Penghuni asrama di Universitas ini kebanyakan dihuni oleh mahasiswa yang tidak punya tempat tinggal di Seoul, atau mahasiswa yang berprestasi ataupun mahasiswa yang kurang mampu.
Sementara yang lainnya tinggal di rumah mereka masing-masing ataupun di apartemen milik mereka.
Dan alasan gue memilih tinggal di asrama karena, pertama gue ngga punya keluarga di Seoul, kedua gue terlalu takut untuk tinggal di apartemen dan yang ketiga tinggal di asrama bisa meminimalisir jarak dan waktu dari tempat tinggal gue ke kampus.
Gue bukan berasal dari keluarga yang kurang mampu, bisa dibilang hidup gue terlampau berkecukupan karena nyokap gue adalah pemilik toko busana ternama di daerah Gangnam. Tidak heran kenapa gue selalu tampil modis.
"Hari ini kamu free kan?" Tanya Kris saat gue baru saja memasuki mobilnya.
"Kalo aku ngga free aku ngga sama kamu sekarang."
"Jutek banget siih pacar aku." Pipi gue menjadi sasaran kegemasan Kris, ia memainkannya sebelum mulai berkendara.
"Yang, kita ke rumah sakit dulu ya?" Tanya Kris.
"Hmm." Jawab gue berdeham karena gue masih asik dengan lamunan gue.
"Aku mau ketemu sama sepupu aku sebentar. Dia dokter, baru kemaren balik dari Jerman dan sekarang udah dapat kerjaan di rumah sakit terbesar Korea. Ya walaupun rumah sakit itu punya keluarga dia." Oceh Kris di tengah perjalanan kami menuju rumah sakit.
Gue kembali berdeham untuk membalas perkataannya. Keluarga Kris memang berlatarbelakang orang-orang yang berada dan terpandang.
"Umurnya sebaya sama aku, tapi udah selesai pendidikan dokter ditambah pendidikan psikolog, keren yaa?" Kris masih terus mengoceh tentang sepupunya.
Umur Kris sekarang 26 tahun beda 3 tahun diatas gue, seharusnya dia tidak berada di bangku kuliah lagi dan sudah sepatutnya menggantikan papanya di perusahaan. Itu semua tidak terjadi karena pembawaan Kris yang terlalu santai.
"Iya." Jawab gue atas pertanyaan Kris.
"Hari ini kamu cuek plus jutek banget. Kamu ada masalah apa?" Kris menyadari tingkah aneh gue, karena sejak tadi gue tidak banyak memberikan respon.
"Ngga kenapa-napa. Kamu fokus aja nyetir." Imbuh gue terdengar sedikit kasar.
Huft, ayolahh, hari ini gue mau seneng-seneng sama Kris. Mood gue jatuh sangat drastis, seperti tidak ingin melakukan apapun dan hanya ingin larut dalam lamunan.
"Hmm, okey yang. Sorry."
Jangan minta maaf Kris, seharusnya aku yang minta maaf ke kamu.
Walaupun Kris bukan tipikal lelaki dewasa pada umumnya, tapi dia pria yang sangat baik. Dia selalu mengerti dengan kondisi 'aneh' gue. Dia selalu sabar ketika mood gue tidak menentu.
Gue ngga tau kalo sekarang ini ga sama Kris, mungkin ngga ada orang yang bakal ngerti gue. Bahkan mama pun sudah lelah dengan tingkah anak satu-satunya ini.
Kris memarkirkan mobil audi hitamnya di pelataran rumah sakit terbesar di negara ini. Kris pernah bercerita beberapa kali tentang rumah sakit milik pamannya ini.
"Sepupu aku merawat pasien sakit jiwa di rumah sakit ini. Aku salut deh sama dia mau terjun ke dunia kaya begitu." Kris kembali mengoceh saat kami memasuki lobby dan ingin memasuki lift.
Seketika hati gue terketuk.
Gue tahu rumah sakit ini juga menyediakan perawatan untuk orang sakit jiwa. Tiba-tiba pikiran gue menjadi semakin kalut dan gue ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Oh ● Sehun EXO✔️
Fanfiction[Completed] "Memangnya kenapa lagi? Kamu itu pasien saya. Tanggung jawab saya."