"Gue nggak tahan lagi, Line."Tatapan tajam dan dinginnya hilang, berganti tatapan tertahan. Suara dinginnya berganti begitu serak dan dalam. Bahkan saat Roy meniupkan nafas hangatnya di telinga gue, tubuh gue rasanya bergetar dan merindu. Tiba-tiba gue tersentak saat Roy menarik tubuh gue rebahan di ranjang. Elusan di pipi gue rasanya semakin hangat. Entah tubuh gue yang kedinginan atau memang kulit Roy yang mengeluarkan kehangatan.
Bibir Roy mendarat di leher gue. Tangannya juga mengusap area itu berulang-ulang. Lidahnya memainkan tulang selangka gue dengan sedikit kasar dan dibarengi gigitan gemas yang tak menyakitkan. Tangan Roy bergerak membuka kancing seragam gue, bahkan sampai payudara gue terpampang nyata dengan bra berwarna putih, gue membiarkan tangan nakal Roy meremasnya.
Gue mendesah lirih mana kala merasakan kehangatan di pucuk payudara. Bergerak melingkar, menekan, dan terkadang digigit kecil. Roy tak banyak bicara, tangan dan bibirnya yang lebih banyak mengungkapkan perasaanya.
"Lo bakal biarin gue melakukan lebih jauh ?" tanya Roy saat lidahnya berhenti di perut gue.
Gue menatapnya dengan bingung. Keringat dingin membasahi wajah dan badan gue. Perasaan gue sekarang gamang dengan semua ini. Dan akhirnya gue pun malah mengangguk.
Roy tersenyum tipis lalu melanjutkan aksi lidah dan bibirnya di perut gue. Kemudian dia menyingkap rok gue keatas dan menjilat paha gue dengan gemas. Desahan napasnya terdengar sangat menggoda, bahkan saat jemarinya gue genggam, Roy balik menggenggam dan memasukan jemari gue di sela jemarinya. Katakanlah ini seperti sebuah tanda Roy untuk menyakinkan gue. Tapi entahlah, saat ini gue gamang.
Roy melepas celana dalam gue dengan pelan. Sampai-sampai gue melihat mata Roy yang berkabut itu tak melepaskan pandangannya. Roy mendesis mendekatkan kepalanya kepangkal paha gue. Menjilat sisi paha kemudian bergerak ke milik gue yang rasanya sudah basah dari pertama Roy nyium gue.
Gue rasakan sesuatu yang lebih basah lagi menyapu bibir bawah milik gue. Bergerak keatas dan kebawah. Membukanya dengan pelan dan kemudian menerobos masuk dengan lembut. Gue mengerang tertahan. Genggaman tangan Roy lebih erat lagi. Gue tak tahan lagi tak kala Roy melumat nya dengan dan sesekali menggigitnya. Apalagi tangan Roy yang satunya sudah bergerak menggesek klitoris gue dengan cepat. Gerakan lidahnya juga makin cepat menusuk dan menjilat.
Tubuh gue bergetar saat merasakan nikmat yang mengalir dari satu titik menuju seluruh tubuh. Getaran itu semakin menyiksa, dan saat reda, sesuatu yang hangat terasa mengalir dari milik gue di bawah sana.
Apa ini namanya ?
Roy menyudahi jilatannya setelah menyapu seluruh milik gue. Bahkan tadi gue merasakan Roy menyeringai di bawah sana.
Gue menatap sayu Roy yang juga natap gue dengan senyuman manisnya. Gue masih terengah dalam diam. Gue nggak berani mengeluarkan suara keras tak kala memikirkan Mamanya Roy dan kamar Roy tak mungkin kedap suara.
"Good girl. Kok bisa lo nggak bersuara, hem ?" ucap Roy yang sudah menindih gue dan kembali menciumi leher gue.
"R-Roy ? ini salah nggak sih ?" suara gue terdengar seperti curut kejepit.
Roy terkekeh. "Salah. Salah kalau lo nggak menikmatinnya."
Gue memejamkan mata saat lidah Roy membelai bibir gue dan kemudian mengulumnya dengan lembut, tapi terasa begitu menuntut. Gue rasakan Roy bergerak membuka resleting celananya. Gue rasakan sesuatu yang keras dan juga lembut menggesek milik gue di bawah sana.
"Apakah kita bakalan... ngesex ?" tanya gue yang kemudian menutup mulut dengan tangan.
"Sttt..." Roy mengangguk, "Kalau lo belum siap, gue nggak maksa."
Gue masih gamang. Bahkan saat gue rasakan gesekan dari benda panjang dan keras... Woy! Itu beneran anunya si Roy ? gue.. gue nggak bisa liat dan sekarang jadi pingin ngeliat. Dari yang gue rasakan milik Roy itu panjang, tebal, dan kayaknya lebih besar dari yang gue bayangkan.
Gesekannya semakin cepat saat Roy mendesis sembari menyembunyikan wajahnya di leher gue. Dan ini rasanya nikmat banget. Gue nggak bisa mengungkapkan.
"Masukin Roy." Desah gue akhirnya.
Roy menatap gue dengan senyum miringnya. Kemudian gue rasakan milik Roy membelah milik gue. Gue hanpir menjerit kesakitan bila saja Roy tak melumat bibir gue. Gue mencakar punggung Roy saat milik Roy bergerak masuk.
Tok tok tok
"Adline! Dicari Mamanya. Di suruh pulang, Nak!"
Roy mendesis mendengar suara Mamanya dari balik pintu.
"Bentar lagi selesai, Ma!" teriak Roy.
"Kalian ngapain emang ?"
Roy ngeliat gue minta bantuan.
"Lagi ngerjain PR, Te. Bentar lagi selesai." Teriak gue penuh kebohongan.
PR macam apa yang main tindih-tindihan gini ?
"Yaudah, cepetan ya! Kasian Mamamu nak, nggak ada yang nyuci piring katanya."
Gue geleng-geleng mendengar itu.
Entah kenapa Roy malah menarik diri. Dia rebahan di samping gue dengan nafas berat. Gue bergerak miring menatapnya meski dibawah sana milik gue rasanya sangat sakit. Kayaknya belum masuk semua deh, tapi kok sakit banget ya.
"Kenapa Roy ?" tanya gue penasaran.
Gue pernah baca artikel yang menjelaskan kalau pria itu sulit banget meredam nafsunya. Sekali on itu harus mendapat pelepasan, karena sesuatu yang tertahan itu rasanya bisa membuat kepala meledak-ledak. Tapi ini Roy kok bisa nahan diri padahal tadi udah hampir masuk, meski Cuma ujungnya aja.
"Gue kasih waktu lo buat mikir-mikir lagi. Lo mau ngelakuin itu sama gue apa nggak, atau yang tadi itu Cuma kebetulan karena gue yang mancing." Jawab Roy dengan mata yang tutup lengannya.
"Udah nanggung banget tadi." Gurau gue, "Tapi thanks, udah ngungkapin perasaan elo ke gue." Gue kecup cepat bibirnya.
Roy terkesiap dan kemudian malah masuk ke kamar mandi di kamarnya. Gue terkekeh sembari membenahkan seragam gue yang... ah ini perbuatan Roy. Gue geleng-geleng mendapati bercak merah di sekitar payudara gue.
"Pulang, Line! Atau gue terkam sekarang!" ujar Roy dari balik pintu kamar mandi.
"Iya! ini gue mau pulang!"
***
bakalan tayang 5 hari lagi. Bisa cepet sih klw vote nya dah nyampe 15 😆😆
Melsa Yuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROY-ABLE - [END]
Teen Fiction[Young-Adult] Roy itu cuek. Dia misterius. Gue jadi sahabatnya aja bingung. Sampai kejadian itu merubah persahabatan kami. Roy ternyata lebih kompleks dari kata Dingin dan Cuek. Dia mengambil sesuatu yang tak harusnya dia ambil. Gue takut. Takut jat...