Demi kecebong di selokan, pesta kecil yang di gadang-gadang bakalan ngalahin masakan buatan coki milik presiden—itu sih katanya Bang Joni. Pesta kali ini emang berbeda, biasanya hening atau malah ricuh karena gue dan Bang Joni godain Roy, kali ini malah lebih ricuh daripada demo mahasiswa di depan kantor kejaksaan. Gue udah jelasin semuanya tentang jadian gue dengan Roy, tapi Roy malah nyanggah dengan banyak alasan. Kalau begini jadinya gue kayak pembual.Beny dan Sansa pun lebih percaya dengan omongan Roy. Terus kalau begini ngapain Roy nyuruh gue buat jelasin ke mereka ? rese itu pacar!
"Jadi hubungan kalian ini nggak boleh ada orang yang tahu ?" tanya Beny kemudian setelah perdebatan gue dengan Roy yang beda pemikiran.
"Ya! Pokoknya hubungan gue sama Roy harus di rahasiakan!" kata gue.
"Kenapa ?" tanya Roy dengan wajah tak suka.
"Lo bilang kenapa? Lo mau gue di kejar-kejar fans lo yang ganas? Terus gue di mutilasi di belakang sekolah dengann bagian tubuh yang di buang di berbagai tempat ?" gue mulai mendramalisir keadaan.
"Oke lupakan alasan Adline yang nggak masuk akal tadi, btw gue udah ngasih tahu ke Sunday soal hubungan kalian." Kata Beny dengan wajah khawatir.
"Emang kenapa dengan Sunday ?" tanya gue.
"Dia itu ketua club literasi di sekolah kita. Dia yang megang kunci mading sekolah." Jawab Sansa prihatin, "Siap-siap masuk di mading besok senin, Line."
"Kok bisa sih orang dengan muka galak dan kaku gitu bisa jadi ketua club literasi, gue nggak terima, kenapa juga tadi Beny nelpon dia." Gue mulai kehilangan pengendalian, kayaknya gue mau bunuh Beny sekarang.
"Sorry deh! Gue refleks tadi." jawab Beny dengan wajah tak bersalah sama sekali.
Sabar Adline, lo bisa bunuh dia besok kalau beneran sampek lo masuk mading sekolah!
"Sudah-sudah, jangan berantem lagi." Lerai Bang Joni yang melihat ini sebagai pertengkaran, padahal kan kita lagi debat. "Mendingan kalian terusin makannya. Bang Joni tinggal ya, di dapur lagi sibuk. Sebagai pemilik, Bang Joni kudu bantuin karyawan juga."
"Nanti kalau gue ultah nyewa tempat di cafe ini aja," kata Sansa dengan muka somplaknya, "Diskon ya bang!"
"Nanti bisa kita bicarakan." Bang Joni memberikan kartu namanya kepada Sansa.
"Wah, Nama Bang Joni bagus juga ternyata." Ucap Sansa melihat kartu nama Bang Joni.
Bang joni menepuk dadanya bangga di tempat.
Beny yang penasaran ikutan ngelihat, "Jonathan Bram." Lalu menggeleng nggak paham. "Terus nama Joni dari mananya ?"
"Nama Jonathan terlalu bagus buat muka kolokan kayak gini," gue dengan kurang ajarnya nunjuk wajah Bang Joni yang terlihat selalu sabar menghadapi kelakuan gue dan Roy selama ini. "Bang Joni, Joni.. Joni.. di mulut kayak enak aja. jadi gue dan Roy manggil dia Bang Joni."
"Sabar Bang Jonathan," ucap Sansa prihatin, "Adline emang sekurang ajar itu selama ini."
"Gue boleh minta bungkusin kan, Bang Jonathan ?" tanya Beny sok manis.
Bang Joni tersenyum ramah, "Boleh banget! Nanti Abang bungkusin deh."
"Udah deh bang! Pergi sana! Katanya mau bantuin karyawan abang!" ucap gue galak.
"Roy, ajarin ngomong yang sopan itu pacar lo!" ujar Beny kemudian.
Gue menatapnya tak suka. "Kayak omongan lo selalu suci aja!"
"Setidaknya gue bisa ngehargain orang yang lebih tua." Jawab Beny tak mau kalah.
"Yah, apalagi orang yang lebih tua itu ngasih makan gratis." Cibir Sansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROY-ABLE - [END]
Teen Fiction[Young-Adult] Roy itu cuek. Dia misterius. Gue jadi sahabatnya aja bingung. Sampai kejadian itu merubah persahabatan kami. Roy ternyata lebih kompleks dari kata Dingin dan Cuek. Dia mengambil sesuatu yang tak harusnya dia ambil. Gue takut. Takut jat...