Hello, it's me
I was wondering if after all these years you'd like to meet
-Hello, Adele✳
"Jadi sekarang Rivia dimana, Tante?"
Asa ikut menatap ke mana Mika menatap saat ini. Yakni pada Risa. Yang wajahnya berubah begitu mendengar pertanyaan dari Mika.
"Tante?" ulang Mika sambil memperhatikan Risa lekat.
Seulas senyum terukir di bibir Risa. "Sebentar ya?" Risa beranjak dari ruang tamu. Masuk ke dalam ruangannya tanpa menjelaskan lebih jelas.
Gadis cantik itu mengangguk antusias. Risa pasti mau memanggil Rivia dan memberitahukan kedatangan Mika padanya. Mika jadi tidak bisa menahan senyum gembiranya. Bayangkan saja, setelah terpisah lebih dari 3 tahun dan hanya bertahan dengan komunikasi satu arah, akhirnya Mika akan bertemu kembali dengan Rivia. Rasa rindu menggila yang selama ini ia pendam akhirnya terbayar hari ini!
Berbeda dari Mika, justru otak Asa makin berpikir keras. Kalau tadi ia hanya merasa ada sesuatu yang aneh, sekarang ia yakin bahwa memang ada yang aneh dari Risa.
Sekitar lima menit kemudian, Mika dan Asa mendengar suara langkah kaki menuju ke ruang tamu. Excited, Mika langsung berdiri dari duduknya. Pasti itu Rivia! "Riv—"
Dugaan Mika salah! Bukan Rivia yang muncul, melainkan Pak De dan Risa yang sudah mengganti baju yang semula hanya pakaian casual rumahan, sekarang mengenakan kemeja dan rok panjang warna putih.
"Rivianya mana, Tante? Pak De?" tanya Mika pelan dengan senyum yang mulai pudar. Mika tidak mengerti sekaligus bingung.
"Ayo, nduk." ajak Pak De pada Mika.
"Kemana, Pak De?" Mika mengerutkan kening, makin tidak mengerti.
"Katanya mau ketemu Rivia?" sahut Pak De tersenyum.
*
Untuk bertemu dengan Rivia, rupanya harus menggunakan mobil Risa. Pak De yang menyetir dan Risa yang duduk di belakang bersama Mika. Sementara Asa menemani Pak De di jok depan.
Selama perjalanan, tidak henti-hentinya Mika dan Risa mengobrol tentang masa lalu mereka dan Rivia. "Mika mau marahin Rivia habis-habisan pokoknya. Dia udah cuekin SMS Mika beribu-ribu kali, bahkan berjuta-juta kali. Tante nggak keberatan kan, kalo Mika marahin Rivia?"
Risa tersenyum sambil menggigit bibir. Ia ingin mengeluarkan suara, namun tersendat di tenggorokan. Alhasil ia hanya mengangguk.
"Liat aja, Riv! Lo nggak bisa menghindar dari amarah gue!" Mika berbicara sendiri dengan penuh keyakinan.
Disaksikan oleh Asa yang melihatnya dari spion atas.
"Jadi, kamu temen Mika dari Jakarta? Temen sekolah?" tanya Pak De dengan suara kecil membuka obrolan. Selagi kedua perempuan di jok belakang melanjutkkan obrolan mereka sendiri.
"Iya. Temen sekolah." Sejenak Asa melepaskan perhatian dari kaca spion atas.
"Gimana Mika di sekolah sana?"
Asa kembali melirik Mika lewat spion. Gadis itu masih asyik ngobrol bersama Risa. "Nggak gimana-gimana."
Pak De mengerutkan kening, "Yang jelas jawabnya, nduk. Mika baik nggak di sekolah? Rajin nggak? Pinter nggak? Suka nangis nggak?"
"Suka nangis?" Asa balik bertanya.
"Mika pas kecil itu suka nangis sebelum dekat sama Rivia." Pak De terkekeh.
"Pak De, jangan buka aib Mika di depan Asa dong!" siapa sangka, rupanya Mika mendengar obrolan kedua laki-laki itu. Mika malu, makanya dia protes.
Kekehan Pak De malah makin lebar. "Lha kenapa? Malu? Ngapain malu? Itu kan dulu. Sekarang wes(3)enggak, tho? Opo(4) masih suka nangis?"
"Nggak. Mika udah nggak pernah nangis." Sahut Mika cepat. Matanya yang menatap spion, tanpa sengaja bertemu dengan mata Asa yang juga tengah melihatnya lewat spion.
"Pernah." Ujar Asa tanpa melepas tatapannya.
Wajah Mika memerah seketika. Langsung ia membuang muka ke arah lain. Tidak berani melihat Asa meski hanya lewat spion. Bayangan saat dimana ia menangis dua kali di depan Asa yang dua-duanya disertai pelukan, membuanya malu.
"Sudah, sudah, jangan ledekin Mika terus dong." Risa menyela, memberi pembelaan untuk Mika.
Ketika Risa dan Mika kembali mengobrol, Pak De pun kembali berbicara pada Asa. Kali ini dengan suara yang lirih dengan maksud agar Mika tidak bisa mendengarnya. "Kalo habis ini Mika sedih, bantu dia ya, nduk."
Mendadak perasaan Asa jadi tidak enak.
"Pak De, ini kita mau ketemu Rivia dimana sih? Rivia lagi dimana emangnya?" sela Mika setelah lima menit waktu berlalu. Gadis cantik itu sedikit mencondongkan badan ke depan.
Pak De melirik Risa lewat spion atas yang rupanya Risa juga sedang menatap ke arah yang sama.
"Nanti kamu pasti tau, Mika." Jawab Risa sambil menggenggam tangan Mika.
Mika diam merasakan genggaman tangan Risa yang terasa dingin. Apa ini hanya perasaannya saja, atau entah bagaimana, ia merasa tidak nyaman.
Setelah itu Mika sudah tidak mengobrol dengan Risa lagi. Ia sibuk mengenyahkan perasaan tidak nyaman dengan cara memperhatikan jalanan sekitar yang ia lewati. Jalanan yang tidak banyak mengalami perubahan. Jalanan yang tidak asing. Jalanan yang sudah ia kenal, yang tidak begitu lebar, yang rindang karena pepohonan di kanan kiri, yang dulu Mika dan Rivia sering bersepeda melewati jalan ini apabila habis memancing di kali. Yang kalau melewati jalan ini, Rivia akan mengayuh sepedanya lebih cepat sebab ia takut karena jalan ini adalah jalan...
Punggung Mika menegak seketika. Wajah menegang detik itu juga. Perasaan tidak nyaman yang sudah ia rasa terasa makin jadi.
Nggak! Ini bukan jalan itu! Pasti gue cuma salah nginget!
Sambil meyakinkan hati, Mika kembali memastikan jalanan yang sedang ia lewati. Saat ini hatinya sedang berperang dengan kenyataan yang ia lihat. Mau ia perhatikan selama apa pun, jalan ini adalah jalan itu. Jalan menuju tempat itu!
Kenapa? Kenapa ke jalan ini? Kenapa kesini? Dimana Rivia sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MIKAELA
Teen Fiction(COMPLETE) Mikaela, yang karena kecantikannya membuat dia menjadi populer dan jadi incaran banyak cowok di sekolah hanya dalam sekali lihat. Tak terkecuali Reki, si cowok nomor wahid dan cowok pujaan di sekolah yang juga menjadi front man The Strays...