31 - Kelsalahpahaman

3.8K 201 5
                                    

"Lo nyeritain itu semua serius?"

"Bener! Suwer! Sumpah gue!"

Angkasa menghela napas pelan dia mengusap wajahnya. Masalah Raya ternyata lebih rumit dari yang dia duga.

"Gue ... mau tidur dulu," pamit Angkasa segera berbalik ingin masuk kedalam rumah.

Dylan hanya tersenyum tipis dan kembali duduk di kursi teras menyesap teh hangatnya.

Angkasa berjalan. Ia segera masuk ke kamar merebahkan tubuhnya di sana. Angkasa harus secepatnya menceritakan ini ke Raya. Mau sampai kapan dia membenci ibunya? Dan sampai kapan dia tidak tahu siapa sebenarnya ayahnya?

💗💗💗

Raya mengerang kecil merasakan cahaya masuk mengenai wajahnya. Ia segera mendudukkan diri dengan mata masih menutup.

"Jam berapa sih?" gumam Raya pelan.

"RAY! CEPETAN GUE UDAH MAU BERANGKAT!" teriak Angkasa dari lantai bawah.

Raya terkesiap ia segera turun dari atas kasur dan segera menyambar handuk dan masuk kedalam kamar mandi.

Hanya sepuluh menit, Raya sudah siap dengan baju rapi makeup natural dan rambut dicepol asal—ia tidak begitu memperhatikan dandanan rambutnya—lalu menyemprotkan parfum ke bajunya setelah itu segera mengemasi barangnya dan turun menuju meja makan dimana Chika sudah memasakkan banyak makanan.

Raya menutup matanya sebentar dj ujung atas anak tangga. Gadis itu menghirup harum masakan yang khas dari Chika. Sekejap dia melihat bayangan ibunya. Bau ini mirip seperti masakan ibunya dulu.

"Eh, Raya? Ayo makan. Aku sudah masak banyak makana—"

"Raya langsung berangkat, Mah. Ayo, Angkasa," ucap Raya memotong ucapan Chika membuat Angkasa sedikit mendelik sedangkan Dylan yang sudah biasa melihat ini—sejak pertama kali mereka berkumpul—hanya biasa saja. Memainkan sendok diatas meja makan berusaha tak peduli.

"Ray ...," bisik Angkasa pelan mengisyaratkan dengan mata bahwa itu sangat tidak sopan. Terlebih Angkasa sudah tau Chika tak mempunyai salah apapun. "Makan dulu. Tante Chika udah capek-capek masak," sambung Angkasa membuat Raya berdecak kesal tapi tetap duduk disebelah Angkasa berseberangan dengan ayahnya.

Angkasa melirik ke arah Raya yang sekarang sedang menunduk sambil bersungut-sungut kesal. Angkasa tersenyum tipis lalu matanya menajam saat melirik Chandra yang sedang menikmati sarapannya tanpa banyak bicara.

Hampir lima belas menit sarapan selesai, agak lama karena biasanya Angkasa menghabiskan makanan hanya dalam waktu lima menit. Meja makan hanya sepi, Dylan yang dominan sering membuka percakapan. Chika dengan senang hati menanggapinya sedangkan Chandra hanya sekadar berdeham, mengangguk atau menggeleng saja untuk menjawab. Raya pun tak banyak bicara, hanya sesekali melirik lalu mendengkus tak suka lagi.

"Kita pamit ya, Tante, Om," pamit Angkasa sopan bersalaman dengan kedua orang tua Angkasa.

Tak lupa mereka pamit pada Dylan. Angkasa tak jadi menggunakan kedaraan lain. Dia lebih menyukai mobil. Dylan mengajak Angkasa dan Raya duduk terlebih dahulu, ia menawarkan jadi montir dadakan. Alasannya ya untuk mengecek keamanan mereka berdua terlebih Raya yang sudah Dylan anggap seperti adiknya sendiri.

"Heleh, lo bisa emang ngecek kondisi mobil? Ntar yang ada rusak tuh mobil!" cibir Raya yang sedang duduk didepan teras sambil memperhatikan Dylan yang sedang serius memperhatikan mesin bagian depan mobil.

"Heee! Jangan remehkan kemampuan abang lo ini. Gini gini gue lulusan otomotif dengan nilai terbaik ya!" sergah Dylan tak terima. Dia menunjukan satu-satunya prestasi yang dia miliki selama SMK dulu. Ya, Dylan lebih memilih kejuruan dari pada harus masuk ke SMA. menurutnya praktek jauh lebih menyenangkan dari pada teori.

"Cih, lulusan otomotif tapi milih kuliah jurusan akutansi. Mana nyambung!" cibir Raya lagi masih tak puas. Tujuannya hanya satu, membuat Dylan kesal. Salah satu mood bosternya yang paling ampuh kalo lagi bete.

"DASAR ADEK LUCKNUT!" teriak Dylan jadi tidak bisa berkonsentrasi mengecek mesin mobil. Ia akhirnya memilih hanya mengecek bensin dan membersihkan debu yang menempel di kaca juga badan mobil.

Raya mau menanggapi lagi tapi Angkasa mencegahnya. Bilang kalau dia punya sesuatu yang ingin dibicarakan pada Raya. Secara empat mata.

"Iya gue tau lo suka gue—"

"Bukan itu," potong Angkasa cepat. Jangan biarkan Raya meneruskannya atau dia bakal ambyar sendiri nantinya.

"Ini tentang orang tua lo," bisik Angkasa pelan melirik kanan-kiri mengecek bahwa mereka aman dari Chika maupun Chandra.

"Mamah udah mati, Sa, jangan bicarain orang yang udah meninggal," ucap Raya.

"Bukan. Tentang Chika sama Chandra."

"Ngapa sih harus bicarain perempuan itu? Gue nggak suka."

Angkasa menghela napas pelan. Langsung ke intinya saja biar Raya mau mendengarkan. Toh jika dia penasaran dia akan tanya sendiri pada Angkasa.

"Chika itu orang baik. Dia kejebak sama Papa lo," jelas Angkasa. Singkat, padat dan membuat Raya jadi penasaran atau lebih tepatnya tak terima dengan ucapan Angkasa yang menuduh secara tak langsung bahwa Papanya itu adalah orang jahat.

"Dunia nggak sepolos itu, Ray. Yang kelihatan baik belum tentu baik dan sebaliknya, yang kelihatan jaha belum tentu kelihatan jahat," jelas Angkasa membuat Raya menghela napas pelan.

"Trus ... kenapa lo benci sama ibu lo sendiri?" ucap Raya pelan mengubah arah pembicaraan.

"Perempuan itu nanti dulu, Ray. Gue mau bahas ortu lo dulu," ucap Angkasa segera menolak membicarakan Elina.

Raya menghela napas pelan. "Yaudah. Jelasin."

Angkasa tersenyum tipis melihat wajah menyerah Raya. Ia kemudian pelan-pelan menjelaskan pada Raya.

"Lo tau dari mana Dylan berasal kan?" tanya Angkasa lebih dulu.

"Hm. Dia anak pungut," jawab Raya sekenanya sambil melirik Dylan yang sekarang berniat mencuci mobil Angkasa sekalian.

"Lo tau kenapa dia bisa jadi anak angkat Chika sebelum Papa lo nikah sama Chika?"

Raya tadinya ingin mengangguk tapi segera tertahan ketika ada alasan kenapa Dylan bisa menjadi anak Chika. Dia kira Chika hanya sekadar mencari teman dalam hidupnya yang sepi sampai Papanya datang.

"Nah itu. Lo nggak tau," cetus Angkasa menatap wajah Bingung Raya. Ia terkekeh. "Jangan cepet nyimpulin sesuatu, Ray. Kalo kesimpulan lo salah ya jadinya kaya gini. Lo salah paham sama Chika. Dia nggak seburuk yang lo pikirin."

Raya berdecak sebal. Tapi dia juga penasaran, siapa Chika sebenarnya? Dia hanya bisa menyimpulan tanpa alasan. Dan sekarang kata Angkasa dia salah paham?

Ck, Raya nggak ngerti.

💗💗💗

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang