= = =
Angkasa Natawijaya : Perihal Luka
Kalau gue bisa minta sama Tuhan buat balik ke akhirat secepat mungkin, sepertinya sekarang gue nggak pernah kenal apa yang namanya luka.
Kalau gue bisa minta supaya malaikat mencabut nyawa gue bahkan sebelum gue terbangun di dunia dengan tangis, sepertinya gue akan bahagia di surga sekarang.
Bukannya nggak pernah bersyukur. Tetapi gue sudah amat muak sama hidup gue sendiri. Gue nggak berani bunuh diri, karena siapapun tahu, itu hal yang hanya bisa dilakukan oleh pengecut untuk menyerah. Dan gue nggak bakal mau jadi pengecut.
Satu-satunya pilar selama ini, yang bikin gue bisa bertahan, hanya sahabat gue, Ryan. Dia sahabat terbaik yang gue punya, atau bisa dibilang begitu karena walaupun gue punya banyak teman yang paling dekat sama gue ya cuma Ryan.
Keluarga gue sudah buyar, Mama pergi dari rumah, Ayah jarang ada di rumah, kakak gue juga jarang berkabar karena masalah jarak, sedangkan adik gue pergi ke luar negeri untuk bersekolah.
Sebagai anak tengah, gue serasa dilupakan eksistensinya. Di keluarga gue merasa gue hanya orang asing yang nggak sengaja tersesat di sini, hanya menumpang, tanpa dipedulikan.
Kalian... tahu gimana rasanya, kan?
Kadang, ketika terpikir gimana keluarga gue sekarang, gue selalu merasa kesalahan apa yang gue perbuat pada Tuhan di masa lalu hingga ketika di lahirkan kembali, gue harus menghadapi semua ini. Apakah gue dulu pendosa? Sehingga gue harus membayar semuanya sekarang?
Tapi Kak Langit, selaku anak sulung selalu bilang ke gue, "Nggak ada orang yang ingin punya masalah dalam hidupnya. Semua orang punya masalah, bahkan yang terlihat bahagia sekalipun. Itu sudah lumrah, hidup memang kadang sejahat itu."
Dan ya, hidup sejahat itu.
Oh, dan kadang, selucu itu.
Ketika gue akhirnya, menemukan jalan penyelesaian dari masalah gue. Gue yang dulunya ingin cepat-cepat menghembuskan napas terakhir, jadi ingin berlama-lama menghirup napas di dunia. Gue yang dulunya ingin cepat-cepat menutup mata dan disambut malaikat di akhirat sana, kini sangat takut kalau-kalau ketika membuka mata gue benar-benar sudah nggak berada di dunia.
Alasannya simple, karena dia.
= = =
Raya Archandra : Perihal Maaf
Setiap orang di dunia pasti berbuat salah. Bahkan manusia paling suci pun, pernah berbuat dosa. Maka nggak heran, manusia biasa di muka ini nggak luput dari yang namanya salah dan dosa.
Itu termaafkan. Selama dia mau bertaubat dan meminta maaf atas kesalahannya.
Tapi itu sudah salah. Kalau dia nggak pernah mengakui dan nggak akan mau meminta maaf atas kesalahannya.
Gadis itu terus meremas tangannya yang sedari tadi mengeluarkan keringat dingin. Ia menggigit bibir bawahnya, pertanda bahwa ia sedang gugup.
Lain halnya dengan lelaki didepannya yang sangat tenang, sesekali padangan mereka bertemu. Tapi belum ada satu detik lelaki itu sudah memutuskan kontak mata itu.
"Jadi, Nak Raya, kamu tidak keberatan bukan kalau harus tinggal di sini untuk satu tahun kedepan?" tanya pria dengan setelah jas formal berwarna hitam.
Gadis itu kemudian mengangguk kaku menanggapi ucapan pria itu, lelaki yang duduk tepat disamping pria itu menatap Raya datar.
"Oh iya, kenalkan ini anak saya, Angkasa," ucap pria itu sambil menepuk pelan bahu lelaki itu--Angkasa.
Angkasa kemudian mengangkat kedua sudut bibirnya, tidak terlalu terlihat tapi sudah cukup menunjukkan bahwa dirinya sedang tersenyum.
"Kenalin, gue Angkasa."
= = =Semakin aku mendekat dengamu, semakin menjauh kau aku jangkau. Lalu jika aku berhenti apa kau akan berpikir untuk kembali?
Raya Archandra
= = =
Jangan berhenti untuk mengejarku, menjauh adalah caraku. Dan rindu adalah pelajaran berharga bagiku untuk selalu berada didekatmu. Disetiap langkahmu.
Angkasa Natawijaya
= = =
Angkasa Natawijaya
Raya Archandra
= = =
note : cerita ini sudah pernah
dipublikasikan pada Mei 2018
dan selesai pada Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionJust why in the end, I fall in love with you. © namudedo, may - july 2018