53

2.7K 147 7
                                    

I miss you so bad
I wanna share your horizon
And see the same sun rising
Turn the hour hand back to when you were holding me
-Jet Lag, Simple Plan ft Natasha Bedingfield

Di depan rumah bernuansa biru muda, Mika mematung. Pikirannya melayang-layang ke masa kecilnya. Masa dimana ia selalu menghabiskan waktu di tempat ini. Bersama Rivia.

Mika sedikit menoleh ke arah samping rumah biru muda itu. Yang mana dulu itu adalah rumahnya. Beberapa bulan setelah Mika pindah ke Jakarta, kata Rivia rumah itu sudah ada yang menempati. Sebuah keluarga pindahan dari Purwokerto. Berbeda dengan rumah Rivia yang menurut Mika masih tetap sama dengan yang dulu, rumah lama Mika sungguh terlihat berbeda. Cat rumah yang dulu selalu berwarna putih, sekarang diubah menjadi warna oranye yang mencolok. "Itu dulu rumah gue, Sa." Kata Mika dengan wajah mengenang. Senyum yang ditujukan untuk rumah lamanya.

Asa ikut menoleh, ke mata Mika tertuju. Asa memperhatikannya sesaat. Mungkin memang sudah menjadi khas keluarga Mika, yang gemar memiliki rumah mungil namun elegan.

"Tapi kata Rivia, tiga bulan setelah gue pindah, udah ada orang baru yang nempatin." Lanjut Mika. Asa hanya diam menyimak. Lalu perhatian Mika kembali tertuju pada rumah berwarna biru muda. Tangannya yang mendadak dingin, meremas pegangan ransel yang melingkari persendian bahunya.

"Mi-ka?" seseorang memanggil nama gadis itu. Yang otomatis membuat Mika dan Asa membalikkan badan.

Awalnya Mika terkejut, akan tetapi sedetik kemudian wajahnya tampak senang berseri. "Pak De?"

Pria tua yang dipanggil Pak De itu tersenyum dan segera turun dari motor bututnya. "Benar ini Mika? Mikaela?" tanyanya lagi memastikan sambil mendekat ke arah Mika.

Mika mengangguk antusias, "Iya, ini Mika, Pak De. Mikaela."

Pak De seperti masih tidak percaya. Pak De menyentuh kepala Mika, mengusap rambut Mika dengan mata yang sedikit berkaca. "Sudah besar sekali kamu, nduk." ucapnya penuh haru.

Mika tersenyum manis dan segera menyalami tangan Pak De dan menempelkan punggung tangan Pak De ke dahi. Hal yang selalu Mika—dan Rivia—lakukan ketika kecil dulu. "Pak De apa kabar? Lama banget Mika nggak ketemu Pak De ya?"

"Pak De baik, Alhamdulillah. Kamu udah jadi gadis saiki(2) yo, nduk."

Mika meringis, "Ya nggak mungkin juga Mika kecil terus, Pak De."

"Mama apa kabar? Baik kan?" tanya Pak De lagi.

Mika mengangguk senang, "Alhamdulillah baik, Pak De."

"Ini..." Pak De yang baru menyadari adanya orang lain di antara dirinya dan Mika segera menanyakan keberadaan orang tersebut pada Mika.

"Ini Asa, Pak De. Temen Mika dari Jakarta." Ujar Mika memperkenalkan Asa pada Pak De.

Asa mengulurkan tangannya sopan yang disambut ramah oleh Pak De. "Asa."

Pak De menggenggam tangan Asa cukup lama sambil memperhatikan Asa dengan lekat. Sampai Asa mengerutkan kening heran sekaligus canggung. "Panggil saya Pak De." Ucapnya kemudian sambil melepas genggaman tangan Asa dan memutus pandangan dari Asa.

Asa hanya mengangguk ragu.

"Oh ya, Pak De. Mika kesini mau ketemu sama Rivia. Dia ada di rumah kan?" tanya Mika antusias dan tampak tidak setegang sebelumnya.

Perlahan Pak De kembali memperhatikan gadis cantik itu. Senyum yang menghiasi wajahnya tadi pelan-pelan pudar.

*

MIKAELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang