Mengetahui Saena telah keluar dari rumah sakit, Kris langsung menuju rumah kakeknya dimana Saena tinggal sementara waktu.
Sebelum sampai, ia menyempatkan membeli mawar putih kesukaan Saena sebagai bentuk maafnya. Kris tak henti-hentinya mengutuk dirinya atas perkataannya itu.
Kris memang tidak suka melihat Saena dan Sehun bersama. Tapi ia jauh lebih tidak suka jika Saena tersakiti apalagi karena dirinya.
"Selamat datang Tuan." Sambut pelayan.
"Saena di kamar bi?" Tanya Kris to the point.
"Nona Saena bukannya di rumah sakit tuan?"
"Tapi suster di rumah sakit Saena udah boleh keluar."
"Maaf tuan, saya nggak tau."
Kris mulai berpikir mungkin saja Saena tidak kembali kesini melainkan ke rumah orang tuanya.
Tanpa pikir panjang, Kris menelpon ayah kandung Saena.
'Selamat siang tuan Lee.'
'Selamat siang Kris. Ada apa menelfon?'
'Apa Saena ada di rumah anda?'
'Saena? Tentu saja tidak. Bukannya dia sekarang tinggal di rumah kakek kamu?'
Sekali lagi, Kris merasa sangat bersalah. Ayah Saena benar-benar membuatnya geram. Mengapa Saena harus dilahirkan dari keluarga seperti itu?
'Aah. Begitu, baiklah.'
________________
Saena mulai membaik. Tidak sebaik yang kalian bayangkan, hanya saja ia tidak separah ketika ia hanya melamun dan tidak menghiraukan orang yang ada di sekitarnya.
Sehun membuat cutinya dari rumah sakit untuk mengurus Saena. Jangan ditanya mengapa. Hanya Sehun harapan untuk kesembuhan Saena.
"Kamu mau tidur seharian hmm?" Sehun duduk di tepi kasur tepat di sebelah Saena.
"Pusing." Saena menjawab dengan suara kecilnya.
"Itu karena kamu terus terusan di kasur. Kamu harus beraktivitas Saena."
Saena berpaling dan meraih guling yang ada di dekatnya, pertanda jika ia tidak ingin melakukan aktivitas apapun diluar kasur tersebut.
"Ada supermarket di lantai paling bawah. Mau ikut sama saya buat belanja?" Tawar Sehun.
Masih belum ada respon dari Saena.
"Kamu boleh beli coklat atau ice cream sesuka kamu."
... dan berhasil.
Saena beralih ke arah Sehun. Ia mencoba sekuat tenaganya untuk bangkit. Tentu saja Sehun langsung membantu Saena untuk bangun dan menyandarkan punggungnya di kepala kasur.
"Mau ikut?" Sehun bertanya kepada Saena dengan tatapannya langsung mengarah ke mata Saena.
Tatapan mata Saena itu mengingatkan Sehun akan tatapan anak kecil yang tidak mengerti apapun tentang hal yang terjadi disekitarnya.
Mungkin Saena masih terlihat linglung, tapi setelah melakukan cek ini itu, Sehun bisa tau jika saraf otak Saena sudah mulai membaik.
"Saya tunggu di luar, kamu bisa ganti pakaian dulu." Sehun memberikan Saena privasi untuk mengganti piyamanya.
Bahkan meninggalkan Saena hanya untuk berganti pakaian saja bisa membuat Sehun khawatir.
Sehun menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya jika tidak baik punya ke khawatiran yang berlebihan seperti itu.
"Ga lama kan?" Tanya Saena saat keluar dari kamar dan menghampiri Sehun.
Senyuman Sehun melebar saat Saena muncul dengan kondisi yang tampak normal.
"Engga, ga lama kok."
Saena mengalungkan genggamannya ke lengan Sehun. Tentu saja pria yang menjadi dokter pribadi Saena itu menyambutnya dengan senang hati.
Saena dan Sehun mulai memasuki keramaian. Dengan adanya supermarket yang terletak di lantai dasar apartemen ini memudahkan para penghuninya untuk berbelanja.
"Pertama, ayam potong." Ujar Sehun.
Tangan kanan Sehun memegang trolly sedangkan satu tangannya lagi mendekap pinggang Saena.
Saena ikut memilihkan mana ayam potong yang harus dipilih. Sehun sudah mengambil kemasan ayam potongnya namun diambil alih oleh Saena dan diambilnya yang lainnya.
"Kan sama aja?" Heran Sehun.
"Di ayam potong yang tadi masih ada banyak sisa-sisa darahnya, ga bagus." Jelas Saena.
Pria lulusan Jerman itu tersenyum melihat Saena mulai berinteraksi dengan normal.
"Mau cari apa lagi?" Tanya Saena.
"Sayur."
Saena sama sekali tidak mengeluh akibat Sehun yang keteteran karena belum pro dalam hal belanja seperti itu. Dalam hati ia hanya merasa terhibur melihat Sehun yang kebingungan.
Setelah hampir dua jam menghabiskan waktu di supermarket, Sehun dan Saena kembali ke apartemen. Kali ini Sehun tidak bisa merangkul pinggang Saena seperti sebelumnya karena Sehun memegang kantong plastik yang meggunakan tangan kanan dan kirinya.
Saena merebahkan dirinya di sofa, dengan kondisi yang belum terlalu fit Saena masih mudah kelelahan.
"Kamu kecapean ya? Maaf ya." Setelah meletakkan semua belanjaan di dapur, Sehun ikut merebahkan diri di sofa tepat di sebelah Saena.
Melihat Saena merenggangkan pergelangan kakinya, Sehun refleks meraih kedua pergelangan kaki Saena lalu diposisikan dalam pangkuan Sehun.
Walaupun sempat ingin menolak perlakuan Sehun, pada akhirnya Saena membiarkan kedua kakinya bertengger di pangkuan Sehun.
"Enak ga saya pijitin gini?" Tanya Sehun sambil memijat perlahan pergelangan kaki Saena.
Saena mengangguk sambil tersenyum. Sehun bukan hanya memanjakan kakinya melainkan hatinya.
Pada momen seperti inilah yang membuat Saena bersyukur dan keadaan mentalnya membaik. Ketika ia merasa dirinya diperdulikan dan diberikan kasih sayang.
[TBC]
Hayooo siapa yang kangen cerita ini??
Jangan lupa vote and comment ya gaes!! Love u to the moon and back😘😘
(Follow ig
@.safnaputrip
@.oohsaena)
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Oh ● Sehun EXO✔️
Fanfiction[Completed] "Memangnya kenapa lagi? Kamu itu pasien saya. Tanggung jawab saya."