45

16K 653 14
                                    

Jane berlari ke ruang UGD sambil menarik infus. Semua menyusul Jane tapi mereka tidak berlari. Hanya berjalan dengan tergesa gesa.

Sampai UGD, Jane melihat di jendela kecil yang terdapat pada pintu UGD. Nampak cowok dengan wajah pucat dan penampilan yang sangat berantakan.

Dimas.

Jane ingin sekali menerobos masuk ke dalam sekarang juga. Tapi dia mengurungkan niat nekatnya itu. Kalau dia masuk, sama saja pacarnya tidak akan ditangani. Malah Jane sendiri yang ditangani karena dapat mengganggu kenyamanan. Jane duduk di kursi yang berada tepat di depan ruang UGD. Adel,Clara,Alvaro dan Niko tiba di UGD. Adel dan Clara duduk di samping Jane. Jane menunduk sambil menutup wajahnya. Adel mengusap pundak Jane pelan. Adel sudah dua kali merasakan hal yang sama seperti Jane. Dan itu rasanya perih. Sakit.

"Dimas pasti gapapa jane. Doain dia,jangan nangis" kata Clara sambil menepuk pundak Jane pelan. Jane mengangguk dan mengusap air matanya yang daritadi dia sembunyikan dibalik tangannya.

Ceklek

Dokter dan suster keluar dari ruang UGD. Semua menoleh dan berdiri. Jane mendekati dokter sebelum dokter berbicara kepada mereka berlima.

"Gimana keadaan pacar saya dok?"

"Kalian teman teman dari Dimas Antonio?"

Semua mengangguk. Dokter tersenyum tipis dan menghela nafas.

"Dimas masih dalam masa kritisnya. Belum tau kapan masa kritisnya akan terlewati. Tapi kemungkinan besar akan memakan waktu yang lama. Berdoalah semoga masa kritisnya bisa cepat terlewati"

Semua mengangguk dan tersenyum. Tanpa basa basi lagi, Jane langsung masuk ke dalam ruang UGD tanpa seijin dokter. Alvaro berusaha menjelaskan kondisi Jane sekarang. Dokter mengerti dan pamit untuk pergi.

Jane mendekati ranjang putih Dimas. Jane duduk di kursi yang berada di samping ranjang Dimas.

"Dim,untung lo ketemu. Gue kira lo mati"

"Gue udah panik setengah mati tau ga?!lo bikin gue takut"

"Udah bilang makasi belom ke tim penyelamat?mereka kan udah nolongin lo"

"Pasti belom!ihh ga sopan banget deh"

"Kalo lo udah keluar dari sini, cari tim penyelamatnya. Bilang makasi loh. Eh?gue aja belom bilang makasi hehe"

"Tapi gapapa, kita ngomongnya barengan aja ya. Biar kompak!"

"Lo tau ga?Gue kira mayat yang di kamar gue itu lo. Ternyata guidenya. Gue udah takut setengah mati. Oh ya lo ketemu mermaid ga?"

"Katanya kalo orang tenggelem di laut, bakal ada mermaid yang nolongin. Lo ketemu ga?gue sih engga"

"Eh beruntung sih lo ga ketemu mermaid, kalo ketemu terus ternyata mermaidnya lebih cantik dari gue nanti lo naksir lagi"

"Kalo ada artis nembak lo,lo terima ga?"

"Lo sayang gue kan?"

15 detik..
30 detik..

Ruang UGD seketika hening. Hanya ada suara nafas Jane yang tidak beraturan. Air mata Jane sudah meluncur deras melewati pipinya dari tadi.

"Kok lo ga jawab?lo ga sayang ya gue?"

"Oh ya katanya kalo orang lagi koma atau kritis pasti bisa denger semuanya walaupun belum siuman. Berarti lo bisa denger kan yang dari tadi gue bilang?"

"Gue janji, setelah lo keluar dari rumah sakit bakal jagain lo terus. Gue ga bakal ijinin lo berantem. Makan coklat sama permen. Dan lo ga boleh main basket. Pokoknya kalo lo udah sembuh total baru lo boleh lakuin yang lo mau"

Adel,Clara,Alvaro dan Niko berdiri di ambang pintu. Mereka terdiam mendengar ocehan Jane. Jujur mereka sangat prihatin dengan keadaan Jane sekarang. Tapi setidaknya setelah bertemu Dimas dia bisa menjadi lebih lega.

Air mata Jane menetes di tangan Dimas. Jane mencium punggung tangan Dimas dan menariknya ke dalam dekapannya. Tak lama Jane merasakan sesuatu yang bergerak. Jane menoleh dan melihat tangan Dimas. Jari jari Dimas mulai bergerak perlahan. Matanya mulai terbuka. Dengan cepat Jane memencet tombol yang berada di samping ranjang Dimas.

"Jane?"

Jane tersenyum manis dan memeluk Dimas erat. Dimas tersenyum dan membalas pelukan pacarnya hanya dengan tangannya yang masih diinfus.

"Lo denger yang gue bilang daritadi?" tanya Jane penuh semangat. Dimas mengerutkan keningnya dan menggeleng pelan.

"Emang lo ngomong apa?" tanya Dimas bingung. Jane mengangkat bahu. Tidak mungkin dia mengulangi ocehannya lagi dari awal. Sudah panjang lebar dia berbicara di depan Dimas tadi. Jane mendengus dan menghela nafas kasar.

"Huh ga usah dibahas!males. Ga penting jugaan. Yang terpenting sekarang lo udah sadarr" pekik Jane keras sambil memeluk tangan kekar Dimas. Dimas tertawa dan tersenyum manis. Dia gemas sekali dengan cewek yang berada di depannya sekarang. Ingin sekali Dimas mencubit pipi Jane.

Dokter masuk ke dalam UGD bersama suster. Dokter tersenyum dan mengecek kondisi Dimas.

"Ini keajaiban, baru 1 jam, tapi masa kritisnya sudah lewat. Setelah ini saudara Dimas akan di pindahkan ke kamar inap. Dia harus dirawat disini sekitar beberapa hari. Mungkin paling lama seminggu" ucap dokter panjang lebar.

"Sekamar sama saya sama temen temen saya boleh dok?" tanya Jane dengan wajah memelas. Dokter kembali tersenyum dan mengangguk. Jane bersorak gembira. Dimas menahan tangan Jane agar tenang. Karena sekarang mereka sedang berada di rumah sakit. Jane terkekeh pelan dan kembali duduk di kursinya. Adel,Clara,Alvaro dan Niko ikut terkekeh melihat kelakuan kekanak kanakan Jane.

"Sekarang kalian balik ke kamar ya. Biar saya yang bawa saudara Dimas ke kamar kalian" kata suster sambil membantu Dimas duduk. Jane mengangguk. Sebelum pergi, Dimas mengecup punggung tangan Jane dengan sayang. Jane tersenyum dan berlari meninggalkan Dimas. Jane,Adel,Clara,Alvaro dan Niko berjalan ke kamar mereka yang berada di lantai 3.

Sorenya, orang tua Adel datang untuk menjenguk putri dan putra mereka. Adel memeluk kedua orang tuanya. Begitu juga dengan Niko. Papa menatap Niko dengan tatapan yang dapat Niko mengerti. Sedangkan Adel tidak mengerti dengan maksud tatapan papanya itu. Mama melirik ke papa. Mama mengangguk kecil kepada papanya yang membuat Adel semakin bingung dengan kelakuan keluarganya yang tiba tiba menjadi aneh seperti ini.

"Kalian kenapa sih?" tanya Adel bingung. Dia sedikit risih dengan orang tua dan kakaknya yang dari tadi saling menatap satu sama lain. Papa menoleh ke Adel dan tersenyum manis. Tapi menurut Adel, ini bukan senyuman papa yang biasanya.

"Papa sama mama mau bicarain sesuatu sama kamu. Ayo keluar kamar sebentar"

Papa membantu Adel turun dari ranjangnya. Mereka mengajak Adel keluar dari kamar. Niko yang sudah mengetahui semuanya hanya bisa berdoa agar Adel tidak histeris saat mengetahui apa yang akan mereka jalani di kemudian hari.

🔥🔥🔥

Halooo!baca cerita terbaru aku ya. Judulnya '2008'. Kayaknya cerita itu lebih bagus alurnya. 'Kayaknya'. Blm tau kapan cerita ini ditamatin. Btw jangan lupa buat vote sama comment di cerita baru aku ya. Happy reading💕

Adelina [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang