Mereka masih berada di tepi jalan dengan minyak di tangan Raya membuat Angkasa berkali-kali mendengkuskan hidungnya karena bau yang menyengat.
"Udah belum sih? Baunya itu lho, gue nggak kuat," ucap Angkasa sedikit kesal.
Raya kemudian menatap Angkasa, ia kemudian menghela napasnya dan memasukkan minyak kayu pituh itu kedalam tas selempangannya.
"Udah," ucap Raya singkat.
Angkasa kemudian menatap Raya, raut wajah cewek itu berubah. Agak pucat dengan bibirnya yang memutih.
Angkasa kemudian meneguk salivanya.
"Bibir lo pucet," ucap Angkasa.
Raya kemudian membasahi bibirnya dan berdeham. "Udah kok, udah biasa. Lagian biasanya langsung sakit perut gue, ini untungnya enggak," ucap Raya.
Angkasa mendesah pelan. "Jaga kesehatan lo, jangan ceroboh lagi, ngerepotin."
Raya membelalakkan matanya lebar, ia kemudian mendecak dan memukul pelan Angkasa. "Nyebelin banget."
Cowok itu terkekeh, ia kemudian diam lama. Menatap Raya. Pandangan mereka bertemu.
Tak lama Angkasa memajukan tubuhnya, melepas sabuk pengamannya dan mendekatkan wajahnya ke arah Raya membuat Raya terpojok.
Entah dorongan dari mana akhirnya Raya refleks menutup matanya, hembusan napas Angkasa semakin dekat. Hidung mereka sudah bersentuhan. Raya dapat merasakan Angkasa juga menutup matanya.
Hingga hangat terasa di bibir Raya.
Ia dapat merasakan detak jantung Angkasa yang menggila begitu pula dengan detak jantungnya sendiri.
--💗--
Raya : Angkasa, maaf gw berangkat duluan. Bareng Ryan. Pulang nanti gk usah di tungguin, gw ada perlu. Thanks.
Angkasa memandang layar ponselnya. Ia menghela napasnya pelan. Apa karena semalam? Raya jadi menjauh darinya?
Cowok itu menunduk, bahkan nasinya belum tersentuh sejak tadi.
Ayah : Angkasa, ayah tdk pulang. Nggak tau kapan tapi ayah ada keperluan di luar kota. Jaga diri kamu dan Raya ya.
Lagi-lagi Angkasa hanya mendesah.
Seakan-akan orang-orang yang dia kenal mulai menjauh darinya. Pertama ibu, lalu Sashi, setelah itu Langit, dan sekarang Raya lalu ayahnya?
Siapa lagi selanjutnya? Senja? Dia harap adiknya itu tidak akan pergi seperti yang lain.
Angkasa mematikan ponselnya. Menaruhnya kasar di atas meja.
Tak peduli layarnya akan tergores, dia benar-benar seperti kehilangan separuh nyawanya sekarang.
--💗--
"Tumben lo minta gue jemput?" tanya Ryan dengan tatapan menyelidik.
Raya mendengkus, ia ingin sih cerita. Tapi nggak sama Ryan, yang ada dia malah nyebarin lagi. Kan gawat, apalagi kalo nanti ketauan Bu Nunung.
"Oh, iya, semalem kalian ngapain aja?" lanjut Ryan membuat Raya seketika menegang.
Ngapain aja?
Mereka tadi malem ngapain aja? Haha, Raya pengen rasanya kembali ke waktu itu dan ngedorong Angkasa keras sampe mentok ke kaca mobil.
Seenaknya saja nyosor-nyosor. Dan di akhirnya dia bilang 'Sorry, gue nggak tahan lagi' dia pikir segitu gampangnya?
Harga diri Raya di pertaruhkan disini!
Dan kenapa pula Raya mau-maunya diem waktu disosor sama Angkasa!
"Cuma beli pizza kok," jawab Raya sambil berdeham pelan.
Ryan mengangguk-angguk. Mereka sedang berjalan di koridor kelas 12 yang lumayan ramai membuat mereka diperhatikan banyak orang.
Raya menghela napasnya pelan. Harusnya tadi dia tidak usah ikut Ryan mampir ke kantin, bikin capek aja.
Mata Raya kemudian sedikit membelalak saat melihat si kutub sialan Angkasa itu berjalan yang disampingnya ada cewek yang Raya tau namanya Mesya. Teman dekat Angkasa. Ingat, teman dekat.
Raya jadi sibuk sendiri, merapihkan tampilannya dan berjalan seanggun mungkin. Entah kenapa juga dia seperti ini.
Jarak mereka berlawanan dan semakin dekat. Jantung Raya rasanya mau copot saat rambut Angkasa bergerak perlahan saat dia melangkah.
Sungguh, ciptaan Tuhan yang sempurna.
Coba kalo lebih murah senyum, pasti udah jadi idaman banget.
Mereka bertemu di ambang pintu kelas, pandangan mereka bertemu. Tapi itu hanya beberapa detik saat Angkasa lebih dulu memutuskan kontak mata mereka.
Raya pikir, Angkasa pasti kesal karena Raya lebih memilih berangkat bareng Ryan.
Mungkin saja.
Lagipula, bukankan Angkasa menyukai Raya?
--💗--
Angkasa mendesah pelan. Ia kemudian melepas helmnya dan turun dari motor kesayangannya.
"Hai, Angkasa!"
Cewek berwajah imut itu mendekati Angkasa dengan tersenyum lebar. Ia masih membawa tas membuat Angkasa tau bahwa cewek itu juga baru datang.
"Tumben baru dateng, biasanya udah di depan kelas lo," ucap Angkasa sambil turun dari motornya.
Mesya tersenyum. "Nggak apa-apa lah, sekali-kali dateng mepet dikit, hehe."
Angkasa mencibir ia lalu berjalan diikuti Mesya yang tak henti-hentinya tersenyum. Dalam hati ia bergumam 'Kok datengnya bisa barengan ya? Jodoh kali'.
Mereka telah memasuki koridor kelas 12, Mesya sedikit memicingkan matanya saat melihat Raya dan Ryan—yang dia tau sedang dekat—berjalan bersama.
Angkasa juga melihatnya, membuat Mesya memandang Angkasa aneh karena cowok itu tak henti-hentinya memandang keduanya intens.
"Heh, lo ngapa?" tanya Mesya mengibas-ngibaskan tangannya ke depan muka Angkasa.
Angkasa kemudian berdecak kesal dan menurunkan tangan Mesya. "Nggak papa."
Mesya mencibir, tapi tak kembali bertanya lebih lanjut. Bukankah itu hal yang biasa karena Mesya tau, faktanya Angkasa menyukai Raya.
Cowok itu menundukkan matanya saat Raya dan Ryan sudah dekat. Mata mereka berpandangan sebentar sampai Angkasa memutuskannya lebih dulu sambil mendengkus.
Mesya yang berada di belakangnya hanya terdiam sambil menghela napas. Ia melambatkan jalannya dan memandang punggung Angkasa yang menjauh.
"Kayanya gue harus bunuh rasa cinta gue ke elo deh, Sa."
"Ck, kaya lagunya blackpink aja."
--💗--
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionJust why in the end, I fall in love with you. © namudedo, may - july 2018