34

25.1K 826 10
                                    


"Gimana kondisi Beny ?"

Gue langsung mengalihkan pandangan ke ranjang Beny. Di sana Sunday berdiri memperhatikan Beny yang tidur lelap. Di tangan Beny terpasang jarum infus dua jam yang lalu setelah perjuangan keras membawa bayi besar ini ke rumah sakit. Sunday alias Victor Gerian merupakan bodyguard Sansa yang merangkap menjadi babunya Sansa juga. Banyak hal aneh dan ganjal yang gue rasa saat melihat Sunday ini, namun gue enggak berani tanya karena Sansa sering bilang kalo Sunday itu hobbynya menembak. Menembak dengan alat itu tuhh pokoknya bukan nembak cinta.

"Katanya sih dia udah baikan, tapi belum boleh pulang soalnya lambung Beny belum bereaksi dengan obatnya." Jawab gue, "Tapi gue belum paham apa penyakit Beny ini. Pengen tahu lebih lanjut elo tanya aja ke Sansa yang ngurus semuanya."

Sunday mengangguk.

Gue malah kikuk.

Bingung mau ngomong apalagi.

"Sunday..." Guman gue yang direspon dengan tatapan menunggu oleh Sunda. "Elo umur berapa ?"

Sunday seketika menegang. Gerak-geriknya kaku dengan napas menahan seperti kaget dengan pertanyaan gue. Sunday meronggoh saku seragam sekolahnya lalu mengeluarkan dompet. Dia membuka dompet hitamnya, kemudian mengeluarkan KTP dan memberikannya ke gue. Gue membaca KTP Sunday dengan teliti, lalu menatap Sunda sebentar dan kembali menatap KTPnya dengan seksama. Gue kembalikan KTPnya setelah puas melihatnya.

"Itu bukan KTP palsu kan ?" kelakar gue, "Padahal kan gue Cuma tanya umur, eh, elo malah ngeliatin KTP. Mau pamer foto KTP lo yang bening itu ?"

Sunday kembali menegang. Eh?? Emang ada yang salah dengan pertanyaan gue ? apa lawakan gue garing banget ya ?

"Bahkan Foto KTP gue jelek banget lohh, Sun. Gue jijik kalo ngeliat KTP sumpahh.." lanjut gue.

Sunday kemudian menunduk. "Lo bukan orang suruhan Jack, kan, Adline ?" tanya Sunday dengan ekspresi serius.

Lah siapa itu Jack ? kalau John gue baru kenal. Atau Bang Joni gue malah kenal lama malahan.

"Jack siapa, Sun?" tanya balik gue dengan heran, "Eh, gue kok enggak nyaman ya manggil elo Sunday. Kalau gue manggil Vic aja boleh kan ?"

Sunday masih mencari sesuatu dari mata gue, tapi gue enggak paham apaan, jadi gue biasa aja enggak ada yang spesial dan enggak mau pake telor biar terasa spesial. Lama dia enggak jawab pertanyaan gue, akhirnya gue berdehem keras agar dia sadar suasana yang menjadi makin kaku.

"Vic, elo enggak apa kan ?" tangan gue gerak-gerakin di depan wajah Sunday atau Victor ini.

Victor langsung menoleh ke kanan, dan kemudian menatap gue balik lagi. "Elo manggil gue Vic-nya pake C apa K ?" tanya Victor dengan santai namun masih kaku.

"Emang ada bedanya ?" tanya gue bingung.

"Ada. C dan K itu beda." Jawab Victor dengan lugas. "Btw, ini gue pertama kalinya ngomong elo-gue-an sama lo, Line. Kalau sama yang laen gue kudu formal." Tambahnya dengan senyum melingkar yang baru gue ketahui kalau manusia kaku kayak Vic gini bikin nagih.

"Lahhh kenapa ?"

"Tuntutan pekerjaan."

Hmmm,, pekerjaan ya ?

"Elo kan juga siswa di sekolah, Vic. Kalau keluar dari konteks jagain Sansa, elo itu temen gue dan santai aja jangan kaku." Gue nepuk bahu Vic seolah-olah sudah kenal lama. "Lo kalau butuh contekan Ulangan Harian bisa ke gue, soalnya gue anaknya enggak pelit kok."

"Kayaknya temenan sama lo emang asik, Line. Tapi gue enggak bisa kayak siswa yang lainnya. Gue punya tujuan dan kewajiban yang harus dituntaskan." Vic natap gue dengan senyum meminta pengertian, "Elo kayaknya enggak bakalan paham. Tapi, setelah ini gue mohon lupain obrolan kita ini dan kembali seperti semula saat elo masih biasa aja ke gue."

ROY-ABLE - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang