Inanna terkekeh saat melihat anak-anaknya berlari memperebutkan gunting kebun. Setelahnya ia melirik Christian yang berjalan menuju dapur. Dan Inanna membuntuti pria itu.
Christian membuka kaleng bir dari dalam kulkas —yang Inanna baru tahu benda tersebut ada di rumahnya— lalu meminumnya. Setelah beberapa teguk, barulah ia memberikan kepada Inanna.
Inanna menimang sejenak lalu mengambilnya. "Thanks."
Christian memberikan beberapa detik untuk Inanna minum, barulah ia bersuara. "Aku tahu, selama satu minggu menginap di rumahmu aku selalu menjerumuskan anak-anak ke hal buruk."
Inanna terkekeh mendengarnya. "Terima kasih Tuhan, Kau telah membuka hatinya."
Christian harus akui dirinya tengah tersenyum hingga memperlihatkan giginya. Ia menarik kursi menyuruh Inanna untuk duduk di sana. Inanna melakukannya kemudian ia duduk di kursi satunya.
Inanna meletakkan kaleng bir tadi di meja makan depannya.
Christian menarik lembut jemari Inanna dari kaleng bir, menggenggamnya. "I'm sorry. I..."
"Aku yang harusnya meminta maaf... Dan berterima kasih. Semenjak ada dirimu, aku cukup terbantu untuk merawat anak-anak dan juga kau yang selalu menjemput mereka."
Perkataan yang telah Christian ulang di dalam hatinya harus tertahan di sana. Melihat Inanna yang tersenyum membuat ia ikut tersenyum. Ia tidak tega merusak momen indah ini hanya mengucapkan tiga kata itu. Christian takut jika dirinya sangat cepat mengucapkannya dapat membuat Inanna mundur lagi.
Suara jeritan dan tawa membahana di luar membuat Christian dan Inanna menoleh ke jendela dapur. Di sana terlihat jika Aaron dan Raymond menggunting asal rumput liar.
Chriatian bangkit berdiri. "Sepertinya mereka membutuhkan pahlawan."
"Ya, memang." Inanna berkata seraya tertawa. Inanna dapat melirik sekilas 3 boxer yang di jemur di halaman belakang yang sedikit nyentrik. Lalu menyibukkan dirinya di dapur mengingat sebentar lagi jam makan siang.
***
Rupanya Inanna tidak main-main dengan ucapannya. Karena saat ini Christian sedang tiduran di loteng dengan berbekal satu bantal dan selimut tipis.
Ia membuka kedua matanya, terlentang dengan kedua tangan menjadi bantalan, ia menatap langit gelap di atapnya yang dimana menggunakan skylight roof berukuran sedang.
Cukup nyaman, pikir Christian. Hanya saja loteng ini perlu sedikit membutuhkan interior yang bisa dibilang dapat di huni. Memang luasnya seukuran kamar si kembar, tapi bau apek, dan tidak memiliki ranjang. Entah kenapa Christian menyukai loteng ini.
Mungkin besok ia akan menyuruh pekerja desain rumah memperbaikinya.
Suara gemirisik dari tangga membuat Christian menoleh dan mendapati Aaron dan Raymond sedang meributkan suatu hal dengan membawa satu jar cookies dan botol air mineral.
"Dad, kau sudah tidur?" tanya Raymond lembut.
Christian menggeleng. "Kemarilah, Boys."
Aaron dan Raymond langsung mendekatinya. Lalu ikut berbaring terlentang menatap dinding dengan Christian di tengah-tengah.
"Cookies?"Aaron menyodorkan jar yang ia pegang. "Nut cookies."
Christian tersenyum mengambil satu lalu memakannya sekali suap. "Thanks."
"Mom bilang kita tidak boleh makan sambil tiduran." Raymond mengingatkan dan mendapati anggukan Aaron.
Christian menghela nafas lalu bergerak duduk yang mana membuat anak-anaknya ikut duduk. Mereka memakan cookies seraya berbincang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLEVER VENUS [#3 VENUS SERIES]
RomanceThe third book of Venus Series [21+] Beberapa chapter di private. Follow aku dulu untuk baca chapter lengkapnya. Mulanya Inanna Paparizou merasa keluarga kecil yang ia ciptakan akan baik-baik saja, tentu saja dirinya dan kedua anaknya. Tap...