16

42.6K 1.7K 41
                                    

Gue heran tingkat dewa. Baru pertama kali-nya Sansa telat. Meskipun nggak separah gue yang pernah telat sampe jam ke-5—dulu pas Roy ngajak bolos buat ngasih tau kalau mantan gue brengsek—tapi ini rekor pertama Sansa. Saat guru pengajar baru masuk, Sansa dengan tergesah-gesah ijin masuk dan menjelaskan alasannya yang telat.

Kemudian Sansa duduk dan menghela napas berat. Dia mengusap keringat di dahinya dan kemudian ngelirik gue sedikit sinis.

“Ini semua gara-gara bokeb dari Beny.” Bisiknya sambil mengeluarkan buku pelajaran, “Gue ketagihan sampe begadang.”

Njirrr ini anak emang somplak!

Otak emas emang, iya, warnanya emas kaya poop.

“Gila lo, San!”

Mengedikan kepala, “Biar!”

“Emang lo nggak berangkat bareng John ?” Gue diam bentar setelah mengucapkan nama John, gue jadi ingat kalau masalah dengan John belum kelar. “Dia 'kan on time banget kalau jemput elo.”

Sansa diam sebentar.  Tatapannya sedikit ragu, tapi kemudian dia sok iyes lagi gayanya. “Itu anak udah duluan pas gue masih molor di ranjang.”

“Masa ? biasanya kan dia bangunin elo,”

Sekali lagi Sansa diam, lalu natap gue dengan senyuman palsu yang sering dia berikan pas gue nanya soal Mada. “Lo kok hapal kebiasaan John ? jangan bilang lo udah ada anu sama dia...”

Senyum menjijikan Sansa bikin gue mual. Ih, gue hapal kebiasaan John ? nggak tuh, gue nggak merasa hapal. Harusnya Sansa inget, otak gue buat hapalan tatanama unsur periodik saja nggak pernah hapal dari setahun yang lalu. Lah ini gue di katain hapal kebiasaan John, yah nggak terima dong gue.

Baru gue mau membalas ucapannya, Sansa udah ngomong lagi. “Gue sebenernya di larang John buat ngomong ini ke elo, tapi lo itu sobat gue. Gue nggak bisa bohong, Line.”

“Halah.. lo pasti mau ngomong soal bokeb lagi kan ?” tampik gue.

Wajah Sansa udah jadi sendu. Matanya berkaca-kaca hampir menumpahkan setetes air kalau saja Sansa tak menyekanya dengan lengan.

“John di rumah sakit.”

Deg!

Oke, jantung gue hampir copot dari tempatnya.

“Kemaren dia ke rumah gue dengan wajah babak belur. Dia nggak berani pulang ke rumahnya dengan keadaan seperti itu.” Sansa kemudian terlihat geram, “John nggak mau gue obatin atau apapun. Dia malah ngurung diri di dalam kamar mandi. Untung Mada inisiatif buat dobrak kamar mandi gue. Ternyata John pingsan dengan darah keluar dari mulutnya.”

Ya tuhan!

“Untunglah John cepat-cepat gue bawa kerumah sakit. Dia luka dalam, Line. Lambungnya hampir pecah karena hantaman. Kayaknya John dikeroyok orang.”

Sansa menyentuh bahu gue. “Nanti lo jenguk, ya. Gue yakin John butuh elo di sampingnya.”

Gue ngangguk.

Pikiran gue penuh dengan sekelebat spekulasi yang nggak masuk akal. Gue natap Roy di meja belakang yang sedang serius memperhatikan guru menerangkan. Entah kenapa gue merasa tadi Roy ngelirik gue singkat. Tiba-tiba tubuh gue merinding kedinginan.

Gue ketakutan.

Pulang sekolah gue nolak ajakan Roy buat makan di Cafe GardenLee. Gue dan Sansa nebeng mobilnya Beny buat ke rumah sakit. Tak lupa di jalan gue belikan John buah-buahan. Lah, karena gue suka buah pisang dan anggur, gue beli deh. Biarin nanti kalau John nggak mau, gue makan sendiri aja.

ROY-ABLE - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang