang lelah seharian ini—mengantuk juga. Pelan tapi pasti, cowok itu mulai memejamkan mata dan tertidur.

Sekitar pukul lima yang itu artinya Asa baru terlelap sekitar satu jam, Asa terpaksa bangun lantaran ia jatuh ke belakang akibat pintu kamar yang tiba-tiba dibuka. Mata Asa langsung melek seketika. Kaget karena dibangunkan dengan cara yang tidak biasa, juga karena sekarang ia bisa melihat wajah Mika.

"Lo lagi ngapain disini, Sa?" tanya gadis itu memperhatikan Asa.

Asa tidak langsung menjawab. Asa malah terlalu fokus memperhatikan wajah Mika yang menurutnya terlalu biasa. Wajah Mika sudah tidak seperti kemarin. Hari ini, ia sudah terlihat seperti orang normal pada umumnya. Berbagai pertanyaan langsung memenuhi kepala Asa. Apa benar Mika baik-baik saja sekarang? Apa benar rasa kehilangan dan terpukul Mika berlangsung selama semalam saja? Bukankah ini terlalu singkat? Apa Mika benar sekuat ini?

"Kamu sudah bangun, Mika?" suara Risa sontak membuat Asa cepat-cepat bangun dari jatuhnya. Melihat Asa yang demikian, membuat kening Risa berkerut. Kenapa Asa ada disana bersama Mika?

"I-ini, nggak seperti yang Tante kira." Sergah Asa cepat, seolah tau apa yang sedang Risa pikirkan.

Risa sendiri hanya mengangguk-angguk.

"Tante, kayaknya hari ini Mika harus pulang." Kata Mika. Baik Risa maupun Asa sama-sama menoleh cepat pada gadis itu.

"Kenapa buru-buru?"

"Mama cuma ngijinin pergi dua hari." Jawab Mika sambil tersenyum sedikit.

Asa mengernyit. Seingatnya, mama Mika tidak pernah bilang kalau kunjungannya ke Yogyakarta harus dalam waktu dua hari saja. Tapi, ah sudahlah. Asa tidak berhak protes. Toh ini semua kepentingan Mika, bukan dirinya.

"Oh, begitu. Sayang sekali, ya. Padahal Tante masih ingin kamu disini lebih lama." Mika hanya tersenyum menanggapinya. "Kalo gitu, sebelum pulang, kita makan dulu ya? Dari kemarin kamu belum makan loh. Kamu juga, Nak Asa."

MIKAELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang