44

15K 631 20
                                    

Bau aneh menusuk hidung keenam manusia yang sama sama berada di ruang rawat inap. Ruangan itu sangat besar, sepertinya ruang VVIP. Semua melihat sekeliling. Tubuh mereka ditempel dengan berbagai macam peralatan. Kepala mereka masih pusing. Semuanya belum bisa mencerna bagaimana kejadian yang terjadi waktu itu.

Adel menoleh ke samping. Dia membuka gorden yang membatasi antara dia dan Clara. Clara menoleh ke Adel dan tersenyum. Clara berada di samping kanan Adel. Sedangkan Alvaro berada di samping kiri Adel. Alvaro paling ujung. Di samping kanan Clara ada Niko. Lalu di samping kanan Niko ada Jane. Jane membuka gorden di samping kanannya. Jane membulatkan matanya terkejut. Tubuhnya menegang. Rahangnya mengeras. Jane sudah tidak bisa membendung air matanya. Tangisnya pecah. Ruangan yang awalnya hening menjadi ramai karena suara tangisan Jane. Semua menoleh ke Jane. Jane beranjak dari ranjangnya. Dia tidak peduli dengan semua alat yang menempel di tubuhnya. Jane mendekati ranjang yang terdapat satu orang yang ditutupi kain putih. Semua terkejut melihat mayat itu. Niko turun dari ranjangnya dan menyusul Jane yang sudah tidak sabar ingin melihat siapa orang yang ditutupi oleh kain putih ini. Niko mengusap pundak Jane pelan. Niko khawatir kalau ini adalah Dimas. Jane tersenyum tipis dan menarik ujung dari kain putih itu. Adel,Clara dan Alvaro hanya bisa diam di tempat sambil melihat Jane membuka kain putih tersebut.

Mereka terkejut bukan main. Di sisi lain mereka lega karena itu bukanlah Dimas. Melainkan guide yang menemani mereka waktu itu. Tapi di sisi lain mereka juga kaget dan sedih karena yang meninggal adalah guide mereka. Mereka juga kaget karena di ruangan ini tidak ada Dimas. Tangis Jane semakin keras. Isakannya membuat nafasnya menjadi tidak beraturan. Niko memeluk Jane erat. Bukan mau modus atau apa, dia hanya ingin menenangkan Jane.

"DIMANA DIMAS?!KENAPA DIA GA ADA?!DOKTER!!SUSTER!!DIMAS DIMANAAA??!" Jane ingin berlari keluar kamar tapi ditahan oleh Niko. Niko tetap memeluk Jane erat. Kondisi Jane belum stabil. Begitu juga dengan kondisinya dengan yang lain. Adel menekan tombol putih di sampingnya. Tak lama dokter dan suster datang ke kamar mereka.

"Kalian berdua kenapa berdiri?kondisi kalian belum stabil" kata dokter bingung sambil mendekati Jane dan Niko. Jane menepis tangan Niko dan mendekati wajah dokter. Jane berjinjit agar kepalanya sejajar dengan kepala dokter. Karena Jane hanya sebahunya dokter.

"DIMANA.PACAR.SAYA.DOK?!" pekik Jane tepat di depan wajah dokter itu. Niko menahan Jane agar tidak emosi. Dokter dan suster terdiam.

"DOK JAWAB!DIMANA DIMAS?!KENAPA DIA GA ADA DISINI?!" Jane mengulangi pertanyaannya. Niko kembali memeluk Jane erat. Jane menangis di dalam pelukan Niko. Dokter menghela nafas pelan dan mendekati Niko.

"Saya tidak tau siapa itu Dimas. Yang pasti, tadi hanya kalian yang dibawa kesini. Hanya berenam" kata Dokter sambil melirik guide. Suster sudah pergi ke ruang mayat untuk menaruh jasad guidenya disana.

Jantung Jane seperti mau loncat dari tempatnya. Bulu kuduknya merinding. Kepalanya pusing. Air matanya tidak berhenti mengalir. Niko hanya ingin menenangkan sahabat sekaligus pacar dari sepupu Alvaro ini.

Suster kembali ke kamar mereka berlima. Dokter berbicara dengan suster. Dia bertanya tentang keberadaan Dimas.

"Setahu saya, ada tujuh korban yang diakibatkan badai laut itu. Tapi yang dibawa kesini hanya enam. Sepertinya saat saya kesana dengan beberapa ambulans, tim penyelamat mengatakan bahwa satu orang lagi sedang dalam proses pencarian"

Semua melotot. Ternyata Dimas belum ditemukan. Jane tersungkur di lantai. Dia menutup wajahnya sambil menangis. Niko melirik ke Adel,Clara dan Alvaro. Mereka bertiga hanya menggeleng kecil. Alvaro turun dari ranjangnya dan mendekati Jane. Alvaro menarik dagu Jane agar Jane melihat ke arahnya. Jane membuang muka. Perasaannya sedang sangat kacau saat ini.

"Jane, please. Bukan lo doang yang kehilangan Dimas, kita semua juga kehilangan jane. Dimas juga sepupu gue. Apa yang harus gue bilang ke orang tuanya nanti?" Terdengar nada khawatir yang keluar dari bibir Alvaro. Jane menoleh ke Alvaro dan memeluknya erat. Alvaro mengusap punggung pacar sepupunya ini.

"Gue mau cari Dimas, titik"

"Ga bisa ja—"

"POKOKNYA GUE MAU CARI DIMAS!"

"Not now jane!"

"Terus kapan al?gue harus apa?diem aja?tiduran disini sedangkan pacar gue sendiri belum ketemu?!IYA?!"

Alvaro terdiam. Dia tidak bisa membentak Jane secara terus menerus. Itu yang malah membuatnya semakin stress. Dokter dan suster pamit keluar. Mereka berlima diminta untuk tenang dan beristirahat. Jika ada apa apa bisa memanggil lewat tombol putih di samping ranjang mereka.

Adel ingin bangun dari ranjangnya. Tapi Alvaro melarangnya. Dari penjelasan dokter tadi, Adel yang mengalami masa kritis paling parah dan paling lama. Mereka sudah berada di rumah sakit setelah 10 jam pencarian di laut. Hampir setengah hari tim penyelamat mencari mereka di laut. Sekarang sudah hari kedua setelah kejadian menyeramkan itu.

"Jane, habis kita keluar dari sini, baru kita cari Dimas ya?" ucap Niko halus sambil mengusap rambut Jane. Jane menggeleng keras dan menatap Niko dengan tatapan tajam.

"Lo ga ngerti gimana perasaan gue nik!Lo ga tau, gimana rasanya orang yang lo sayang ga ada disini!Lo sama Alvaro pasti udah lega, Clara sama Adel udah disini sama kalian. Pasangan kalian udah disini. Jadi kalian ga perlu khawatirin apa apa lagi. Tapi gue? PASANGAN GUE GA ADA. PACAR GUE GA ADA!"

Tangis Jane semakin keras. Tadi dia sudah sedikit tenang. Tapi mengingat Dimas dia kembali menangis. Terlalu banyak kenangan yang dia lewati bersama Dimas. Dia berdoa agar Dimas bisa cepat ketemu. Kenapa gak Jane hilang berdua sekalian sama Dimas? Kalau gini caranya, Jane gak akan bisa tenang.

"Jane,kita ngerti perasaan lo. Lo kira lo aja yang pernah kehilangan?engga. Gue juga pernah jane. Gue juga pernah kehilangan orang yang gue sayang selama dua kali berturut turut" ucap Adel dengan suara parau. Niko dan Alvaro menoleh ke Adel bersamaan. Mereka sadar kalau dua orang yang Adel maksud adalah mereka berdua.

"Sekarang gue harus kehilangan orang ketiga yang gue sayang" lanjut Adel sambil berusaha menahan agar air matanya tidak terjatuh. Jane menoleh ke Adel. Jane bangkit dari posisinya dan memeluk sahabatnya itu. Adel membalas pelukan Jane. Clara juga turun dari ranjangnya dan ikut memeluk sahabat sahabatnya. Niko dan Alvaro hanya bisa tersenyum tipis.

"Gue sayang kalian. Bantuin gue cari orang yang kita sayang ya?" kata Jane dengan wajah urakannya. Adel dan Clara mengangguk lalu tersenyum manis.

Ceklek!

Pintu kamar mereka terbuka lebar. Semuanya menoleh ke arah pintu. Dokter dan suster datang lagi. Entah karena apa,padahal mereka gak ada ribut atau membuat kerusuhan. Dokter mendekati mereka dan tersenyum ramah.

"Tadi ada yang menelpon pihak rumah sakit, kalau saudara bernama Dimas Antonio berhasil ditemukan. Sekarang saudara sedang ditangani di ruang UGD".

                                💕💕💕

Sorry upnya lamaa guis. Udah rada rada kehabisan ide sm ga mood. Bakal aku tamatin cerita ini tp aku usahain biar endingnya sedikit nyambung. Enjoy my story ges

Adelina [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang