Gue udah di cafe GardenLee bareng Roy setelah membelikan makanan kucing berkualitas tinggi buat Mikko. Lihat muka Roy yang sedikit cerah setelah gue belikan makanan kucing yang menguras isi dompet gue secara singkat. Setelah gue ngerengek, akhirnya Roy mau traktir makan di sini. Beberapa saat kemudian Bang Joni mendatangi meja kami."lama kali baru kesini kalian." Seru Bang Joni sambil memberikan kertas dan bolpoint. "banyak tugas di sekolah ?"
Gue meringis. "enggak juga sih, Bang. Kita cuma sok sibuk aja."
"Dasar!" Bang Joni mengusap puncak kepala gue dan menepuk bahu Roy, "Dari jaman kalian pake seragam SMP, sampek sekarang ganti jadi seragam SMA. Kalian ini pelanggan setia cafe Abang. Kalau enggak ada kalian, rasanya Abang ini kurang semangat. Kalian ini pembawa kebahagiaan." Kelakar Bang Joni sok melucu.
"Cepetan ya bang." Ucap Roy sambil memberikan kertas pesanan kepada Bang Joni.
Spontan Bang Joni tertawa lalu melirikku. "Roy dari dulu masih dingin juga, Line."
"Dia ya gitu-gitu aja, Bang. Enggak ada perubahan." Balas gue.
"Untung kalian langgeng."
Tawa gue ilang. Langgeng gue jadi buntut Roy sih iya.
"Cepetan deh, Bang. Lapar nih!" ucap gue rada ketus.
Bang Joni menggeleng nggak paham dengan perubahan sikap gue.
"Duh gusti! Untung hamba belum nikah, moga aja anak hamba nggak kayak dua sejoli ini." Kemudian Bang Joni sudah hilang ke dapurnya.
"Nanti malam lo jadi keluar sama Welna ?" tanya gue.
Roy menatap gue dingin. "Jadi."
"Dan.. gue kudu jagain Mikko ?"
"Ya."
Gue menghela napas gusar. Kenapa gue jadi enggak suka kalau Roy bakalan keluar sama Welna. Rasanya gue nggak ikhlas harus berbagi Roy dengan Welna.
"Roy gue mau tanya lagi tentang perasaan lo ke Welna."
"Tanya aja." jawabnya dingin.
"Elo beneran Cuma pingin nyium Welna ?"
"Ya."
"Elo enggak ada perasaan lebih sama dia ?"
"Nggak."
"Setelah lo bisa nyium Welna, elo nggak pacarin dia ?"
"Nggak."
"Lo kok jahat sih!!!"
Roy melotot ke gue dan manarik tengkuk gue dengan cepat. Spontan gue langsung berdiri dan mencondongkan badan ke Roy agar tak menabrak meja. Kedua tangan gue menyangga tubuh di meja. Roy mendekatkan wajahnya lalu berbisik.
"Emang lo rela kalau gue pacaran sama Welna ?" bisiknya dengan tegas.
Gue liat senyum miring Roy setelah melepaskan tengkuk gue dan kembali memainkan ponselnya. Gue membeku kedinginan memikirkan ucapan Roy, kemudian gue kembali duduk dan mencari jawaban yang pas buat Roy.
"Ya.. emang sih gue nggak mau lo sering sama Welna. Nanti gue sama siapa dong ?"
Roy tersenyum tipis mendengar penuturan gue.
"Tapi kalau lo bisa ngimbangin waktu antara gue dan Welna sih nggak papa." Lanjut gue kemudian.
Kepala gue diketok ponsel sama Roy, "Sakit Roy!!"
Roy melengos menghiraukan gue, sedangkan gue yang sedang ngelus-ngelus bekas ketokan Roy Cuma bisa ngumpat cantik. Tapi sejurus kemudian gue malah ngomong sesuatu yang bikin gue nyesel udah ngomong gituan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ROY-ABLE - [END]
Teen Fiction[Young-Adult] Roy itu cuek. Dia misterius. Gue jadi sahabatnya aja bingung. Sampai kejadian itu merubah persahabatan kami. Roy ternyata lebih kompleks dari kata Dingin dan Cuek. Dia mengambil sesuatu yang tak harusnya dia ambil. Gue takut. Takut jat...