20 - Melupakan

4.1K 257 8
                                    

"Jadi ... kakak mau ngobrol apa?" tanya Angkasa melangkah mendekati Langit yang duduk dikursi taman belakang rumah mereka.

Langit menoleh, tersenyum tipis dan menggeser tubuh mempersilakan Angkasa duduk disebelahnya. Angkasa tersenyum tipis ia kemudian duduk disebelah Langit. Sedikit canggung karena tidak biasanya mereka ngobrol hanya berdua.

"Lo ... nggak keberatan kan kalo gue tunangan sama Sashi?" tanya Langit membuka percakapan.

Angkasa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan Langit. Angkasa berdeham, ia berusaha tersenyum menutupi kegugupannya.

"Buat apa gue keberatan. Gue harusnya seneng," jawab Angkasa sekuat tenaga menahan getaran pada kalimatnya.

Langit tersenyum miring, ia lalu menunduk membuat Angkasa penasaran apa yang kakaknya ucapkan selanjutnya. Terlebih wajah Langit yang begitu serius membuatnya bertanya ada apa sebenarnya.

"Ck, lo kenapa sih, Sa, nggak bilang dari awal," decak Langit membuat Angkasa mengernyit.


"Bilang apa?" tanya Angkasa bingung.


Langit menghela napas, ia kemudian menatap Angkasa tepat dimanik gelap cowok itu. "Lo sebenarnya kenal Sashi kan dari awal, sebelum dia gue kenalin ke elo sebagai pacar?" tanya Langit dengan nada menohok.


Angkasa terdiam, mengantupkan mulutnya. Ia jelas tau, kearah mana Langit berbicara.

"Kenapa kalian nggak jujur sih?" tanya Langit sedikit menggeram. "Kalau gue nggak nemuin kertas-kertas itu waktu gue ke rumah Sashi, kalian juga nggak akan kasih tau kan?" tanya Langit lagi membuat Angkasa terdiam.

"Gue ... cuma-" Tenggorokan Angkasa terasa tercekat. Ia tak ingin ada masalah lagi sekarang, ia tak ingin Langit salah paham.

"Cuma apa? Cuma biar lo bisa pacaran dibelakang gue sama Sashi?" tanya Langit dengan nada pedas membuat Angkasa terdiam dengan rahang mengeras.

"Gue nggak sebajingan itu!" sentak Angkasa marah.

Angkasa menghela napas kasar, apa-apaan, ia bahkan tidak pernah menghubungi Sashi walau dia ingin. Ia tidak pernah mencoba bicara lebih dulu walau dia ingin.

Dan disaat Angkasa ingin berpaling dari Sashi langit menuduhnya yang tidak-tidak? Seburuk itukah dia?

"Ya terus apa masalahnya kalo lo bilang dari awal?" tanya Langit menantang.

Angkasa menggemertakan giginya, ia tidak boleh lepas kendali. Ia kemudian menghela napas pelan memalingkan wajahnya dari Langit tiba-tiba merasa sesak.

"Lo tau nggak sih gue yang terluka?" ucap Angkasa dengan nada bertanya. "Lo tau nggak sih kalo gue saat itu mati-matian coba nahan buat nggak bongkar semua demi dia."

Langit terdiam, merasa getaran hebat dinada bicara Angkasa. Membuatnya tiba-tiba saja menegak memperhatikan Angkasa yang masih tak menghadap ke arahnya.

"Malam itu. Saat lo kenalin Sashi, sebagai pacar lo," kata Angkasa mulai bercerita. Menekankan kata 'pacar' dalam kalimatnya. "Malam itu juga, dua jam sebelum lo dateng sama dia, dia nemuin gue lebih dulu. Gue nggak ngira dia bilang begitu, gue selalu berusaha ada buat dia, gue selalu berusaha penuhi apa yang dia pengen. Tapi nyatanya elo yang dia pilih."

"Yang nggak lo tau, setiap gue sama dia ketemu aaat pacaran, dia selalu nanyai elo, Kak. Tadinya gue biasa aja, gue kira dia penggemar lo kaya perempuan lain di instagram. Tapi gue tau, diem-diem dia juga nemuin lo tanpa sepengetahuan gue," jelas Angkasa.

Matanya serasa panas.

Lagi Angkasa menghela napasnya. "Tapi tenang aja, gue udah nutup hati gue buat dia. Lo boleh tunangan sama dia, bahkan sampai pernikahan. Gue nggak apa-apa. Karena gue tau, dia bukan takdir gue. Dia punya lo, Kak. Sepenuhnya."

Langit terdiam, merasa tertohok sendiri dengan pernyataan yang Angkasa berikan. Dia mengepalkan tangannya menahan gejolak emosi.

"Itu alasan lo?" tanya Langit dengan suara serak.

Angkasa diam tak menjawab. Ia lalu bangkit berdiri. "Gue duluan, mau nemenin Raya belajar. Dan ... satu lagi, gue lagi coba buka hati buat Raya. Untuk kali ini, tolong lo jangan rebut dia dari gue lagi."

Setelah mengucapkan itu, Angkasa segera berjalan masuk kedalam rumah. Meninggalkan Langit yang masih membisu.

Seketika merasa bersalah.

Jadi selama ini, dia merebut milik Angkasa yang begitu berharga? Bahkan saat Angkasa masih menjaganya erat, dia sudah merebutnya?

💗💗💗

"Ngomong apaan lo sama kakak lo?" tanya Raya menatap Angkasa yang berjalan masuk dan duduk disebelah Raya diatas karpet beludru dengan buku yang sudah tersebar tak beraturan.

Angkasa hanya diam, tak menjawab dan memilih sibuk dengan bukunya.

Raya mengernyit lalu mencoba tersenyum ceria dan menoel pipi Angkasa pelan. "Pasti kangen-kangenan ya? Uuuu abang Angkasa kangen, iya dek abang juga," ucap Raya mengikuti gaya bicara Angkasa dengan ditambah nada alay membuat Angkasa berdecak kesal.

"Apa sih lo, belajar sono mau ulangan," ucap Angkasa kesal membuat Raya mengerucutkan bibir dan menurut.

Angkasa menghela napas. Ia kemudian menatap Raya dan medesah pelan. Ia lalu mendekatkan tubuh ke arah Raya lalu tanpa persetujuan meletakkan kepalanya di pundak cewek itu.

"Lah lah ngapain?" tanya Raya mendadak kaget tapi tak menjauhkan tubuhnya dari Angkasa.

"Bentar aja elah. Nggak ada yang liat juga," ucap Angkasa pelan mengulet dan mencari posisi nyamannya.

"Ish, ngeselin tiba-tiba manja, alay tau lo," decak Raya membuat Angkasa mendelik tapi tak menanggapi.

Angkasa menutup matanya pelan, setidaknya berada didekat Raya dia merasa lebih baik.

"Ray," panggil Angkasa dengan mata masih menutup.

"Hm?" gumam Raya yang kini sudah fokus pada buku yang ia baca.

"Jangan pergi ya?" pinta cowok itu membuat Raya menoleh dan mengernyit.

"Hah?"

"Lo tau kan Sashi?"

"Hm? Cewek yang tadi nyambut kita didepan itu? Yang sekarang lagi di kamar bawah kan?"

"Iya. Dia mantan gue," ucap Angkasa tenang seakan itu bukan beban yang sulit untuk dikatakan.

"Hah?!" Raya terperangah, terkejut mengetahui fakta mengejutkan ini.

"Nggak usah kaget. Alay. Jangan pergi kaya dia," sahut Angkasa kali ini dengan nada sedikit kesal.

"Jangan pergi ya, Ray?"

Raya terdiam, lalu kemudian tersenyum tipis menundukkan kepalanya. "Iya, Angkasa. Gue nggak akan pergi."

💗💗💗

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang