Saena POV
Belum lama ini, Luhan sering nelfon atau sms gue. Seberapa banyak pun pesan dan panggilan darinya yang ngga gue respon, dia tetap berusaha buat deketin gue.
"Sa, akhir-akhir ini sibuk ngapain?" Tanya Luhan.
"Kuliah." Gue berusaha memberi sinyal ke Luhan kalau gue benar-benar tidak ingin diganggu dengan tidak menoleh ke arahnya dan berpura-pura membaca catatan.
"Maksudnya setelah kuliah. Kayanya setelah lo putus, lo lebih free. Tapi gue pengin tau--"
"Lo bisa ngga sih gausah ganggu hidup gue?!! Apa masalahnya kalo gue pu--tus." Tiba-tiba kata-kata Kris terngiang di benak gue, sewaktu dia mutusin gue dan bilang kalau dia capek dengan sikap gue yang ga menentu.
"Maaf.. Gue ngga maksud bentak lo." Dengan adanya ingatan Kris, gue bisa mengembalikan kestabilan emosi gue.
Untung di kelas belum banyak orang yang datang jadi setidaknya tidak banyak mata yang memandang keanehan gue lagi.
"It's okay, Sa. Gue tahu sebenarnya lo cewe yang baik." Luhan sama sekali tidak tersentak dengan bentakan gue. Selain Baekhyun, dialah orang yang paling sering melihat perubahan mood gue yang berubah tak menentu secara drastis.
"Nanti gue antar pulang ya?" Luhan tidak pernah absen mengulang kalimat itu walaupun gue ngga pernah mau.
"Ga usah, gue mau pergi."
"Oh mau pergi. Yaudah kalo gitu gue antar ya?"
"Nggak makasih, gue bisa sendiri."
"Ayolah Sa. Ngga ada ruginya kan kalo gue yang antar, malah lo ga perlu ribet naik bus atau taksi."
Luhan benar, selama ini gue kemana-mana sama Kris. Kalau ngga ada dia gue harus naik taksi atau bus kemana-mana. Berhubung gue ngga suka keramaian, gue biasa naik taksi dan ongkosnya lebih mahal.
Hitung-hitung buat hemat, gue mempertimbangkan lagi tawaran Luhan.
"Okey, gue mau."
"Nah gitu dong." Luhan akhirnya tersenyum setelah gue setuju dengan ajakannya.
"Mau pergi kemana emang?"
"Rumah sakit."
"Siapa yang sakit? Bukan lo kan?"
Gue ngga mungkin bilang tujuan gue kesana untuk menemui dokter kejiwaan karena masalah pribadi gue.
"Please. Bukan urusan lo."
Setalah tatapan sinis gue berikan ke Luhan. Dia tidak berani lagi angkat suara. Tapi setidaknya dia cukup puas karena akhirnya gue mengiyakan ajakannya.
**
Untungnya jarak dari kampus ke rumah sakit ngga terlalu jauh, gue ga harus mendengar kekepoan Luhan lagi tentang hidup gue. Meskipun selama dia bertanya gue selalu menjawab dengan kata iya, tidak atau bukan urusan lo.
"Makasih tumpangannya." Gue membuka seat belt lalu kemudian turun dari mobil milik Luhan.
"Jangan sungkan nelfon gue buat jemput lo."
Gue hanya tersenyum simpul lalu menjauh dari mobilnya dan memasuki lobby rumah sakit.
Di dalam lift, orang-orang yang ada di dalamnya menatap gue berbeda setelah gue menekan tombol angka 8 di sisi kanan lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Oh ● Sehun EXO✔️
Fanfiction[Completed] "Memangnya kenapa lagi? Kamu itu pasien saya. Tanggung jawab saya."